Mengulang Keemasan Generasi Islam



Sumber gambar: sumberpost.com

Oleh: Rinica M


Menilik ke masa kejayaan Islam, setiap kita tentu tidak heran dengan menjamurnya generasi muslim yang hebat. Bukan hanya fasih dalam urusan agama, mereka juga memiliki karya yang dipersembahkan untuk umat. Mereka membuat benda yang memudahkan kehidupan, membuat buku berisi ilmu yang berisi rujukan, dll. Semuanya terabadikan di jejak-jejak sejarah yang berserakan di seluruh dunia.

Di masa keemasan Islam, kebiasaan hidup yang dekat dengan ilmu bukanlah isapan jempol semata. Perpustakaan dan fasilitas penting yang menunjang pengembangan potensi generasi sengaja disediakan. Kehidupan masyarakat pun mendukung, mereka merasakan level kesejahteraan, jiwa mereka tertaut dengan investasi akhirat, sehingga tak sayang harta diwakafkan di jalan ilmu pengetahuan.

Kondisi yang ideal, terpadu antara ketakwaan individu yang sadar pentingnya kontribusi terbaik untuk umat, masyarakat pro kebaikan, dan negara dengan kepemimpinan Islam yang penuh dukungan. Maka sangat dapat dinalar mengapa banyak muncul generasi emas yang memberikan sumbangsih terbaik untuk peradaban.

Lantas mungkinkah keemasan generasi ini bisa terulang? Jika proses yang ditempuh sama, kondisi yang melingkupi dibuat sama, maka kemungkinan itu bisa ada. Bukankah mereka menjadi hebat juga karena ada proses yang dilalui? Maka dengan mindset bisa dan cara serta dukungan yang sama, kembalinya generasi emas adalah keniscayaan.

Bila dipelajari, hampir di semua era, pendidikan generasi senantiasa diawali dari keluarga. Keluarga petani akan mewariskan keahliannya pada generasinya, keluarga pedagang dan yang lain juga tak jauh beda. Namun apa yang membuat generasi Islam dulu spesial?

Yang membedakan adalah di tataran mindset. Islam mengajarkan bahwa hidup manusia di dunia adalah untuk umat ibadah. Yang mana ibadah ini cakupannya luas, bukan sebatas ritual. Maka setiap yang muslim akan berusaha membangun kesadaran akan mindset ini. Dan bahwa ibadah ini tidaklah sembarangan dilakukan, melainkan ada panduan dan tata cara khusus yang diajarkan. Sehingga pendidikan keluarga terkait kesadaran hidup menjalankan misi ibadah ini juga diajarkan bersamaan dengan pengajaran ketrampilan hidup.

Perbedaan selanjutnya adalah Islam menegaskan umatnya sebagai umat terbaik. Proses menjadi baik pun memerlukan pembelajaran yang tak instan. Maka sangat relevan bila kemudian kewajiban belajar dalam Islam berlaku sepanjang hidup. Artinya belajar tak mengenal usia. Dan karena menjadi kewajiban, maka masyarakat dan penguasa Islam memikirkan bagaimana caranya agar kewajiban dapat ditunaikan oleh semuanya. Sehingga tak heran juga bila hal-hal berkaitan dengan pengajaran dimaksimalkan.

Dua kesadaran ini membuat generasi muslim menjalankan hidup dengan tujuan yang jelas. Memperbanyak ibadah untuk bekal kehidupan yang abadi, menghiasi ibadah dengan akhlak yang baik dan dengan aktivitas yang menjadi ciri dari umat terbaik, seraya tidak melupakan amar makruf nahi mungkar.

Dari sinilah dapat dipahami mengapa setiap diri berlomba-lomba dalam hal belajar. Lalu mengamalkan ilmunya, dan menyebarkan atau mengembangkan ilmunya agar bisa menjadi aliran pahala ibadah yang bisa diharapkan menemani perjalanan di alam akhirat. Maka kita mengenal generasi di masa itu bukan hanya salih, jujur, dermawan, namun mereka juga menjadi ilmuwan yang mahir di berbagai bidang kajian.

Tentu sudah dibayangkan bila pembandingnya adalah keadaan saat ini. Lingkungan yang banyak diwarnai problematika kehidupan, apa-apa serba bebas, apa-apa diukur dengan harta, tahta ataupun kuasa. Memproses menjadi generasi yang mengenyam pendidikan formal saja memerlukan biaya tak sedikit. Mengadakan penelitian dan mengembangkan pengetahuan belum tentu ada dukungan finansial.

Keberadaan masyarakat pun tak banyak yang peduli soal pendidikan dan inovasi. Sebab mereka sendiri juga berat untuk bertahan hidup dengan harga-harga kebutuhan yang tinggi.

Sehingga untuk urusan kualitas pendidikan masih belum distandarisasi secara maksimal, dalam artian sejalan antara ijazah yang didapatkan dengan pola sikap dan kepribadian yang ditampakkan.

Oleh karena itu, untuk mengawali pengulangan keemasan generasi memang keluarga dulu yang harus peduli dan ambil bagian. Namun pada saat yang sama masyarakat dan bahkan negara perlu disadarkan untuk memberikan dukungan, sama-sama menjalankan peran. Karena bagaimanapun juga keluarga dan individunya memiliki keterbatasan untuk menopang tugas mengembalikan keemasan generasi jika harus sendirian. []


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak