SDA Dikelola Asing, Kerugian Negara Tiada Banding



Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)



PT Freeport Indonesia akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp 282,32 triliun (kurs Rp 15.179) hingga tahun 2041 nanti. Hal ini disampaikan oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson ketika memberikan orasi ilmiah di Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Selasa (4/10).

Richard menjelaskan, PT Freeport Indonesia dalam periode 1973 hingga 2021 telah menggelontorkan dana investasi sebesar USD 18 miliar. Angka tersebut akan bertambah USD 18,6 miliar hingga 2041 mendatang.
Nilai investasi tersebut terbagi menjadi USD 15,6 miliar untuk penanaman modal dan sebesar USD 3 miliar akan digunakan untuk membangun smelter di Gresik Jawa Timur.

"Kita berencana menggelontorkan tambahan hampir USD 20 miliar, dan USD 3 miliar untuk membangun smelter di Gresik. Itu  membutuhkan modal yang sangat besar tapi manfaat ekonominya sangat terasa," kata Richard.

Adapun pembangunan smelter di Gresik ini memiliki kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat. Smelter ini dibangun di atas lahan dengan luas area mencapai 100 hektare. Saat ini progres pembangunan smelter mencapai 39,9 persen dan sudah menyerap anggaran mencapai USD 1,3 miliar.

Ditargetkan akhir 2022 nanti pembangunan smelter di Gresik ini rampung 50 persen dengan anggaran mencapai USD 1,5 miliar. Selanjutnya pada akhir 2023 ditargetkan mechanical construction selesai dan pada pertengahan 2024 produksi bisa berjalan.

"Saya disana bulan lalu, kita membuat progres yang besar. Kita memberi saran ke Presiden bahwa kita bekerja dengan rajin untuk menyelesaikan pada awal 2024," kata Richard.
Richard menegaskan, bahwa proyek Freeport di Indonesia ini tak hanya menguntungkan pihak perusahaan saja. Dia mencatat ada banyak manfaat yang bisa diambil untuk kas negara.

Adapun pihaknya mencatat, dalam periode 1992-2021, manfaat langsung yang diterima negara dari beroperasinya Freeport di Indonesia mencapai USD 23,1 miliar. Penerimaan negara tersebut didapatkan dari pajak, royalti, dividen, hingga biaya dan pembayaran lainnya. Richard optimis manfaat untuk negara tersebut akan terus bertambah seiring dengan bisnis Freeport yang semakin berkembang di Indonesia.

Sekilas jika dilihat, maka akan nampak kesepakatan ini bagaikan prospek bagus bagi negara, dimana Indonesia akan mendapatkan keuntungan lebih besar dari penambahan investasi tambang Freeport. Namun sejatinya Indonesia mengalami Kerugian besar karena kekayaan alam yang seharusnya dikuasai dan dinikmati 100% oleh rakyat justru jadi milik asing.

Beginilah jika pengelolaan SDA menggunakan sistem kapitalisme, sistem ekonomi kapitalis neoliberal telah melegalkan pihak swasta untuk mengelola kekayaan alam. Alhasil, pendapatan yang besar dari tambang-tambang Indonesia mengalir deras ke kantong para investor, sementara rakyat hanya mendapat janji manis kesejahteraan tanpa kenyataan.

Lebih dari itu, negara dalam kapitalisme hanya berperan sebagai regulator, pemulus kebijakan pro pemilik modal yang menyokongnya naik ke kursi jabatan. Sistem kapitalisme menjadikan kekuasaan bukan di tangan rakyat melainkan di tangan para pemilik modal. Kalaupun pemerintah menyerahkan pengelolaan tambang pada asing dengan alasan tidak memiliki kapasitas dalam mengelola, sungguh ini merupakan anggapan yang mengada-ada. Buktinya, Indonesia memiliki BUMN tambang, seperti PT Aneka Tambang (Antam).
Dengan demikian, artinya Indonesia tak memiliki kekurangan sedikitpun dalam kapasitas sumber daya manusia.

Kondisi ini jelas berkebalikan dengan pengelolaan tambang dalam Islam, SDA tambang emas misalnya yang jumlahnya sangat banyak dalam pandangan Islam adalah milik rakyat. Barang tersebut merupakan kepemilikan umum atau milkiyah ammah, semua itu wajib dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Sungguh ironis jika kekayaan alam yang jumlahnya melimpah itu hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Syekh Abdul Qadim Zalum dalam Kitab al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah mengatakan, "Barang tambang yang depositnya besar baik yang ditambang secara terbuka seperti garam dan batubara ataupun tertutup seperti minyak, gas, emas, dan besi.." "Dan peralatan untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi dapat dikategorikan milik umum atau milik negara,"

Tambang yang dikelola freeport di Papua merupakan kekayaan milik umum yang tak mudah dimanfaatkan secara langsung oleh tiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya yang besar. Maka dari itu, wajib dikelola secara langsung oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat.
Haram hukumnya memberikan kewenangan pengelolaan SDA milik rakyat kepada swasta.

Adapun hasil dari pengelolaan SDA untuk barang tambang yang tak dikonsumsi rakyat, semisal emas dan batubara bisa dijual di dalam maupun keluar negeri dan keuntungannya dibagi ke seluruh rakyat dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah sakit gratis, dan berbagai pelayanan umum lainnya.

Dengan cara ini, kekayaan alam akan benar-benar terdistribusi secara merata dan kesejahteraan rakyat akan terwujud nyata. Sungguh aneh jika masih ada rakyat yang tidak bisa bersekolah, gelandangan, tidak mampu berobat, bahkan mati kelaparan, sementara mereka hidup di tengah kekayaan alam yang melimpah ruah.

Untuk mengembalikan tambang ke pangkuan rakyat, umat harus kembali pada syariah Islam. Selama pengelolaan SDA didasarkan pada aturan kapitalis tak akan banyak manfaatnya bagi rakyat, sebaliknya pengelolaan SDA yang optimal dan membawa berkah hanya akan terwujud dalam penerapan sistem ekonomi Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak