Halloween Berbuah Petaka; Tanggungjawab Negara Seperti Apa?



 Oleh: Tri Silvia (Pemerhati Masyarakat)


Halloween tahun ini pastinya akan jadi perayaan paling memilukan dalam catatan sejarah. Bagaimana tidak, tragedi Itaewon yang baru saja terjadi telah membawa duka. Tak hanya bagi keluarga korban dan para pejabat pemerintahannya saja (Korea Selatan). Namun pilu yang dirasakan dari tragedi tersebut, telah menjalar ke beberapa pemimpin negara dunia. Mereka turut mengucapkan duka cita yang teramat sangat bagi para korban dan keluarga yang ditinggalkan.

Hal tersebut tampak dengan munculnya pernyataan duka dari beberapa kepala negara terkait bencana yang terjadi di distrik Itaewon Korea Selatan. Salah satunya dari Presiden China Xi Jinping, "Atas nama pemerintah dan rakyat China, saya ingin menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada para korban dan menyampaikan belasungkawa yang tulus kepada keluarga mereka dan yang terluka,"

Lalu ada juga pernyataan dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden, "Kami berduka dengan rakyat Republik Korea dan mengirimkan harapan terbaik kami untuk pemulihan segera semua orang yang terluka." Kira-kira itulah yang diucapkan oleh para pemimpin negara ketika mendengar tentang tragedi tersebut, seperti itu pula lah pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo. (AntaraNews, 30/10/2022) 

Lalu, seperti apa sebenarnya fakta dari tragedi ini sendiri? Lantas bagaimana sebenarnya Islam memandang tentang perayaan Halloween? 

Berawal dari lautan manusia

Tragedi tersebut berawal dari berkumpulnya lautan manusia di satu tempat atau distrik yang bernama Itaewon. Mereka semua berkumpul bersama guna merayakan hari Halloween. Sebenarnya perayaan tersebut telah rutin dilakukan tiap tahun, namun entah kenapa pada peserta tahun ini membludak, dua hingga tiga kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya.

Bayangkan saja, saat itu ada ribuan orang datang berdesak-desakan di satu gang yang sangat sempit, dengan lebar kurang lebih 3 hingga 4 meter. Pada saat itu, potensi terjadinya kekacauan dan berdesakan tentulah sangat besar. Maka tak heran kejadian ini terjadi, hingga menelan korban 155 orang meninggal, 30 orang dalam kondisi serius, dan 122 orang mengalami luka ringan (news.detik.com, 1/11/2022). Di samping para korban tersebut, pihak kepolisian telah menerima 3 hingga 4 ribu laporan orang hilang usai kejadian. 

Pihak kepolisian Korsel sendiri telah mengakui kegagalannya dalam mengamankan acara. Mereka menyebut bahwa pihaknya gagal memperkirakan akan terjadinya tragedi tersebut, sebab menurutnya kerumunan orang yang hadir pada saat itu tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya atau sedikit lebih banyak. 

Menilik Hakikat Perayaan Halloween di Seluruh Dunia

Halloween menjadi perayaan yang populer saat ini. Banyak orang di seluruh dunia merayakannya, mulai dari orang biasa hingga para artis dan public figure. Dari sekedar berfoto-foto dengan menggunakan kostum seram, hingga adakan pesta terkait itu. Termasuk di itaewon ini, mereka berpesta pora dengan memakai kostum yang bernuansa hantu atau seram. Berjalan sambil berjoget-joget di sepanjang lorong distrik itaewon yang penuh bar dan pub penjaja minuman keras, maka tak heran jika tragedi itupun terjadi.

Tak hanya di Itaewon Korea Selatan, rakyat di Amerika, Indonesia hingga Arab Saudi sekalipun juga merayakan. Hal inilah yang kemudian menjadi sebuah keprihatinan tersendiri bagi umat Islam, bagaimana bisa orang-orang Arab yang identik dengan Islam namun nyatanya turut merayakan Halloween. Padahal jelas-jelas Islam melarang kita sebagai umatnya untuk mengikuti tradisi kaum selain Islam.

"Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut." (HR Abu Dawud)

Dan halloween jelas bukan berasal dari Islam. Perayaan tersebut bahkan disebut-sebut sebagai budaya Pagan dan Kristen yang berasal dari Samhain Night pada sekitaran abad ke-8. Dengan tujuan untuk mengusir hantu, tradisi ini mengharuskan penganutnya untuk melakukan ritual dengan menyalakan api unggun dan mengenakan kostum menyeramkan di puncak bukit. Mereka percaya bahwa di tanggal 31 Oktober, semua roh orang yang sudah meninggal akan berkunjung kembali ke rumah mereka, termasuk roh-roh jahat yang dianggap akan mengganggu bangsa Celtic.

Itulah kenapa mereka merayakan festival tersebut sehari setelahnya. Hal itu terus dilakukan hingga kedatangan bangsa Romawi, yang kemudian turut meleburkan tradisinya. Alhasil, budaya samhain itupun melebur menjadi festival Feralia yang dirayakan pada tiap akhir bulan Oktober untuk memperingati leluhur yang sudah meninggal dan penghormatan terhadap dewi panen orang Romawi, yaitu Pomona.

Dari sejarah asal usul budaya tersebut, kita bisa melihat bahwa festival ataupun perayaan halloween yang saat ini dirayakan jelas bukan berasal dari Islam. Sebaliknya, hal tersebut justru berasal dari budaya lain dan mengandung banyak sekali pemikiran-pemikiran yang telah ditepis oleh Islam. Semisal tentang roh orang yang sudah meninggal, bahwa mereka bisa kembali ke rumahnya masing-masing, atau bahwa mereka bisa membahayakan orang hidup. Sehingga harus diusir dengan menggunakan ritual tertentu.

Semua pemikiran tersebut telah ditepis oleh Islam sebab mengandung unsur-unsur kesyirikan. Orang yang sudah meninggal tidak akan mampu untuk kembali ke kehidupannya terdahulu. Mereka akan disibukkan dengan urusannya sendiri, sebab semua aktivitas yang telah mereka kerjakan di dunia sebelumnya. Alhasil, akan menjadi sangat tidak mungkin jika mereka bisa kembali ke dunia apalagi sampai-sampai disebut akan mengganggu dan mencelakai manusia yang masih hidup.

Adapun terkait dengan bentukan dari 'hantu' yang salah dikira sebagai roh tadi merupakan rupa-rupa hasil imajinasi manusia. Hasil imajinasi ini sangat terpengaruh dengan lingkungan budaya masyarakat dan persepsi mereka pada sesuatu hal yang disebut menyeramkan. 

Jadi, kesimpulannya bahwa Halloween bukanlah budaya Islam. Umat Islam haram hukumnya untuk turut merayakannya. Apalagi dengan berperilaku menyerupai hantu atau makhluk-makhluk yang menyeramkan lainnya, berpesta pora dan melakukan banyak kemaksiatan. Adapun terkait dengan banyaknya umat Islam yang turut merayakan perayaan tersebut, maka disana terdapat tanggungjawab pemerintah ataupun negara pemilik kuasa. Lalu dimana peran negara dalam hal ini? 

Negara Bertanggungjawab atas Umatnya

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ،،، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka... Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)

Hadits di atas menegaskan bahwa seorang kepala negara atau amir adalah seorang pemimpin dan ia bertanggungjawab atas rakyatnya. Artinya, ia bertanggungjawab atas segala kebutuhan rakyatnya. Tak hanya yang bersifat finansial dan fisik, melainkan juga yang bersifat spiritual atau keagamaan rakyatnya.

Seorang pemimpin wajib untuk mengatur penerapan hukum-hukum Islam secara paripurna, mulai dari urusan ibadah hingga muamalah dan sanksi. Selain itu, ia pun wajib untuk memberi pemahaman tauhid yang benar, menjaga keimanan nya (dalam hal ini umat Islam) dan berusaha untuk senantiasa menjaga martabat dan kewibawaan Islam dan umatnya. 

Termasuk dalam hal perayaan Halloween. Sebab, asal-usul yang bukan berasal dari Islam, bahkan lebih jelasnya berasal dari tradisi Kristen dan Pagan. Maka perayaan Halloween ini jelas-jelas haram, bisa merusak akidah, dan ikut merayakannya akan dianggap sebagai sikap keluar jama'ah. Alhasil, terdapat kewajiban negara untuk menertibkan aktivitas ini secara serius melalui pemberian sanksi dan lain-lain. Sebab, dakwah secara individu nyatanya tak cukup dan tak mampu untuk menghentikan aktivitas perayaan yang begitu massif di tengah masyarakat.

Itulah fungsi kepemimpinan dalam Islam yang sebenarnya. Semua akan tercukupi bahkan sejahtera di bawah naungannya. Hanya saja penerapan Islam yang paripurna mengharuskan umatnya untuk tidak mendua, artinya hanya sistem Islam lah yang diterapkan di dunia, tidak ada yang lain. Termasuk sistem kapitalisme yang saat ini sedang diterapkan. Penerapannya yang rusak harus segera dihentikan, untuk kemudian digantikan dengan yang lebih baik, yakni sistem Islam.

Sebab, hanya dengan seperti itu lah Islam akan diterapkan secara sempurna di muka bumi. Dan umat Islam akan hidup dengan aman sejahtera, penuh kebanggaan dan kewibawaan. InsyaAllah.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf : 96)

Wallahu A'lam bis Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak