Oleh: Tri S, S.Si
Keputusan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada tanggal 3 September 2022 sungguh sangat melukai hati rakyat. Kesusahan hidup yang rakyat temui dalam kehidupan sehari-hari seolah tak bertepi. Pasalnya, kenaikkan harga BBM akan dibarengi dengan melonjak nya harga transportasi dan harga barang, Inflasi semakin tinggi dan daya beli masyarakat akan lebih terpuruk.
Aksi penolakan atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM terus dilakukan dari berbagai kalangan masyarakat mulai dari mahasiswa, buruh, aktivis, pengemudi ojek online dan lain sebagainya. Namun, ditengah aksi masyarakat menyampaikan aspirasinya di depan gedung DPR, Aura kebahagiaan justru sedang dirasakan oleh Ketua DPR Puan Maharani, karena disela-sela sidang paripurna para anggota dewan memberikan ucapan selamat ulang tahun kepadanya.
Hal ini menyedot perhatian masyarakat dan menuai banyak kritikan, salah satu nya dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Lucius mengatakan, momen tersebut memperlihatkan seberapa serius komitmen DPR sebagai wakil rakyat. Dia menilai momen itu mengolok-olok rakyat, ketika rakyat sedang berpanas panas menolak kenaikkan harga bbm, sedang DPR di ruangan dingin berleha-leha merayakan ulang tahun ketua DPRnya (detiknews, 07/09/2022).
Sidang Paripurna yang diselingi dengan perayaan HUT Puan Maharani menggambarkan ironis DPR sebagai wakil rakyat. Para elite politik yang seharusnya bergerak dan bertindak atas nama rakyat seperti mati rasa. Bahkan untuk sekedar menemui masa yang sedang berdemonstrasi dan mendengarkan aspirasi pun tidak dilakukan. Mereka memilih untuk tidak merespon tuntutan publik dan mengabaikan masa pendemo. Sikap ini menggambarkan ketidakpekaan para pejabat terhadap masalah yang dihadapi rakyat. Seolah mereka tak peduli dan tak berempati terhadap penderitaan rakyat.
Para elite politik yang harusnya memperjuangkan bagaimana nasib rakyat ini dientaskan, malah asyik dengan kepentingnnya sendiri. Padahal mereka adalah pejabat publik yang digaji dari uang rakyat. Seharusnya dalam kondisi seperti ini peran mereka sangat dinantikan untuk mendorong penguasa menolong rakyat. Di tangan mereka ada tanggung jawab dan kewenangan yang melekat untuk melayani rakyat. Tapi nyatanya, lagi-lagi yang dirugikan adalah rakyat, kepentingan mereka diabaikan.
Menurut pakar ekonomi syariah Arim Nasim, secara individu mereka yang menjadi pejabat, secara umum pola pikir mereka tidak untuk memberikan pelayanan pada rakyat, tapi untuk mendapatkan tujuan duniawi. Maka yang dibayangkan oleh para pejabat adalah identik dengan fasilitas dan sarana untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan jabatannya. Ini adalah konsekuensi logis dari sistem demokrasi.
Sayangnya, pemimpin adil tidak mungkin lahir dari sistem zalim demokrasi. Sistem zalim ini hanya bisa menghasilkan pemimpin zalim, tidak amanah dan jauh dari sifat adil. Nafsu jabatan dan kekuasaan telah mencengkeram mereka, yang muncul akhirnya pengkhianatan atas amanah yang diberikan oleh rakyat. Islam sangat mendorong agar para pemimpin maupun pejabat negara selalu bersikap adil.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum muslim, kemudian dia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya".(HR Al bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, jabatan bukanlah tempat empuk untuk meraup ketenaran, kekuasaan atau harta. Kepemimpinan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat. Pengkianatan terhadap amanah rakyat adalah dosa besar. Karenanya pemimpin harus terikat dengan ketakwaan, takut kepada Allah.
Dengan kata lain, jabatan sebenarnya adalah beban yang bila tidak ditunaikan dengan sebaik-baiknya, akan membawa pada kehinaan dan penyesalan. Jadi bagaimana mungkin ada beban berat yang menindih justru membuat orang bergembira? Tidak ada sistem yang mampu melahirkan penguasa yang amanah dan adil kecuali dalam sistem Islam.Tidak ada pilihan, harus ada perubahan fundamental dari tatanan yang tidak Islami menuju yang diridha iIlahi.
Wallahu'Alam bis shawab