Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Pemkab Sidoarjo meluncurkan program Berkat Sayang pemberian makan gratis bagi warga miskin, terlantar maupun sebatangkara. Program tersebut menjadi salah satu dari 17 program prioritas Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor S.IP dan H. Subandi SH.
Pengiriman langsung dilakukan Bupati kepada 5 orang lansia, sebagai perwakilan dari Desa Balongdowo dan warga Desa Ngampelsari Kecamatan Candi. Dan masih ada 730 orang lagi yang tercatat sebagai penerima program Berkat Sayang.
Para lansia ini akan mendapatkan makanan gratis setiap harinya. Sekali distribusi diberikan 2 porsi menu makanan yang berbeda dan sesuai rekomendasi Dinas Kesehatan. Selain itu bupati juga menyerahkan bantuan uang sebesar Rp. 300 ribu dan paket Sembako dari Baznas Sidoarjo.
Mudhlor mengatakan program Berkat Sayang merupakan bentuk keberpihakan dirinya kepada masyarakat tidak mampu. Program tersebut akan diberikannya selama dirinya menjabat atau hingga tahun 2024. Ia berharap kepeduliannya kepada masyarakat miskin dapat terus ia lakukannya.
Hal ini mengingatkan peristiwa Umar bin Khattab ketika memanggul sekarung gandum dari Baitul mal kepada seorang janda yang tengah merebus batu untuk menenangkan anak-anaknya yang lapar. Dengan sigap Khalifah Kaum Muslim ini memasak gandum menjadi bubur dan setelah matang langsung membantu si ibu menyuapi anak-anaknya, hingga tangis berganti dengan tidur lelap.
Sebagaimana yang disampaikan Bupati bahwa program ini adalah bentuk keterlibatannya, pun begitu dengan Umar bin Khattab, hanya bedanya, pemimpin dalam Islam adalah penjamin kebutuhan dasar masyarakatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Jadi ketika Umar bin Khattab blusukan, pada saat yang sama Umar pun sudah menerapkan syariat Islam Kaffah sebagai landasan kebijakan pemerintahannya. Negara hadir tidak hanya untuk para lansia, mereka yang sebatang kara dan terlantar tapi seluruh individu rakyat pemenuhan kebutuhan dasarnya berada dalam jaminan negara. Seperti kesehatan, pendidikan keamanan. Semuanya mudah diakses oleh siapa saja dan gratis.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam Islam, sebagaimana yang dimaksud hadist Rasulullah Saw, hubungan antara penguasa dan rakyatnya adalah kepengurusan, sehingga peran negara sangat dominan. Sedang dalam kapitalis, terbatas hanya sebagai regulator kebijakan. Syariat memberikan tuntunan, ada dua cara yang harus ditempuh negara dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, yaitu langsung dan tidak langsung.
Secara langsung, misal dengan memberikan bantuan langsung sebagaimana yang Umar lakukan. Membuka lapangan pekerjaan bagi pria atau kepala keluarga, jika ia tidak mampu maka akan dialihkan pemenuhan kebutuhan pokoknya pada kerabat atau ahli waris, jika tidak sanggup maka akan diambilkan pemenuhannya dari kas negara atau Baitul Mal.
Mekanisme tidak langsung adalah yang berkaitan dengan pelayanan jasa, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, air bersih, listrik, jalan raya, jembatan dan lainnya dipenuhi oleh negara 100 persen, juga dari Baitul mal.
Semua harta kekayaan alam, tambang dan lainnya dikelola negara sebagai wakil rakyat dan tidak boleh dikelolakan kepada asing atau korporasi. Hasil pengelolaannya, bisa dijual ke luar negeri yang hasilnya dimasukkan Baitul Mal dalam pos pendapatan umum, dikeluarkan untuk pembiayaan pelayanan jasa. Bisa pula, untuk konsumsi dalam negeri, dijual ke dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan rakyat dengan harga murah atau gratis, semisal BBM. Hasil penjualannya juga masuk Baitul Mal pos pendapatan umum.
Secara fitrah kemampuan individu masyarakat tidak sama, maka jika ada jaminan negara sehingga akses ekonomi menjadi mudah bagi setiap individu rakyat, secara alamiah akan menciptakan kesejahteraan dan keadilan. Dimana kesejahteraan dan keadilan itu tak hanya dinikmati oleh kaum lansia, miskin, sebatang kara dan terlantar, namun semuanya tanpa terkecuali, karena para kepala keluarga mudah menafkahi orang-orang yang ada dalam kewajibannya. Pun para ahli waris.
Maka, sesungguhnya kita tak bisa lagi terus menerus berpegang pada sistem aturan yang tidak memanusiakan manusia ini, tapi harus segera mencabut dan menggantinya dengan syariat Allah SWT. “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]. Wallahu a’lam bish showab.