Oleh : apt.Adelia Firandi., S.Farm.M.Farm.Klin.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menekankan pentingnya pemenuhan gizi keluarga guna mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Deputi Kemenko PMK Agus Suprapto mengatakan, perilaku hidup bersih dan sehat perlu ditunjang dengan pemenuhan gizi seimbang dengan nutrisi yang optimal (Republika, 16/10/2022). Pernyataan Kemenko PMK diatas ternyata merujuk pada Hari Pangan Sedunia atau World Food Day yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Tema Hari Pangan sedunia tahun ini sebagaimana dikuti dari laman Food and Agricultural Organization (FAO) adalah "Leave No One Behind; Better Production, Better Nutrition, Better Environtment, Better Life", "Tidak Meninggalkan Siapapun di Belakang, Produksi yang Lebih Baik, Gizi yang Lebih Baik, Lingkungan yang Lebih Baik, dan Kehidupan yang Lebih baik dan Berkualitas". Gerakan ini sekaligus menyerukan solidaritas global untuk mengubah sistem agrifood dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, mengatasi ketidaksetaraan, meningkatkan ketahanan, dan mencapai pembangunan berkelanjutan. (Inrasff.pom, 16/10/22).
Banyaknya tantangan ketahanan pangan yang kompleks, menjadi salah satu alasan mengapa tema ini dipilih. Bahkan, Direktur Jendral Organisasi Pangan Sedunia (FAO), Qu Dongyu, mengatakan "Kita mengalami pandemi selama tiga tahun, di antara krisis ekonomi, konflik dan perang, krisis iklim, terputusnya rantai pasokan internasional, di antaranya meningkatnya ketidaksetaraan dan kenaikan harga pangan," ujarnya dikutip dari YouTube resmi FAO, Sabtu (15/10/2022). Saat ini 3,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak mampu membeli makanan yang sehat, kelaparan terus meningkat dan hal ini terus berdampak pada 828 juta orang pada 2021, terjadi peningkatan 46 juta orang sejak 2020 dan 150 juta sejak 2019.
Laporan The State of Food Security and Nutrition in The World 2021 menyebutkan bahwa dunia saat ini tidak berada di jalur yang tepat untuk menghentikan kelaparan dan malnutrisi di dunia, bahkan bergerak ke arah yang salah. Prevalensi kekurangan gizi meningkat dari 8,4 persen pada 2019, menjadi 9,9 persen di 2020 yang berarti sekitar 720--811 juta orang di dunia menghadapi kelaparan pada 2020, meningkat 161 juta orang dari 2019. Selain itu, FAO menyebut masalah utama adalah akses dan ketersediaan makanan bergizi yang semakin terhambat oleh berbagai tantangan, termasuk pandemi COVID-19, konflik, perubahan iklim, ketidaksetaraan, kenaikan harga, dan ketegangan internasional. Menurut FAO, korban utamanya adalah lebih dari 80 persen masyarakat miskin yang hidup di pedesaan dan kebanyakan menggantungkan hidup mereka pada pertanian dan sumber daya alam. Mereka kesulitan memperoleh akses untuk pelatihan, keuangan, inovasi, dan teknologi (Liputan6.com, 15/10/2022).
Bahkan Dinsos Surabaya mencatat, sedikitnya 23.532 warga di wilayah setempat masuk dalam data kemiskinan ekstrem, yang diketahui dari hasil pencocokan data melalui administrasi kependudukan, yakni kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) dengan kondisi di lapangan (Antaranews, 16/10/2022). Di lain Provinsi juga tidak jauh berbeda, Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana menyebut, kemiskinan dan ketimpangan yang cukup tinggi di DIY masih menjadi pekerjaan rumah (PR) utama. Dua hal tersebut diharapkan dapat diselesaikan dan menjadi prioritas agenda kepemimpinan Gubernur/Wakil Gubernur DIY dalam lima tahun kedepan. Ancaman inflasi yang diperkuat dengan kenaikan BBM dan diikuti kenaikan berbagai harga pangan, menjadi salah satu masalah serius yang kini dihadapi (Republika, 11/10/2022).
Program pangan dan gizi yang dibuat melalui RPJMN 2015–2019 dan juga RPJMN 2020—2024 terbukti tidak dapat menyelesaikan krisis pangan, karena masyarakat masih saja kesulitan dalam memenuhi standar gizi yang layak, alhasil rantai kelaparan terus berlanjut. Fakta-fakta diatas juga menunjukkan, bahwa sisi lain dari realitas kemiskinan yang ekstrem serta gizi buruk adalah akibat dari inflasi pangan yang nyatanya gagal dihambat oleh pemerintah sejak pandemi dimulai, bahkan harga mayoritas bahan baku utama pangan masih saja melonjak sejak awal 2022. Angka kemiskinan yang kian meningkat setiap tahunnya, juga menjadi penghambat masyarakat untuk dapat memenuhi kriteria pangan yang sehat, akhirnya stunting menjadi bukti nyata jauhnya masyarakat Indonesia dari status sejahtera. Program buatan pemerintah seperti BLT, PKH, posyandu yang difungsikan sebagai sarana penyaluran berbagai bantuan pemerintah nyatanya juga belum mampu menjangkau masyarakat secara luas. Belum lagi, jumlah bantuan yang tidak realistis dibandingkan dengan laju kenaikan harga pangan serta kebutuhan pokok menjadikan program-program tersebut berakhir sia-sia.
Persoalan ekonomi menjadi faktor utama yang banyak dialami masyarakat. Pekerjaan dan penghasilan yang tak mencukupi kebutuhan pangan, serta harga bahan pokok yang kian melonjak membuat orang tua kesulitan mencukupi kebutuhan gizi anak. Konsep ekonomi berasas kapitalisme yang dibangun berdasarkan tingkat kekayaan konsumen membuat siapa yang memiliki banyak uang, dia dapat membeli lebih banyak barang dibandingkan yang uangnya sedikit. Alih-alih dapat memenuhi kebutuhan rakyat, yang kaya akan semakin sejahtera, dan yang miskin akan terus terpuruk. Sistem ekonomi kapitalis melahirkan kesenjangan sosial, terbukti pada gagalnya pendistribusian harta yang merata pada tiap-tiap individu, serta ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan mendasar manusia dalam hal sandang, pangan, dan papan yang menyeluruh.
Maka dari itu, kita butuh suatu sistem yang dapat memutus mata rantai sumber masalah ini, serta pemimpin yang dapat mengatur urusan dari hulu hingga hilir.
Allah Taala berfirman dalam QS Al-Hasyr [59] ayat 7, “… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”.
Indikator kesejahteraan dalam negara Khilafah adalah terjaminnya kebutuhan pokok setiap individu. Maka negara Khilafah akan menempuh dua jalan melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung berlaku untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa jasa. Sementara kebutuhan pokok berupa barang akan dijamin dengan metkanisme tidak langsung.
Negara wajib memberikan pelayanan langsung berupa jasa, yakni pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan atas pelayanan ini harus diberikan secara gratis. Karena ketiganya termasuk dalam kebutuhan dasar rakyat. Negara juga wajib menyediakan semua fasilitas terkait, seperti pengadaaan rumah sakit, sarana pendidikan, sarana perlindungan keamanan yang terjamin beserta perangkat hukumnya, lengkap tanpa terkecuali. Inilah yang disebut mekanisme langsung.
Sedangkan mekanisme tidak langsung ditempuh dengan menciptakan sarana yang mampu menjamin kebutuhan pokok masyarakat, sehingga rakyat juga tidak akan bergantung pada negara. Negara akan memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi semua kepala rumah tangga (laki-laki). Kemudahan dalam mengakses lapangan kerja akan memberikan kepastian bagi mereka sehingga tidak lagi khawatir dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder bagi keluarganya. Jika individu tersebut tidak sanggup bekerja, maka ahli waris berkewajiban memenuhi kebutuhan pokoknya. Jika tidak ada ahli waris yang mampu memenuhi kebutuhannya, maka negara berkewajiban memenuhinya melalui kas Baitulmal.
Jika kebutuhan primer terpenuhi, gizi anak tentu akan tercukupi, jika pendidikan dan ekonomi rakyat tercukupi, tentu kualitas SDM akan meningkat, pemahaman serta pengetahuan dalam memenuhi gizi anak juga akan meningkat. Dengan begitu, persoalan gizi buruk akan terselesaikan dengan sempurna.
Tags
Opini