Oleh : Tri Silvia
(Pemerhati Masyarakat)
-Jika anda sedang berkendara dengan mobil, cobalah sekali-kali perhatikan lingkungan sekitar anda. Maka akan anda dapatkan semakin banyaknya orang yang tampak memiliki gangguan kejiwaan-
Ya, benar sekali. Semakin hari, jumlah penderita gangguan jiwa semakin bertambah. Hal tersebut sejalan dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, yang menyebutkan bahwa dari seluruh penduduk dengan rentang usia lebih dari 15 tahun, 19 juta lebih diantaranya mengalami gangguan mental emosional dan lebih dari 12 juta lainnya mengalami depresi. Data diatas juga terkait dengan jumlah kasus bunuh diri di tanah air. Berdasarkan data dari Sistem Registrasi Sampel Badan Litbangkes pada tahun 2016, pertahunnya terdapat 1.800 orang yang melakukan aksi bunuh diri. Atau dengan kata lain, pada tahun-tahun tersebut rata-rata kasus bunuh diri yang terjadi adalah 5 kasus perhari. Dimana usia dominan melakukan bunuh diri adalah di rentang 10-39 tahun, persentase nya bahkan hingga mencapai 47,7% korban. (Sehatnegeriku.kemkes.go.id, 7/10/22)
Data-data diatas sepatutnya menjadi keprihatinan bersama dari semua pihak. Pasalnya, diantara sekian juta penderita gangguan mental ini adalah remaja dan para pemuda yang berada di usia produktif. Masa dimana orang akan mengejar cita-cita dan cenderung melakukan berbagai perbaikan bagi negeri dan agama. Namun nyatanya, anak muda saat ini justru terlilit masalah demi masalah yang akhirnya memunculkan gangguan mental dan emosional di dalam dirinya.
Selain itu, data diatas juga seharusnya menjadi acuan bagi pemerintah untuk bisa segera menemukan akar permasalahan sebenarnya dari gangguan mental yang melanda penduduk. Guna dicarikan solusi terbaik untuk menutup serta mencegah meluasnya hal tersebut. Pun dalam rangka mengobati orang-orang yang sedang mengalami gangguan yang dimaksud. Sebab dengan penanganan yang tepat, gangguan tersebut memiliki potensi besar untuk disembuhkan.
Dalam hal ini seharusnya pemerintah bersungguh-sungguh dalam menyediakan fasilitas kesehatan untuk mereka para penyandang gangguan mental. Sebab jika dilihat, rumah sakit yang khusus menangani pasien dengan gangguan jiwa masih sangat sedikit, ditambah pula dengan peredaran obat-obatan khusus bagi mereka yang masih terbatas dan sangat sulit dicari. Keterbukaan dalam pengobatan pun masih sulit untuk didapat.
Alhasil, banyak masyarakat yang menempuh jalur alternatif, dengan memasung atau justru membuang anggota keluarganya yang terkena gangguan tersebut. Hal itu disebabkan sulitnya mereka mengakses fasilitas kesehatan dari pemerintah, dan mendesaknya kebutuhan akan keamanan. Sebab banyak diantara penyandang gangguan mental yang menyerang anggota keluarganya atau masyarakat sekitar tempat tinggal.
Adapun orang-orang yang belum terlalu parah gangguannya, mereka masuk ke dunia kapitalis saat ini. Dimana orang cenderung individualistis, memikirkan diri sendiri dan tak peduli orang-orang sekitar. Mereka terjebak dalam keputusasaan di tengah gempuran gangguan mental yang mereka miliki. Mereka inilah yang kemudian terjerumus dalam aksi bunuh diri. Sebagaimana yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa UGM yang belum lama ini mengakhiri hidupnya dengan terjun dari lantai 11 apartemennya, dimana polisi menemukan obat-obatan untuk penyandang gangguan tersebut di dalam apartemennya.
Menyedihkan, orang yang sebenarnya berkecukupan, namun memilih mengakhiri hidup. Dicurigai ia memilih jalan tersebut sebab depresi akibat perceraian kedua orang tuanya. Selain mahasiswa tersebut, tersebarlah berita tentang salah satu artis Bollywood, Vaishali Thakkar (26) yang mengakhiri hidupnya sebab depresi akibat pelecehan seksual yang dialaminya, oleh sang mantan kekasih.
Melihat fakta diatas, kita bisa menemukan bahwa gangguan mental telah menjadi masalah bagi hampir semua negara di dunia. Mereka telah kehilangan bibit-bibit unggul pembangunan, sebab depresi yang tak mampu dicegah, oleh siapapun. Kenapa? Pasalnya, apa yang terjadi di Indonesia, India ataupun negara-negara lain adalah efek dari penerapan sistem kapitalisme saat ini. Penyelesaiannya di satu sisi tak akan mampu menghilangkan sepenuhnya gangguan yang merebak. Semisal, dalam hal teknologi, lihatlah bagaimana Jepang dengan segala teknologi canggihnya yang melesat, namun nyatanya ia memiliki data bunuh diri yang tinggi. Atau Amerika Serikat, negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat tersebut juga tak bisa mengelak dari tingkat bunuh diri warganya yang juga termasuk cukup tinggi.
Dengan contoh-contoh tersebut, maka bisa kita simpulkan bahwa masalah gangguan mental ini bukanlah perkara cabang yang mudah untuk diselesaikan, apalagi jika disebut sebagai masalah pribadi. Permasalahan gangguan mental saat ini, merupakan gangguan sistemik yang harus diselesaikan secara sistemik pula. Artinya, jika akar masalah dari segala kekacauan ini adalah sistem kapitalisme, maka solusinya adalah mengganti sistem yang sudah jelas-jelas rusak dan merusak tersebut. Lantas, sistem seperti apa yang mampu untuk mengayomi rakyat, menjaga mentalitas warganya serta sanggup untuk memenuhi segala kebutuhan dasar mereka dengan cuma-cuma?
Sistem tersebut tak lain dan tak bukan adalah sistem Islam. Sistem ini nyatanya telah berkuasa selama lebih dari 13 abad lamanya, dimana peninggalan peradabannya masih dianggap sebagai peninggalan terbaik bagi umat manusia. Sistem yang tidak hanya mendekatkan masyarakat dengan ketakwaan secara pribadi, namun juga mendorong masyarakat untuk senantiasa melakukan amar makruf nahi munkar. Selain itu, sistem ini pun menuntut negara atau pemerintah untuk mengurusi segala kebutuhan rakyatnya, termasuk urusan ekonomi, keamanan, pendidikan, serta kesehatan dengan cuma-cuma (termasuk didalamnya kesehatan mental).
Maka lengkaplah metode penyelesaian yang dimiliki sistem ini, selain dari urusan pencegahan, sistem ini pun mengurusi pengobatannya. Dan sungguh tak ada sistem lain di dunia yang mampu untuk melaksanakan semua metode di atas, kecuali Islam. Orang-orang yang tak mau memilih Islam sebagai sistem hidup akan merugi. Benarlah ayat Alquran di bawah ini yang artinya,
"Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi." (QS. Al Imran : 85)
Tak peduli seberapa seringnya pemerintah merayakan hari kesehatan mental sedunia, tetap saja tidak akan mampu mengakhiri segala masalah yang ada. Pasalnya, sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya. Urusan gangguan mental bukan hanya urusan pribadi, namun ia masalah sistemik yang harus diselesaikan secara sistemik pula. Yakni dengan mengganti sistem yang ada saat ini dengan sistem Islam. Adapun dengan diterapkannya sistem Islam dalam bingkai negara, maka rahmatan lil alamin akan segera tercipta secara nyata di dunia.
”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil 'aalamiin)”. (QS. Al-Anbiya : 107)
Wallahu A'lam bis Shawwab
Tags
Opini