Euforia Berujung Nestapa

 


Oleh Rita Yusnita
(Aktivis Dakwah)

Kabar duka berhembus dari negara bergelar Negeri Ginseng. Ratusan korban berjatuhan dan luka-luka serius. Tragedi ini terjadi di district Itaewon, Seoul, Korea Selatan. Saat ini diperkirakan korban mencapai 155 orang, 30 orang dalam kondisi serius dan 122 orang lainnya mengalami luka ringan. (detiknews.com, 1/11/2022).

Peristiwa berujung maut ini terjadi pasca perayaan Halloween pada Sabtu (29/10/2022) malam waktu setempat. Dilansir dari Reuters, Minggu (30/10), insiden tersebut terjadi ketika kerumunan besar yang merayakan Halloween di Itaewon melonjak pada Sabtu malam. Acara Itaewon Halloween 2022 merupakan pertama dalam tiga tahun setelah negara itu mencabut pembatasan Covid_19.
Beberapa saksi menggambarkan kerumunan di Itaewon menjadi semakin sulit diatur ketika menjelang larut malam. Insiden terjadi sekitar pukul 22.20 (13.20GMT). Ratusan orang berdesakan di gang sempit dan tidak bergerak hingga petugas darurat dan polisi turun.

Dilansir AFP, Minggu (30/20), petugas medis hingga warga setempat melakukan pertolongan pertama darurat kepada sejumlah korban yang berjatuhan akibat cardiac arrest alias henti jantung. Pertolongan pertama yang diberikan kepada korban yang tergeletak di jalan berupa tindakan CPR (cardiopulmonary resuscitation).

Hingga kini, pihak berwenang belum bisa menyimpulkan penyebab tragedi paling mematikan ini karena masih dalam penyelidikan. Namun, sejumlah spekulasi bermunculan dikalangan publik terkait insiden tersebut. Beberapa diantaranya ada salah satu saksi mata yang mengungkapkan bahwa insiden itu bermula dari pengguna narkoba yang bekelahi dengan beberapa orang. Kemudian, situasi semakin kacau sebab ada kecelakaan seperti hak tinggi mengenai paha seseorang. Selain perkelahian pengguna narkoba, sejumlah netizen Korea Selatan juga berspekulasi bahwa tragedi di Itaewon disebabkan oleh keracunan permen yang diduga narkoba.

Salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian berlangsung menuturkan, seseorang dengan kostum Santa Claus memberikan permen secara cuma-cuma kepada muda-mudi yang datang di kawasan itu. “ Tak lama setelah itu, banyak orang terlihat muntah-muntah dan pingsan, menyebabkan orang-orang ketakutan dan panik kabur ditengah kerumunan,” (CNN Indonesia, 1/11/2022).

Pesta Halloween berujung maut tersebut sontak menuai berbagai tanggapan, Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Korea Selatan, Lee Sang-Min, meminta maaf karena gagal mencegah kerumunan di Itaewon. “Sebagai menteri pemerintah dengan tugas melindungi nyawa masyarakat, saya menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada masyarakat,” kata Lee Sang-Min dalam pidatonya di Majelis Nasional, dikutip dari South China Morning post.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Kepala Kepolisian Korsel, Yoon Hee-Keun dan juga Wali Kota Seoul, Oh Se-hoon, keduanya meminta maaf dan mengaku bertanggungjawab atas insiden tersebut. Peristiwa tragis itu banyak menyisakan duka hingga Pejabat nomor satu Korea Seatan, Presiden Yoon Suk-Yeol mengumumkan masa berkabung nasional sampai 5 November.

Masyarakat Korea Selatan dan penduduk di berbagai belahan bumi familiar dengan pesta Halloween. Perayaan yang jatuh setiap tanggal 31 Oktober ini biasanya diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa. Dalam Perayaan ini biasanya orang-orang memakai kostum unik dan menyeramkan bahkan juga menghias rumah dengan dekorasi yang seram. Tidak sampai di situ, perayaan Halloween identik dengan sebuah lentera dari buah labu yang dibentuk menyerupai wajah Jack O’Lantern.

Asal-usul Halloween sendiri bermula dari tradisi masyarakat Celtics yang mendiami Irlandia, Scotlandia dan daerah sekitarnya. Mereka percaya pada akhir bulan Oktober arwah yang sudah mati akan gentayangan di bumi dan bisa menimbulkan kerusakan.

Bangsa Celtics pada masa lampau juga percaya bahwa kehadiran roh tersebut konon dapat membantu pendeta Celtics meramal masa depan. Oleh karena itu, pada saat perayaan mereka akan memakai pakaian yang tampak menyeramkan seperti kostum setan, iblis, alien dan lain sebagainya. Mereka akan berkumpul membuat api unggun yang besar, membakar tanaman dan hewan untuk persembahan kepada dewa. Namun ternyata kemudian hari terungkap, tradisi Halloween ini adalah hasil adopsi dari Bangsa Romawi yang berdasarkan sejarah bahwa Bangsa Romawi pernah menjajah bangsa Celtics pada awal abad pertama masehi.

Setiap tragedi mengundang empati, hal ini juga yang kita rasakan terhadap kejadian di Itaewon, Korsel. Keprihatianan kita untuk para korban tulus disampaikan. Namun, satu hal yang disayangkan ketika porsi kepedulian pemerintah kita lebih besar kepada negara lain dari pada tragedi yang terjadi di negeri sendiri.

Masih hangat dalam ingatan ketika tragedi kanjuruhan terjadi, hampir 129 orang meninggal dan sebagian lain luka-luka. Hal ini dapat kita lihat lewat akun twitter milik orang nomor satu di negara ini. “Deeply saddened to learn about the tragic stampede in Seoul. My deepest condolences to those who lost their loved ones,” @Jokowi, Minggu (30/10). Dengan kata lain Jokowi menyatakan bahwa Indonesia berduka bersama rakyat Korea Selatan. Tidak ada pernyataan serupa itu untuk korban tragedi Kanjuruhan. Mirisnya lagi, perayaan Halloween yang jelas-jelas unfaedah itu dibiarkan hidup dan berkembang di negara dengan mayoritas Muslim terbesar.

Bagaimana bisa kaum Muslim mengikuti perayaan yang sudah jelas dilarang dalam Islam. Nabi Muhammad saw. dengan tegas melarang umatnya untuk meniru kebiasaan tersebut, beliau pernah bersabda, “Siapa yang meniru kebiasaan suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut,” (HR. Abu Daud)

Sebagai Muslim yang cerdas kita juga harus menghindari hal-hal yang membawa kita pada aktivitas yang berujung mengikuti perayaan mereka atas dasar loyalitas dan rasa kebersamaan. Allah jelas melarang umat Muslim menampakkan cinta kasih kepada mereka seperti tercantum dalam sebuah firman-Nya, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka karena rasa kasih sayang padahal sesungguhnya mereka telah ingkar pada kebenaran yang datang kepadamu,” (TQS Al-Mumtahanah:1).

Jadi meski di dalamnya tidak ada ritual peribadatan, perayaan orang-orang tersebut tidak boleh dimeriahkan oleh kaum Muslim.

Saat ini kaum Muslim khususnya para generasi muda sedang diterjang oleh berbagai kenikmatan duniawi yang bersifat semu. Berbagai aktivitas hasil adopsi dari dunia Barat perlahan namun pasti mempengaruhi kehidupan mereka. Budaya yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia bahkan melanggar norma agama dengan mudah diserap oleh para generasi muda. Hal ini menunjukkan bahwa para penguasa abai terhadap proses pembinaan karakter pemuda yang akan menjadi cikal bakal pendorong peradaban bangsa pada masa yang akan datang.

Padahal dalam Islam, peran negara sangat penting dalam memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan generasi muda. Negara harus memiliki aturan yang tegas dan jelas dalam melindungi para generasi muda dari racun liberalisme yang sengaja dihembuskan oleh Barat guna menghancurkan generasi di negeri-negeri Muslim. Negara akan mampu mewujudkan generasi yang cerdas dan berahlak mulia sekaligus bertakwa hanya jika negara mengadopsi Sistem Islam.

Wallahu a'lam bisshawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak