Bahaya Pemikiran Mengintai Pelajar di Media Sosial



Oleh : Bunda Hanif

Pernahkah mendengar istilah zaman now, “Lebih baik tidak punya uang daripada tidak punya paketan.” Atau istilah, “Ketinggalan dompet tidak apa-apa asalkan tidak ketinggalan HP.” Rasanya istilah-istilah tersebut tidak asing, hampir semua orang sering mendengarnya, tidak terkecuali para pelajar. 

Pelajar yang tidak memiliki akun media sosial seperti Tik Tok, Instagram, Facebook, Twitter, Telegram dan sebagainya akan dicap kudet, ketinggalan zaman dan kurang gaul. Sehingga tidak heran jika semua pelajar menghabiskan waktunya untuk berselancar di media sosial. Bahkan sebagian besar berlomba-lomba membuat konten demi untuk terkenal atau mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Tidak perduli apakah kontennya memberikan manfaat atau tidak. 

Kemajuan teknologi saat ini, menjadikan manusia tidak bisa lepas dari digitalisasi. Berdasarkan laporan We Are Social, pada Januari 2022, jumlah pengguna aktif medsos di Indonesia mencapai 191 juta orang. Jumlah ini meningkat 12,35% dibandingkan tahun sebelumnya (17 juta orang). (rumahmedia[dot]com).

Berdasarkan hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet terbesar di Indonesia adalah kelompok remaja (13-18 tahun) yang mencapai 99,16% pada 2021-2022. (dataIndonesia[dot]id). Hasil survey tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa kelompok usia remaja / pelajar sangat aktif dalam menggunakan internet untuk menunjang aktivitasnya. 

Remaja sangat identik dengan yang namanya eksistensi. Aktif di media sosial merupakan cara mereka untuk tetap eksis dan bisa mengekspresikan dirinya. Menjalin pertemanan yang dulunya dilakukan di dunia nyata, kini beralih di dunia maya. Mereka lebih asyik berinteraksi dengan teman-temannya di media sosial. Selain itu, banyak pula remaja yang memanfaatkan media sosial demi untuk menjadi terkenal dan mendapatkan cuan. Namun tidak semua remaja seperti itu, ada juga yang bijak dalam menggunakan medsosnya, yaitu untuk memperoleh informasi dan menambah wawasan. 

Ketika kita membuka medsos, jangan heran jika kita banyak menjumpai konten-konten yang berseliweran. Mulai dari konten tentang gaya hidup seperti gaya berpakaian/penampilan, challenge makan, pacaran dan bahkan yang lebih parah lagi adalah aktivitas LGBT dan konten-konten prank yang menimbulkan korban. Sungguh miris melihat fenomena tersebut. Mengapa demikian? Demi untuk menjadi terkenal dan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, seringkali mengabaikan nilai-nilai moral bahkan agama. Konten-konten yang merusak generasi muda bahkan sampai mengambil korban jiwa, sudah tak terbilang jumlahnya. Tidak ada lagi baik dan buruk, bahkan halal dan haram.

Jika kita cermati lebih dalam, sejatinya ada bahaya pemikiran yang mengintai pelajar ketika menggunakan medsos. Musuh-musuh Islam tidak pernah berhenti untuk merusak generasi agar makin jauh dari Islam. Mereka tidak ingin Islam bangkit seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Mengapa demikian? Karena bagi mereka, kebangkitan Islam adalah kehancuran bagi mereka. 

Akar dari permasalahan ini sebenarnya adalah akibat diterapkannya paham liberalisme. Paham ini adalah paham yang mengusung kebebasan dalam bertindak. Orang yang menganut paham liberalisme, selalu menjunjung tinggi hak-hak individu. Manusia bebas berpendapat, bertingkah laku, beragama dan berekonomi. Karena adanya kebebasan inilah, tidak ada kontrol dari setiap perbuatan yang mereka lakukan. Dampaknya, merusak dan bahkan membahayakan orang lain. 

Paham liberalisme sengaja digencarkan oleh musuh-musuh Islam, yakni Barat untuk merusak generasi muslim. Mereka dijauhkan dari agamanya dan pada akhirmya meninggalkan agamanya. Padahal di dalam Islam, kehancuran umat dimulai sejak meninggalkan agamanya. Bisa kita bayangkan jika pelajar muslim aktif di medsos, tetapi yang mereka sebarkan adalah pemikiran di luar Islam, pasti terjadi kehancuran. 

Sebenarnya paham liberalisme sudah sejak lama merasuk ke dalam jiwa masyarakat. Hanya saja kita tidak menyadarinya. Musuh-musuh Islam begitu lihainya menyerang pelajar muslim dengan segala hal yang menyenangkan dan membuat mereka nyaman. Lambat laun mereka menjadi terbiasa dan tidak sadar apakah setiap perbuatannya mendatangkan ridha Allah atau justru murka Nya. 

Keadaan semakin parah dengan digencarkannya konten-konten tentang Islamophobia dan Islam moderat. Ini sangat berbahaya karena bisa mempengaruhi pemikiran mereka. Mereka tentu akan berbuat sesuai dengan pemikiran dan pemahaman yang mereka dapat setiap harinya melalui medsos. Padahal Islam mengajarkan umatnya untuk berani menyampaikan kebenaran yang datangnya dari Allah swt. 

Pelajar merupakan kelompok usia yang penuh potensi. Potensi dan kreativitasnya harusnya digunakan untuk kepentingan dakwah demi kemaslahatan umat, bukan justru sebaliknya. Pelajar yang menggunakan medsosnya untuk kepentingan dakwah dan menebar kebaikan, harus siap dicap sebagai pelajar radikal. Bahkan guru-gurunya pun dihimbau untuk mewaspadai dan memantau pelajar yang aktif dalam kajian-kajian Islam. 

Bagaimana Islam memandang hal tersebut?
Islam adalah satu-satunya agama yang melindungi pemikiran umatnya. Allah menciptakan manusia dengan diberi akal agar mampu berpikir. Dengan berpikir, seseorang dapat memiliki pemahaman. Dan pemahaman tersebut akan menuntun seseorang melakukan suatu perbuatan sesuai pemahamannya. Bisa dibayangkan jika pemahaman yang didapat adalah pemahaman yang keliru bahkan menyimpang dari Islam. 

Sebagai pelajar muslim, seharusnya menyadari sepenuhnya bahwa akidah Islam sangatlah penting dalam meningkatkan kualitas pemikirannya. Pemikiran yang sesuai dengan Islam akan menuntun seseorang bertingkah laku sesuai syariat Islam. Untuk mencapai itu semua, tentunya hanya didapat dengan terus menerus mengkaji Islam. 

Peran orang tua dan guru juga sangat penting dalam memberikan pendidikan agama, agar pelajar muslim tidak jatuh dalam pemikiran di luar Islam yang merusak, seperti liberalisme, kapitalisme dan sekulerisme. Masyarakat juga harus beramar makruf nahi munkar. Saling mengingatkan antar anggota masyarakat, sehingga bisa terus hidup dan ketaatan. Dan yang terakhir adalah adalah peran negara. Negara bertanggung jawab dalam melindungi pemikiran masyarakatnya. Karena hanya negara yang bisa menetapkan kebijakan yang diberlakukan untuk semua masyarakat. Bisa melalui sistem pendidikan Islam dengan menerapkan kurikulum Islam. Hal ini akan mampu mencetak generasi muslim menjadi generasi cemerlang, tidak hanya berkepribadian Islam namun juga handal dalam agama dan ilmu pengetahuan.

Wallahu ‘alam bisshowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak