Oleh : Ummu Hanif, pemerhati Sosial Dan Keluarga
Baru – baru ini, publik tengah dihebohkan dengan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak atau GGAPA yang telah terjadi pada lebih dari 260 anak. Menanggapi hal ini, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) sebagai institusi pendidikan di bidang kesehatan masyarakat menyelenggarakan seminar online seri ke-23 pada Jum’at, 28 Oktober 2022. Seminar yang berjudul “Lonjakan Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak: Perspektif Kesehatan Masyarakat” ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat umum, sivitas akademika, dan praktisi.
Salah satu dugaan kuat penyebab GGAPA ini adalah keracunan senyawa yang biasa dipakai sebagai pelarut dalam obat cair. Oleh karena itu, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP., dihadirkan untuk membahas sistem jaminan keamanan di BPOM. “Obat ini memang memiliki kemungkinan untuk menjadi penyebab kematian atau kesakitan pada GGAPA, namun banyak aspek lain yang perlu kita dalami,” terang dr. Penny. Selanjutnya, dr. Penny membahas bagaimana proses perizinan hingga pengawasan obat, peran dan kelembagaan BPOM, regulasi pengawasan pre-post market, kasus GGAPA, tindak lanjut BPOM, dan juga strategi BPOM dalam mencegah Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dan memperkuat jaminan mutu. Pada materinya, dr. Penny banyak membahas bahwa penyelidikan epidemiologi berperan penting.
Hingga Senin (24/10/2022) Kemenkes mencatat, kasus gangguan ginjal akut telah mencapai 245 kasus di 26 provinsi dengan angka kematian di atas 57%. Angka kematian tersebut menunjukkan kenaikan, di mana pada Jumat (21/10/2022) lalu, jumlah kematian yang tercatat baru 133 pasien dengan fatality rate 55%.(Cnbc Indonesia, 13/10/2022).
Hampir semua obat jenis sirup mengandung zat pelarut. Zat pelarut digunakan agar sirupnya homogen, tak ada gumpalan. Pelarut obat sirup ini antara lain propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, gilserin/gliserol. Namun, dalam setiap proses pembuatannya, pelarut ini mengeluarkan zat kimia yang tak diharapkan [cemaran]. Ibaratnya kemunculan asap ketika seseorang memasak sesuatu.
Zat cemaran dari pelarut itu adalah etilon glikol (EG), dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol butil ether (EGBE). Ketiga zat ini sudah pasti muncul, akan tetapi kadarnya tak boleh melebihi ketentuan. BPOM menyatakan kadar tiga senyawa ini tak boleh dikonsumsi melebihi 0,5mg per kilogram berat badan per hari karena akan menjadi racun.
Orang yang mengkonsumsi melebihi ketentuan ini berisiko mengalami gangguan ginjal, karena ketiga senyawa tersebut memicu asam oksalat dalam tubuh dan selanjutnya membentuk kristal tajam di dalam ginjal.
Tapi kenyataannya, obat-obat sirup dengan cemaran melampaui ambang batas ini beredar di apotik, puskesmas, rumah sakit, toko-toko, meski telah memiliki stempel BPOM yang menjelaskan obat ini aman dikonsumsi. Akibatnya ratusan anak meninggal akibat gagal ginjal setelah mengonsumsinya.(Bbc.Com, 25/ 10/ 2022 )
Nyawa warga, bukanlah hal remeh yang seharusnya diabaikan. Dalam Islam, keselamatan jiwa adalah satu hal yang sangat penting harus di jaga. Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus di utamakan. Menjaga keselamatan hidup adalah satu perkara pokok yang harus menjadi perhatian negara, apalagi negara ibarat junnah atau perisai bagi rakyatnya.Rasulullah Saw bersabda, "hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah di bandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak."
Kasus gagal ginjal akut yang sangat banyak, menyirtakan ke kita, semakin banyaknya fakta gagalnya sistem demokrasi pada tata kelola kesehatan, khususnya penanganan penyakit gagal ginjal akut ini. Padahal kesehatan adalah salah satu tonggak pembangunan kualitas generasi.
Penerapan standarisasi produk yang aman untuk kesehatan dan tentu saja halal, menjadi tanggung jawab negara. Keselamatan nyawa harus menjadi perhatian utama dan tidak boleh di kalahkan oleh pertimbangan ekonomi. Sehingga para pengusaha obat, senantiasa diawasi, dan ditindak tegas jika terbukti melalaikan kewajibannya. Wallahu a’lam bi ash showab.