Oleh: Yuni Nisawati
Pegiat Literasi
Perlambatan ekonomi dan lonjakan inflasi di negara tujuan ekspor megakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut banyak terjadi di pabrik sepatu dan tekstil dalam negeri. Karena adanya perlambatan ekonomi dibeberapa negara maju seperti Amerika Serikat, China, dan Eropa. (www.cnbcindonesia.com, 2022/11/06)
Pemutusan hubungan kerja menjadi masalah baru didalam negeri. Pasalnya dengan adanya pemutusan hubungan kerja tersebut, banyak yang akan kehilangan mata pencaharian. Ini akan menjadi beban baru untuk rakyat yang memiliki banyak kebutuhan dan tanggungan. Disisi lain pemerintah terus memaksakan kebijakan-kabijakan yang tidak perlu.
Indonesia yang terlalu bergantung kepada ekspor dan impor membuat Indonesia mengalami kesulitan bila hal-hal tak terduga terjadi. Seperti halnya invasi Rusia ke Ukraina, perlambatan ekonomi dibeberapa negara maju, dan lain sebagainya yang membuat ekspor dan impor terganggu.
Memang seharusnya kita menjadi negara yang mandiri. Namun, karena pemerintah lebih mengutamakan asing dan aseng, membuat negara Indonesia sulit menjadi negara yang mandiri dan lepas dari asing maupun aseng. Karena pemerintah lebih memikirkan untung dan rugi dibandingkan dengan kesejahteraan rakyatnya.
Keuntungan dan kekuasaan yang pemerintah inginkan. Sehingga mengorbankan rakyatnya untuk kepentingannya. Bila kita kilas balik tentang UU Cipta Kerja pun dibentuk untuk keuntungan golongan-golongan tertentu dan merugikan pekerja.
Indonesia lebih mengutamakan produk-produk luar dan mengekspor produk-produk dalam negeri. Harusnya kita lebih mengutamakan produk-produk dalam negeri untuk dipakai masyarakat. Sehingga tidak bergantung produk-produk dari luar dan tidak bergantung kepada ekspor, impor. Namun hal tersebut sulit dicapai karena dominasi oleh asing dan aseng di Indonesia. Semua dikuasai mereka karena Sistem Kapitalis.
Hukum yang dibuat oleh manusia, akan menguntungkan bagi si pembuat itu sendiri. Jika hukum tetap dipegang dan dikendalikan oleh manusia, akan selamanya hukum-hukum akan dibuat sesuai keinginan dan nafsu mereka secara pribadi. Baik untuk golongan-golongan tertentu yang membeli hukum tersebut atau untuk keuntungan si pembuatnya sebagaimana pembuat dan pengendali hukum. Tak jarang kebijakan dan hukum yang mereka buat mengorbankan rakyat demi kepentingan dan keuntungan mereka secara pribadi.
Karena keserakahan manusia, Allah menciptakan hukum islam untuk keadilan semua umat. Karena bagaimanapun manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas. Hal tersebut yang membuat mereka mustahil untuk membuat atau pun mengendalikan hukum. Karena pasti mereka akan membuat hukum sesuai keinginan mereka, atau bahkan nafsu mereka. Hukum islam dibuat untuk keamanan, keadilan, dan kesejahteraan umat. Sehingga tidak ada kerusakan seperti ini. Baik secara ekonomi, akhlak, moral, dan lain sebagainya.
Sebaik-baiknya hukum adalah hukum islam. Hukum yang lebih mementingaan rakyat, hukum yang tegas. Jika menelisik lebih dalam tantang hukum islam, kita akan paham bagaimana islam mengatur semuanya. Termasuk sumber daya alam yang dikelola hanya untuk kesejahteraan rakyaat. Berbeda dengan hukum kapitalis yang dikuasai dan dimonopoli pihak-pihak tertentu. Namun bagitulah manusia, justru banyak diantara kita yang justru membenci hukum islam yang luar biasa ini tanpa tahu seperti apa hukum islam tersebut. Enggan mencari tahu, acuh dan justru memusuhinya, bahkan lebih memilih hukum kapitalis yang menyengsarakan.
Sudah waktunya kita keluar dari hukum kapitalis yang semakin merusak. Merusak ekonomi, merusak akhlak, moral dan pikiran-pikiran kita. Kembali kepada hukum yang sudah Allah ciptakan untuk kita. Hukum Islam yang kaffah.
“Saya mendengar Rasulullah SAW berdo’a dirumahku ini: ‘Ya Allah! Barangsiapa yang memegang urusan (menjabat) suatu urusan umatku lalu dipersulitnya urusan mereka, maka persulit pulalah orang itu! Dan barangsiapa yan memegang urusan suatu urusan umatku lalu mereka berlaku lembut (mempermudah) kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada orang itu.” (HR Muslim)
Wallahualam bissawab.