Islam Pencetak Generasi Cemerlang




*Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)


Konser 'Berdendang Bergoyang' yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta Pusat dihentikan pada Sabtu, 29 Oktober 2022 malam karena over kapasitas. Panitia penyelenggara konser pun tengah diperiksa pihak kepolisian. "Saat ini masih diinterogasi, artinya masih dalam penyelidikan. Kami bawa ke Polres Jakarta Pusat," ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Komarudin saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (30/10/2022).

Adapun pembubaran dilakukan akibat lokasi acara di Gelora Bung Karno telah melampaui kapasitas 10 ribu orang. Polisi menyebut, penonton yang hadir mencapai lebih dari 21 ribu orang. Lalu kondisi lapangan juga dinilai sudah tidak kondusif sementara surat ijin yang masuk hanya 3 ribu orang. 

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Komarudin menuturkan, bahwa saat acara berlangsung ditemukan pengunjung yang sampai pingsan, sementara panitia hanya menyediakan satu tenda kesehatan dari 5 panggung yang ada, dan jalur evakuasi juga tertutup. Selain itu, waktu pelaksanaan konser juga dinilai telah melebihi waktu yang diizinkan.

Selain memeriksa panitia penyelenggara, Komarudin juga menyebut pihaknya tengah mendalami indikasi minuman keras (miras) di konser 'Berdendang Bergoyang' tersebut. "Ini masih kita dalami, informasi yang kami dapat memang banyak sekali yang duduk di luar sambil minum. Tapi belum diketahui itu miras atau tidak, ada indikasi" bebernya.  

Dari kejadian tersebut, upaya aparat untuk menghindari bencana di tengah keramaian patut diapresiasi. Hanya saja, tindakan tersebut juga perlu dikritisi, pasalnya aparat pemerintah baru mempermasalahkan dan menghentikan acara ketika sudah nampak nyata adanya kekacauan. Padahal seharusnya, aparat sudah bisa melakukan mitigasi acara sehingga penjualan tiket over kapasitas bisa diketahui lebih awal, apalagi acara tersebut disertai dengan indikasi adanya minuman keras yang dikonsumsi penonton.

Pemberian izin untuk menyelenggarakan acara yang tidak membawa manfaat terhadap pembentukan karakter generasi sebagai pilar peradaban cemerlang, ini menunjukan pemerintah benar-benar tidak memiliki perhatian, terhadap pembangunan sumber daya manusia khususnya pada generasi muda.
Apalagi jika dibandingkan dengan pelarangan acara hijrah fest Surabaya beberapa waktu yang lalu, tentu sangat memiriskan hati.

Namun inilah realita hidup dalam sistem sekuler-kapitalistik. Sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan, sehingga kebebasan (liberalisme) sangat dijunjung tinggi. Demikian pula, nilai atau kepuasan materi dipandang sebagai sumber segala kebahagiaan. 

Alhasil, demi ambisi materi para korporat, generasi muda dibidik sebagai pasar. Generasi dibina menjadi generasi sekuler dan liberal, sementara para kapitalis berinvestasi pada industri hiburan sebagai wadah generasi untuk mengimplementasikan nilai-nilai sekuler-liberal yang dipahaminya.

Berbeda dengan Islam. Penguasa dalam Islam jelas memiliki perhatian besar terhadap pembentukan generasi, dan senantiasa memberikan lingkungan yang kondusif demi terbentuknya generasi berkualitas dan taat kepada Allah Swt. 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda : "Sesungguhnya al-Imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaannya)," (HR. Muttafaqun alaih).

Negara adalah benteng sesungguhnya yang melindungi generasi dari perusakan apa pun. Mekanisme perlindungan akan dilakukan secara sistemis melalui Daulah Khilafah. Khilafah akan menerapkan seperangkat hukum Islam untuk mewujudkan pembentukan generasi khairu ummah dan pembentuk peradaban gemilang.

Yaitu pertama, dalam masalah ekonomi, para ibu dan anak dipastikan mendapatkan nafkah tanpa perlu bekerja dengan mewajibkan suami atau wali untuk memberikan nafkah kepada mereka. Bila tidak ada suami atau wali, maka negara yang akan menanggung nafkah mereka, sehingga tidak mengganggu konsentrasi para ibu dalam menjaga, merawat, dan mendidik anak-anak mereka.

Kedua, dalam bidang pendidikan. Negara berkewajiban membina warga negara melalui pendidikan dan berbagai ajang kajian agama, sehingga ketakwaan individu menjadi pilar bagi pelaksanaan hukum-hukum Islam. Kurikulum pendidikan disusun dalam rangka membentuk kepribadian Islam yang utuh pada siswa, baik dari sisi akidah, tsaqofah, maupun penguasaan iptek.

Ketiga, Masalah media. Media bebas menyampaikan informasi, tetapi mereka terikat dengan kewajiban untuk memberikan pendidikan bagi umat. Menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Media yang memuat pornografi, kekerasan, dan ide LGBT, serta segala yang merusak akhlak dan agama, dilarang untuk terbit, dan diberikan sanksi bagi pelaku pelanggaran.

Keempat, masalah sosial. Masyarakat yang bertakwa akan selalu mengontrol individu agar tidak melakukan pelanggaran dan menjaga pergaulan sosial sesuai syariat. Budaya amar ma'ruf dan nahi mungkar terus dihidupkan, sehingga orang akan merasa sungkan untuk melakukan perbuatan maksiat.

Kelima, masalah sanksi. Negara menjatuhkan hukuman terhadap para pelaku penganiaya anak atau pihak yang menjerumuskan anak pada kemaksiatan berdasarkan hukum sanksi Islam. Melarang segala bentuk ivent yang mengandung kemaksiatan, seperti konser karena terdapat campur baur dan mempertontonkan aurat, pesta minuman keras, dan sejenisnya. Negara akan memberikan sanksi tegas kepada pihak penyelenggara.

Hanya Islam yang mampu membangun karakter generasi berkepribadian Islam dan pembangunan peradaban, serta melindungi generasi dari berbagai hal yang merusak karakter dan identitasnya.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak