Bullying, Potret Buruk Sistem Pendidikan Sekuler




*Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)


Entah apa yang ada di benak para pelajar di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, tega menganiaya seorang nenek. Aksi penganiayaan ini viral di media sosial. 
Total ada 6 pelajar yang diamankan polisi terkait kasus ini. Saat diperiksa polisi, mereka mengaku iseng saat menendang korban.
“Jadi untuk sementara ini, [alasan menganiaya] tidak sengaja atau iseng-iseng. Para pelajar ini [mengaku] tidak ada niat untuk melukai dan lain sebagainya,” ujar Kapolres Tapsel, AKBP Imam Zamroni, Minggu (20/11).

Aksi penganiayaan ini diketahui terjadi pada Sabtu (19/11). Dalam sebuah video yang beredar nampak awalnya para pelajar itu mendatangi korban. 
Aksi bullying atau perundungan juga kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Seorang siswa di SMP Baiturrahman, Kota Bandung, menjadi korban.
Aksi perundungan tersebut terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial. 

Dalam video yang diunggah akun Twitter @DoniLaksono, tampak seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh.
Rekan korban yang ada di dalam kelas tersebut hanya melihat aksi bully tersebut. Korban yang terjatuh juga dibiarkan dan malah ditertawakan rekan-rekannya. Dari narasi yang beredar, korban sempat dilarikan ke rumah sakit.

Bullying pelajar terhadap seorang nenek menggambarkan betapa buruk sikap pelajar saat ini. Ini menunjukan kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak anak yang berakhlak mulia dan menghormati orang tua. Di kasus lain, bullying antar pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas namun dengan kompromi yang sama sekali tidak memberi rasa keadilan kepada korban, bahkan ada kecenderungan sekolah kerap merahasiakan kasus bullying dan tidak menyelesaikanya dengan tuntas sehingga tidak terselesaikan.

Fakta ini jelas kontradiksi dengan program Sekolah Ramah Anak (SRA) yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan menyenangkan bagi anak sekolah. Menyembunyikan kasus bullying, menunjukan ketidaksiapan sekolah dalam program "Sekolah Ramah Anak" tersebut. Inilah potret buruk sistem pendidikan di negeri ini yang berasaskan sekulerisme, yaitu paham pemisahan antar agama dari kehidupan.

Pendidikan sekuler telah menjauhkan pelajar dari nilai-nilai Islam. Alhasil, identitas keIslaman yang semestinya melekat pada pelajar pun menjadi hilang. Pelajar menjadi profil berperilaku sekuleristik-liberalistik sebagaimana budaya Barat. Semua itu kemudian diperparah oleh hilangnya peran keluarga, khususnya ibu sebagai pendidik generasi. Dan juga hilangnya fungsi kontrol masyarakat, serta rusaknya sistem sosial dan sistem hukum di negeri ini akibat penerapan sistem hidup sekuler-liberalistik.

Karena itulah, kasus kekerasan khususnya yang dilakukan oleh pelajar atau pemuda tidak berdiri sendiri, melainkan bersifat sistemik. Dimana kasus ini muncul sebagai konsekuensi logis akibat diterapkannya sistem kapitalis. Merebaknya bullying dikalangan generasi tentu tidak boleh didiamkan. Umat seharusnya menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang berjalan untuk mengatur negeri ini.

Sebab Islam diturunkan oleh Allah swt untuk mengatasi seluruh problematika kehidupan. Islam memberi perhatian besar kepada generasi yang merupakan pembangun peradaban gemilang. Menghentikan kasus bullying, haruslah dilakukan dengan dua langkah yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Upaya preventif atau pencegahan dilakukan dengan mengembalikan peran keluarga, masyarakat, dan negara.

Sedangkan upaya kuratif atau pengobatan dilakukan untuk mengobati mereka yang memiliki kecenderungan untuk melakukan bullying dengan pendekatan yang akan mempengaruhi pola berpikir remaja saat mengadapi fakta kehidupan.
Sehingga mereka akan meninggalkan perilaku tersebut dengan penuh kesadaran.
Islam menempatkan keluarga sebagai tempat pendidikan dan pembentukan karakter yang terpenting bagi remaja. Orang tua haruslah memberikan teladan kepada anak-anak mereka dalam berkata dan bersikap, sebab tidak sedikit para pelaku bullying berasal dari keluarga yang rusak akibat pola komunikasi yang buruk dari orang tua. 

Orang tua hendaknya membekali anak-anak mereka dengan akidah yang kokoh dan akhlak yang terpuji. Karena itulah para orang tua khususnya ibu, juga harus membekali dirinya dengan Islam, untuk diajarkan kepada anak-anak mereka. Islam memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orang tua, akan tetapi juga butuh peran dari masyarakat, bahkan negara. 
Anggota masyarakat memiliki tanggung jawab untuk saling menasehti, mengajak pada kebaikan, dan mencegah dari tindakan yang tercela. Masyarakat tidak boleh abai terhadap permasalahan di sekitarnya, sedangkan negara memiliki peran sentral dalam menyaring segala tontonan di media yang berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian generasi.

Begitu pula, sistem pendidikan yang dijalankan oleh negara haruslah sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Sistem pendidikan Islam ini tidak hanya mencetak generasi yang mampu munguasai sains dan teknologi. Tetapi juga mencetak mereka menjadi generasi bertakwa yang takut berbuat maksiat atau pun pelanggaran.

Namun perlu dipahami, bahwa sinergitas antara orang tua, masyarakat, dan negara dalam memutus rantai bullying akan sulit untuk diwujudkan, jika tata kehidupan yang diterapkan adalah sekuler-liberal di bawah pemerintahan sistem demokrasi. Hanya tata kehidupan yang sesuai aturan sang pencipta, yakni syariat Islamlah yang mampu membangun suasana ketakwaan di tengah masyarakat hingga menjauhkan mereka dari kemaksiatan. Sistem kehidupan Islam ini terwujud dalam institusi Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak