Pergaulan Bebas, Problem Besar Dunia Pendidikan





Oleh: Tri S, S.Si


Pergaulan bebas menjadi problem besar di dunia pendidikan saat ini. Seorang siswi SMA di Karanganyar saat mengikuti KBM jam pelajaran kedua mengeluh sakit perut yang hebat. Pihak sekolah kemudian membawa siswi tersebut ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Betapa mengejutkan, karena saat diperiksa petugas kesehatan, siswi tersebut sedang mengalami kontraksi untuk melahirkan. Puskesmas kemudian merujuk siswi tersebut ke rumah sakit daerah untuk mendapatkan pertolongan dalam proses melahirkan. Dan hal ini menjadi berita yang menggemparkan baik lingkungan sekolah maupun warga sekitarnya (Solopos.com, 8/9/2022).


Sebelumnya, saat terjadi pandemi, telah terjadi kenaikan siswi hamil di beberapa daerah di Indonesia seperti salah satunya di kota Tasikmalaya. Dilansir dari star.grid.id, 9 Mei 2020, dilaporkan sekitar 3.219 perempuan hamil selama masa himbauan stay at home. Jumlah itu berarti meningkat 105 persen dari tahun sebelumnya pada bulan yang sama. Sungguh, fenomena yang amat miris bagi orang tua dan masyarakat pada umumnya atas pergaulan bebas anak-anak masa kini. Betapa tidak, selain generasi telah melakukan kemaksiatan yang nyata, masa depan mereka juga terancam karena nasib pendidikan mereka tentu akan mandek untuk berganti mengurus anak.


Disisi lain, karena fenomena siswi yang hamil di luar nikah ini makin lama maka marak. Pemerintah lewat Kemendikbud justru memberikan aturan pelonggaran kepada siswi yang hamil diluar nikah untuk tetap mengikuti proses pembelajaran termasuk mengikuti ujian nasional. Hal tersebut tegas dituangkan dalam peraturan Menteri sejak masa M.Nuh maupun Anies Baswedan. Ini dilakukan berdasarkan amanah UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2 serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan khususnya pada Pasal 10 ayat 1 dan ayat 3.


Kasus siswi melahirkan di sekolah sepatutnya menyadarkan bahwa kelonggaran aturan untuk siswi hamil atas nama hak anak justru membuka lebar siswi hamil diluar nikah. Aturan tersebut tentu saja ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi tetap memberikan hak bagi warga untuk mendapatkan Pendidikan, di satu sisi kelonggaran tersebut seolah-olah tidak menjadi cambuk dan shock terapi bagi generasi demi mengurangi jumlah kehamilan di kalangan pelajar. 


Pergaulan bebas di satu sisi hampir tidak ada rem lagi di masa kini. Gempuran media dalam arus liberalisasi berupa gaya hidup bebas hampir tak mampu lagi dibendung. Sedangkan benteng pertahanan yang berupa penanaman aqidah dari keluarga, nilai-nilai agama yang menjadi kontrol dalam masyarakat juga makin memudar. Terlebih tidak ada aturan yang tegas yang melarang perzinaan.


Problem sistemik ini tak cukup disolusi dengan penyuluhan tentang seks bertanggung jawab. Maka persoalan utama yang sebenarnya harus diselesaikan terlebih dahulu adalah pergaulan bebas remaja. Hal ini akan tetap menjadi persoalan sulit manakala lingkungan yang mengelilingi remaja adalah lingkungan yang bebas nilai dengan akses media termasuk pornografi dan pornoaksi yang juga demikian bebas.


Hal tersebut merupakan konsekuensi yang lazim tatkala negara ini menerapkan sistem demokrasi dan sekularisme yang memang menerapkan nilai-nilai kebebasan termasuk kebebasan berperilaku. Apalagi kemudian diadopsi dalam pembelajaran di sekolah bahwa kebebasan berperilaku ini diiringi dengan tanggungjawab. Boleh bebas melakukan zina asalkan setelah itu bertanggungjawab. Padahal hal tersebut merupakan cermin robohnya sistem sosial dalam masyarakat.


Sabda Rasul, bila zina dan riba telah marak, maka tunggulah kehancuran masyarakat tersebut. Mencerminkan bahwa zina merupakan musibah yang amat besar. Bahkan apabila seseorang berzina, maka laknat Allah juga menyebar hingga 40 rumah di sekelilingnya. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri. Karena fitrah manusia adalah taat terhadap segala aturan Allah. Fitrah manusia adalah hidup dengan terikat aturan-aturan. Aturan yang bisa membuat ketentraman dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Apalagi kalau bukan aturan syariat Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan hadis dan sebagainya.


Dalam Islam segala bentuk pergaulan bebas apalagi zina adalah haram yang pelakunya dihukum berat berupa cambuk dan rajam sampai mati bagi yang telah menikah. Islam juga melarang hal-hal yang dapat mengantarkan kepada perzinaan seperti khalwat/berdua-duaan, campur-baur laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar’i media yang dapat mengundang munculnya syahwat dan sebagainya. 


Karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala potensinya diantaranya adalah potensi untuk melestarikan keturunan berupa kesukaan terhadap lawan jenis. Dan inilah yang harus diatur, bukan dibebaskan pemuasannya. Segala aturan yang mampu mencegah dan mengatasi pergaulan bebas hanya akan mampu terlaksana ketika negara menerapkan Islam secara menyeluruh bukan demokrasi yang sangat lekat dengan kebebasan dimana-mana. 


Dalam sistem Pendidikan Islam, anak perempuan yang masih menempuh Pendidikan bukan berarti tidak boleh menikah dan hamil, karena menikah merupakan sunah ibadah yang diperuntukkan untuk pemuda pemudi yang telah siap. Dan semua problem sistemik ini harus diubah secara menyeluruh yaitu mengubah kurikulum Pendidikan dan juga tata pergaulan yang sesuai dengan aturan Islam. Wallahualam bi showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak