Oleh : Ummu Aqeela
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Bojonegoro, memicu angka perceraian. Tercatat, sebanyak 53 gugatan cerai masuk ke pengadilan agama akibat KDRT. Gugatan cerai itu diajukan oleh 53 orang istri yang mengalami KDRT. Tetapi, tidak hanya KDRT, angka perceraian juga banyak dipicu oleh judi online, dan permasalahan sosial yang angkanya mencapai ribuan kasus.
Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Sholikin Jamik mengatakan, selama Januari hingga Oktober 2022, ada sebanyak 2.731 perkara rumah tangga, seperti talak maupun gugat cerai.
"Mayoritas cerai gugat dilakukan oleh istri, jumlahya mencapai 2.030 kasus. Sedang cerai talak banyak dilakukan oleh suami jumlahnya sedikit, hanya 701 kasus," katanya, kepada wartawan. (Sindo,news, Selasa (1/11/2022).
Tidak dapat dipungkiri, dalam kehidupan suatu rumah tangga terkadang muncul polemik dan problem yang muncul dari istri atau suami sendiri. Munculnya perilaku KDRT ini disebabkan beberapa hal, diantaranya faktor kemiskinan (faktor ekonomi) dan perselingkuhan (faktor sosial/pergaulan). Faktor kemiskinan biasanya dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi keluarga yang lemah. Dimana penghasilan suami tidak mencukupi pemenuhan kebutuhan anak dan istri. Tak jarang ketika suami pulang bekerja dengan hasil yang sedikit, si istri menuntut lebih dan memperlakukan suami dengan kasar, akhirnya muncul keributan berujung KDRT.
Jika melihat faktor ini, sebenarnya masing-masing pihak berkontribusi sebagai pemicu tindakan KDRT. Harusnya suami istri mampu menjalankan perannya dengan baik. Jika pun ada kekurangan harusnya istri bisa bersikap lebih baik dengan menghargai apa yang sudah dihasilkan dari jerih payah suaminya, bukan menuntut dan memicu emosi suami atas perlakuannya.
Syariat Islam memberikan suami hak yang besar atas isterinya. Sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ.
Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya akan aku perintahkan para isteri untuk sujud kepada para suami mereka, karena besarnya hak yang Allah berikan kepada para suami atas mereka. [HR Abu Dawud, 2142. At-Tirmidzi, 1192; dan Ibnu Majah 1925. Dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Irwa`ul-Ghalil, 7/54]
Peran dan tugas suami dalam menanggulangi dan mengobatinya sehingga tidak membuat mahligai rumah tangganya pecah berantakan juga tidak kalah pentingnya. Kedewasaan dan kepiawaian suami dalam menghadapinya memberikan pengaruh dalam kesinambungan dan keutuhan rumah tangga. Terkadang kelembutan menjadi solusi pemecahannya, dan terkadang juga diperlukan ketegasan maupun sedikit hukuman dalam menghilangkannya atau mengurangi bahaya yang mungkin muncul dari problem tersebut. Disinilah sang suami harus mengetahui batas kelembutan dan ketegasan dalam mengahadapi problem hubungan rumah tangga.
Islam menjadikan suami sebagai kepala keluarga. Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. [an-Nisâ`/4:34].
Ketika menafsirkan ayat ini, al-Alusi berkata: “Tugas mereka (para suami) adalah mengurus para isteri sebagaimana penguasa mengurus rakyat dengan perintah, larangan dan sebagainya”
Sejatinya pembicaraan tentang KDRT yang terjadi di masyarakat kadang mengandung kebenaran. Tapi tidak jarang pembicaraan tersebut bermuatan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Isu KDRT tidak jauh dari induk semangnya, yaitu isu hak asasi manusia (HAM). Dimana setiap orang bebas menentukan hidupnya, menggunakan alat reproduksinya yang tertuang dalam program KRR (kesehatan reproduksi remaja) dengan siapapun dan kapan pun, remaja yang tadinya penasaran dengan penggunaan alat-alat kespro (KB) termasuk bagaimana seks yang aman yang disarankan menggunakan kondom sebagai alat pengaman akhirnya malah semakin menyuburkan perilaku bebas ini, termasuk didalamnya perselingkuhan baik antara sesama yang belum menikah maupun antara yang sudah menikah dengan yang belum menikah.
Kita harus membuka mata begitu banyaknya fakta kasus merajalela, membuktikan bahwa pengayom umat yaitu negara telah gagal dalam menjaga rakyatnya. Kenapa? Karena sistem sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan dan kapitalis yang mengikat setiap jiwa berorientasi hanya seputar materi dan ekonomi, berhasil meracuni dan menjauhkan manusia dari agama dan penciptanya. Belum lagi ditambah dengan fasilitas tontonan yang jauh dari tuntunan, bertebaran bebas tanpa batas sehingga makin menjerumuskan rakyat kedalam jurang keduniawian yang nyata. Bagaimana bisa berharap baik-baik saja, ketiga pilar pilar tidak saling menjaga. Pilar keluarga, pilar masyarakat, dan pilar negara sebagai pilar yang penting dalam pelaksanaannya. Negara adalah payung besar untuk menjaga akidah umat dari serangan yang akan menyesatkannya. Karena tanpa syari'at tentu saja semua berjalan tidak pada tempatnya.
Sebuah keluarga akan bahagia jika memahami dan mengikuti petunjuk ini. Pasangan yang serasi ialah pasangan yang membangun hubungan mereka di atas pilar ini. Sebaliknya, emansipasi yang banyak diserukan banyak kalangan pada zaman ini hanyalah fatamorgana yang seakan indah di mata, namun pahit dirasa; karena menyelisihi sunnah yang telah diatur oleh Sang Pencipta. Dan negara sebagai pilar utama haruslah tangguh, karena jiwa jiwa umat yang dalam penjagaannya kelak menjadi pertanggungjawaban penuh dihadapan pemilik segalanya.
Wallahu’alam bishowab