Oleh : Mimin Aminah,
Ibu Rumah Tangga, Ciparay - Kab. Bandung.
Pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya menimbulkan duka yang mendalam bagi dunia persepakbolaan Indonesia, ratusan Aremania dinyatakan meninggal dunia dan lainnya mengalami luka luka akibat kejadian ini.
Muhammad Riandi Cahyono merupakan salah satu Aremania yang turut menjadi korban dalam tragedi tersebut, pada saat kejadian Riandi tak menampik ikut turun ke lapangan bersama Aremania yang lainnya, hal ini semata-mata untuk menyampaikan protesnya karena Arema FC kalah dengan Persebaya Surabaya, bukannya mendapat respon positif Riandi justru mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, banyak Aremania yang dipukul oleh petugas, sehingga membuat ia kecewa dan sedih ditambah lagi petugas melakukan penembakan gas air mata ke suporter, berdasarkan pengamatan Riandi gas air mata ditembakan ke arah dekat papan skor, tak hanya diarea stadion, gas air mata juga ditembakan ke luar stadion dan situasi ini menyebabkan banyak suporter sesak nafas hingga jatuh kesakitan. Tak hanya Randi, Zulkarnain (20 tahun) dan Aldita Putri juga turut menjadi korban, keduanya sama-sama ikut terinjak sehingga mengalami luka ringan, hal ini karena mereka panik saat gas air mata ditembakkan ke arah suporter. (Republika.co.id).
Senin,1Oktober 2022 menjadi malam yang kelam bagi Indonesia, stadion Kanjuruhan Malang itu menjadi saksi bisu peristiwa mematikan di arena pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya. Sebanyak 125 orang meninggal, 302 luka ringan, dan 21 luka berat, pertandingan sepak bola itu berakhir dengan tragis. Sontak tragedi ini menyedot perhatian dunia Internasional, siapa sangka peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan, juga menjadi akhir bagi kehidupan ratusan orang, peristiwa ini tentu menjadi duka yang mendalam bagi semua rakyat Indonesia.
Pertandingan sepak bola adalah olah raga bergengsi yang mempertaruhkan banyak uang dan modal, lumrahnya dalam setiap kompetisi, pasti ada yang menang dan ada yang kalah, dan kenyataan ini harus diterima dengan lapang dada baik menang ataupun kalah, tapi tidak bagi suporter yang fanatik, fanatisme suporter melahirkan pembelaan yang membabi buta terhadap klub kesayangannya, ketika melihat tim kebanggaannya kalah mereka tidak terima, emosi, marah lalu memunculkan kerusuhan dan kerusakan padahal sepak bola hanyalah olah raga dan permainan, fanatik buta suporter terhadap tim kebanggaannya turut memicu di setiap kerusuhan yang terjadi di lapangan hijau, disisi lain aparat menunjukan tindakan represip dalam menghadapi kerusuhan yang terjadi, hal ini nampak pada penggunaan gas air mata yang sejatinya dilarang penggunaannya dalam pertandingan sepak bola tetapi tetap digunakan, sehingga timbul kepanikan yang pada akhirnya banyak yang meningga karena sesak nafas dan tergencet.
Dalam Islam, olah raga dalam rangka untuk menjaga kesehatan, kebugaran, dan keterampilan sangat dianjurkan tetapi tidak dibenarkan permainan yang menimbulkan kesia-siaan sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 185 yang artinya "kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan".
Bermain, berolah raga, dan bersenda gurau sebenarnya tidak mengapa asalkan tidak melalaikan tujuan hidup kita di dunia, jangan sampai kita terjebak dalam berbagai kegiatan yang tidak mendatangkan suatu manfast di dunia dan di akhirat.
Islam mengarahkan umat untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang memberi manfaat dunia dan akhirat, seperti tolabul 'Ilmi, berdakwah, namun demikian Islam menganjurkan olah raga untuk keterampilan kaum Muslimin sebagai bekal untuk jihad, tetapi Islam melarang fanatik terhadap golongan karena Islam tidak membedakan antara suku kelompok, dan bangsa. Islam melarang berbangga- bangga atas kesukuan atau golongan karena Islam menghargai perbedaan, berbeda bukanlah alasan untuk saling memusuhi, mencela dan menghina, andai tidak ada fanatisme dan juga aparat yang bertindak tepat menghadapi persoalan tentu tidak akan ada nyawa yang melayang.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini