Oleh: Ita Mumtaz
Dunia permainan olahraga, khususnya persepakbolaan di Indonesia dirundung duka yang mendalam. Tragedi memilukan telah melukai jutaan penggemar olah raga merakyat yang sering dibuat event pertandingan ini.
Pertandingan sepak bola yang diadakan di Stadion Kanjuruhan, Malang, antara Arema FC vs Persebaya pada tanggal 1 oktober 2022 lalu telah memicu kerusuhan. Ricuh antara 2 supporter masing-masing ditambah petugas polisi yang mengamankan kerusuhan.
Korban jiwa pun tak terelakkan, menambah deretan panjang catatan kelam persepakbolaan.
Kepolisian telah mengupdate data korban yang tercatat dengan total 678 orang, terdiri dari 131 orang meninggal dunia dan 547 orang yang mengalami luka-luka. 547 orang luka-luka ini terdiri dari 481 orang luka ringan, 43 orang luka sedang, 23 orang luka berat.(Kompas.com)
Jumlah korban jiwa sebesar ini disebabkan kerusuhan supporter dan juga petugas kepolisian yang menembakkan gas air mata sehingga menambah parah insiden ini. Penembakan gas air mata tak hanya diarahkan ke supporter di tengah arena tapi juga kepada mereka yang berada di tribun. Hal inilah yang menimbulkan kontroversi dan saling menyalahkan antara pecinta sepak bola dan aparat kepolisian. Masing-masing memiliki argumen sendiri untuk membela diri.
Tragedi yang banyak membuat keluarga kehilangan anggotanya ini memang sangat disayangkan. Tanpa menghilangkan rasa empati kepada korban dan keluarga, semua itu bisa terjadi karena adanya fanatisme golongan yang berlebihan. Sehingga sepak bola yang sebenarnya hanya olah raga dan permainan saja, malah diorganisasi sedemikian dan dijadikan event besar yang bisa memupuk rasa kebanggaan terhadap kelompoknya.
Banyak pihak mengatakan yang menjadi penyebab tragedi ini adalah kebrutalan aparat. Memang jika melihat bagaimana gas air mata yang dilempar di dalam stadion dalam kondisi pintu tertutup, maka masyarakat sudah bisa menilai bahwa yang dilakukan aparat sungguh menyalahi aturan.
Jadi masing-masing memiliki tentu tanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Masyarakat sangat berharap pihak aparat bisa diadili sesuai kejahatan dan kesalahan yang dilakukan sehingga berefek pada penghilangan nyawa ratusan jiwa, bahkan banyak juga dari kalangan wanita dan anak-anak.
Penonton yang datang dengan membawa rasa fanatisme golongan pun akan dimintai pertanggungjawaban. Bagaimana dan dalam kondisi apa manusia meninggal dunia juga akan tercatat dalam perhitungan Allah.
Jadi permasalahan ini sangat berkaitan dengan semua pihak yang memiliki tanggung jawab atas tragedi ini. Kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita betapa mengerikan rasa fanatisme kelompok jika dipelihara dalam diri manusia.
Fanatisme golongan sebenarnya merupakan sebuah ikatan kelompok berlandaskan sekulerisme, yaitu konsep pemahaman pemisahan agama dari kehidupan. Ikatan fanatisme ini sifatnya rapuh dan lemah karena munculnya dari naluri gharizatul baqa' (mempertahankan diri).
Kerusuhan yang disebabkan adanya fanatisme dalam permainan yang terorganisir ini seringkali terjadi dalam event sepakbola, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Namun hingga saat ini, pertandingan yang senantiasa menumbuh suburkan fanatisme golongan ini tidak pernah dipertanyakan oleh masyarakat.
Mereka sudah terbuai dengan berbagai permainan yang sengaja diciptakan oleh musuh-musuh Islam untuk melalaikan umat Islam dari berbagai permasalahan yang melilit negerinya. Negara pun terkesan membiarkan bahkan memfasilitasi permainan semacam ini. Ketika ada korban nyawa pun pemimpin negeri ini terlihat santai saja. Padahal di dalam Islam, satu nyawa manusia sangatlah berharga.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat al-Maidah ayat 32.
مِنۡ اَجۡلِ ذٰ لِكَ ۚكَتَبۡنَا عَلٰى بَنِىۡۤ اِسۡرَآءِيۡلَ اَنَّهٗ مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِى الۡاَرۡضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَمَنۡ اَحۡيَاهَا فَكَاَنَّمَاۤ اَحۡيَا النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَلَـقَدۡ جَآءَتۡهُمۡ رُسُلُنَا بِالۡبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيۡرًا مِّنۡهُمۡ بَعۡدَ ذٰ لِكَ فِى الۡاَرۡضِ لَمُسۡرِفُوۡنَ
"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya, Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi, kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi."
Namun miris sekali, tragedi Kanjuruhan kemarin justru menyisakan masalah besar akibat aparat yang begitu arogan menembakkan gas air mata ke rakyat. Padahal penggunaan gas air mata telah dilarang dalam regulasi Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA. Semestinya aparat sebagai pelindung rakyat harus fokus kepada pelayanan rakyat, bukan malah sebaliknya, sangat represif terhadap rakyat.
Sesungguhnya ikatan yang benar dan kuat di dalam Islam adalah ikatan akidah. Bukan ikatan golongan, nasionalisme, kesukuan, dan semacamnya. Dari akidah Islam inilah seharusnya penguasa memahami kewajibannya untuk mengayomi rakyat, termasuk aparat yang merupakan representasi dari penguasa. Wallahu a’lam bish-shawwab
Tags
Opini