Oleh : Wilujeng Sri Lestari, Spd. I
Pasca pandemi COVID-19, Orang dengan Gangguan Jiwa ( ODGJ) mengalami peningkatan. Imbas dari pandemi ini juga menyasar para remaja. Padahal remaja merypakan aset generasi penerus bangsa. Apa jadinya jika banyak dari remaja Indonesia mengalami gangguan jiwa? Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gangguan kesehatan mental mencakup banyak bentuk, termasuk depresi, kecemasan, bipolar, gangguan makan, dan skizofrenia (theconversation.com, 11/10/2022).
Sebuah riset yang dilakukan oleh peneliti di Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan University of Queensland di Australia dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa 1 dari 20 remaja di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental. Kategori ini mengacu pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-V) keluaran American Psychological Association (APA) (Kumparansains, 14/10/2022).
Akar Masalah
Ada beberapa faktor pemicu anak dengan gangguan jiwa di antaranya :
Pertama dari faktor keluarga.
Kehidupan kapitalisme menjadikan seseorang bergaya hidup yang serba hedonistik dan kapitalistik. Kehidupan itu menuntut seseorang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier, bukan lagi primer. Hal ini menjadikan keluarga memaksakan diri untuk memenuhi tuntutan kebutuhan tersebut. Keluarga menjadi tidak harmonis, karena orang tua harus rela meninggalkan anaknya demi tuntutan kehidupan yang diidamkan. Anak mereka menjadi kurang perhatian atau bahkan merasa kehilangan kasih sayang. Hal itu bisa berdampak pada gangguan tumbuh kembang psikologis mereka.
Kedua dari faktor dalam diri remaja. Kapitalisme memiliki sifat mengejar kesenangan materi saja. Sehingga banyak muncul industri kapitalis demi memenuhi gaya hidup, seperti food, fashion, dan fun (3F). Invasi 3F inilah yang menyerang kehidupan generasi muda. Mereka larut dalam kesenangan materi dunia dan cenderung melalaikan identitas serta hakikat dirinya sebagai hamba Allah.
Jika tuntutan kapitalistik yang bersifat material duniawi ini tidak terpenuhi dapat berdampak pada kondisi psikologis yang menyebabkan stres, insecure, depresi, hingga bunuh diri. Sudah banyak kasus bunuh diri anggota keluarga lantaran himpitan ekonomi. Inilah penyebab generasi muda sangat dekat dengan fenomena frustrasi sosial.
Faktor yang ketiga adalah pengaruh media. Saat ini tidak sedikit konten yang justru menyimpang dari ajaran Islam, malah viral dan trending. Para pembuat konten anti-Islam itu menjadikan konten pornografi, pornoaksi, kekerasan, pencabulan dan perilaku menyimpang yang dapat diakses dengan mudah oleh remaja. Padahal tayangan ini nyata-nyata merusak generasi muda. Sementara program revolusi mental yang digaungkan sebagai proyek andalan nyatanya hanya jadi slogan tanpa makna.
Ditambah lagi para buzzer sampah bekerja siang malam untuk menyebarkan opini-opini sesat yang menyerang ajaran Islam dengan terus meyakinkan netizen dengan pendapat mereka. Mereka bahkan berani memelintir ayat-ayat Al-Qur’ an yang suci dan Hadis Rasul untuk menguatkan pendapat mereka. Tak ayal para pemuda menjadi enggan belajar Islam, lebih suka menikmati tayangan unfaedah.
Tidak cukup dengan memperkuat sistem kesehatan mental
Kasus remaja dengan gangguan kejiwaan ini, tidaklah cukup hanya dengan memperkuat sistem kesehatan mental. Seperti mengontrol emosi, olahraga, bersenang senang, meditasi dan lain sebagainya. Namun juga perlu menguatkan kesadaran tentang pentingnya mewujudkan sistem Islam yang tegak di atas landasan keimanan dan penerapan aturan-aturan hidup yang adil dan memuliakan. Mulai dari sistem pemerintahannya, sistem ekonominya, sistem sosialnya ( termasuk kebijakan media, pendidikan, dan kesehatan), sistem hukumnya, dan lain sebagainya.
Untuk itu peran negara sebagai pelayan rakyat sangat dibutuhkan. Namun saat ini penerapan sistem kapitalisme menjadikan negara hanya sekadar berperan sebagai regulator dan fasilitator. Padahal negara seharusnya memenuhi kebutuhan pokok rakyat dengan baik.
Jika kebutuhan pokok terpenuhi, rakyat tidak akan mengalami beban ekonomi yang sangat berat sebagaimana hari ini. Jika negara menjamin kebutuhan masyarakat, para pencari nafkah, tidak akan bersusah payah serta berkeluh kesah dalam bekerja. Setidaknya, beban hidup rakyat akan berkurang jika negara benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal.
Kemudian negara harus memfilter konten-konten yang merusak pemikiran umat. Menjadi penjaga dan pelindung rakyat dari tontonan dan opini-opini yang rusak dari para musuh Islam. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan dakwah kepada Islam. Karena dakwah akan menggambarkan dalam diri umat bagaimana solusi Islam terhadap berbagai persoalan, termasuk pemecahan terhadap semua hal yang menjadi sebab terjadinya gangguan mental dan stres sosial yang akan berujung kejahatan dan kekacauan. Gambaran inilah yang akan mendorong umat untuk turut berjuang mewujudkan sistem Islam. Inilah yang harus kita sadarkan di tengah umat.
Generasi muda harus memiliki jiwa yang produktif dalam menjalankan visi dan misi politik keumatan, dengan menjadikan Islam sebagai ideologi dan solusi seluruh masalah kehidupan. Remaja harus menjaga diri dari kehidupan sekuler, hedonis, dan permisif yang mengikis ketaatan dan jati diri sebagai muslim. Dengan sistem Islam kafah, generasi sehat negara selamat.
_Wallahu' alam bishowab._
Dibutuhkan penerapan Islam secara menyeluruh
BalasHapusGenerasi penerus bangsa harus diselamatkan dari hal2 yg merusak mental mereka, dekatkan dan bina dgn agama islam secara total
BalasHapus