Oleh: Arethaa
KPK melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9/2022) malam dan berhasil menjaring 10 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Lima di antaranya adalah pegawai Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang hakim agung, Sudrajad Dimyati. Sudrajad kini ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara. Tak hanya ditahan KPK, Sudrajad Dimyati diberhentikan sementara oleh Mahkamah Agung. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan hakim agung yang terseret operasi tangkap tangan (OTT) KPK bisa jadi lebih dari satu orang.
“Ada hakim agung yang katanya terlibat kalau enggak salah dua, itu harus diusut, dan hukumannya harus berat juga,” ujar Mahfud di Malang, Jawa Timur, dikutip siaran Kompas TV pada Sabtu (24/9/2022). Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyesalkan hakim agung yang terjaring OTT lembaga antirasuah. Penangkapan ini menunjukkan dunia peradilan masih sangat menyedihkan. "KPK bersedih harus menangkap hakim agung. Kasus korupsi di lembaga peradilan ini sangat menyedihkan," katanya dalam keterangannya, Kamis (22/9).
Sebenarnya kasus serupa juga pernah terjadi. Beberapa diantaranya adalah :
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap KPK soal kasus penerimaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Buton, Kalimantan Tengah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), pada 2 Oktober 2013.
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar ditangkap KPK soal kasus dugaan penerimaan suap perkara uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada 25 Januari 2017.
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Wahyu Widya Nurfitri ditangkap KPK soal kasus dugaan memenangkan perkara perdata, pada 13 Maret 2018. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara, karena Widya dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berkelanjutan.
Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Syarifuddin Umar ditangkap KPK soal kasus dugaan penerimaan suap PT Skycamping, pada 1 Juni 2011.
Beberapa contoh diatas, menjadi indikasi betapa menggurita korupsi di negeri ini bahkan sudah menjangkiti penegak keadilan di tingkat tertinggi. Problem korupsi adalah problem system dan cacat bawaan system, tak mungkin diberantas tuntas meski ada Lembaga super anti korupsi. Islam menawarkan solusi yaitu memberantas korupsi dari akar hingga daun.
Maka Islam melarang keras tindakan suap-menyuap, utamanya penguasa, pejabat dan para penegak hukum. Oleh sebab itu, Islam serta-merta merinci petunjuk pelaksanaan agar tindakan tidak terpuji tersebut dapat diberantas tuntas.
Kenyataan historis membuktikan bahwa sejak berdirinya Daulah Khilafah hingga runtuhnya pada 3 Maret 1924, pada dasarnya hukum Allah tetap dijalankan, meskipun pemberlakuannya tidak lagi merata di seluruh wilayah kekhilafahan menjelang keruntuhannya.
Penerapan hukum ini meminimalisasi kejahatan yang terjadi pada rentang waktu yang demikian panjang. Tercatat bahwa selama lebih 13 abad diterapkannya hukum Allah hanya sekitar dua ratus kasus yang terjadi.
Hal ini dimungkinkan oleh hukum Allah berfungsi sebagai pemberi efek jera bagi yang belum melakukan, dan menjadi penebus dosa bagi yang sudah melakukan tindakan kriminalitas (Al Anshari, 2006:287; Zallum, 2002). Adapun cara strategi Khilafah dalam memberantas korupsi, dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut:
Pertama, menguatkan keimanan para penguasa, pejabat dan penegak hukum, serta rakyat akan pengawasan Allah (maraqabah), senantiasa merasa diawasi Allah, sehingga tidak sedikit pun kesempatan manusia untuk menerima suap sebab merasa senantiasa diawasi Allah. Mereka takut hanya kepada Allah dan tidak takut kepada selain Allah, dengan menjalankan , seperti segala perintahNya. Allah swt berfirman:
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا
Artinya: “Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit”. ( Al Mâidah:44).
Kedua, penghitungan kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat jabatan yang diamatkan kepadanya. Hal demikian dilakukan dalam rangka tabayyun atau mencari tahu jumlah kekayaan seorang pemangku jabatan, yang memungkinkan rehabilitasi terhadap nama baik terhadap tindakan kejahatan berikutnya, misalnya suap dan korupsi (mencuri).
Ketiga, diberlakukannya seperangkat hukuman pidana yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi yang berupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang.
Keempat, untuk menghindari membengkaknya harta kekayaan para pegawai, sistem Islam juga melakukan penghitungan harta kekayaan. Pada masa kekhilafahan Umar Bin khatab, hal ini rutin dilakukan. Beliau selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubenur dan Amil.
Kelima, pilar-pilar lain dalam upaya pemberantasan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa di ambilkan contoh, khalifah Umar Bin abdul aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Belaiu juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Negara.
Keenam, dalam Islam status pejabat maupun pegawai adalah ajir (pekerja), sedangkan majikannya (Musta’jir) adalah Negara yang di wakili oleh khalifah atau kepala Negara maupun penguasa selain khalifah, seperti Gubenur serta orang-orang yang di beri otoritas oleh mereka. Hak-hak dan kewajiban diantara Ajir dan Musta’jir diatur dengan akad Ijarah. Pendapatan yang di terima Ajir diluar gaji, salah satunya adalah yang berupa hadiah adalah perolehan yang di haramkan.
Itulah beberapa strategi khilafah dalam memberantas korupsi atau suap-menyuap yang diharamkan dalam islam. Maka inilah keuntungan ketika kita menerapkan syari’at islam karena hanya dengan aturan islamlah korupsi mampu diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
Maka jelas pula tiada aturan atau hukum selain Allah yang mampu memberantas kejahatan ataupun kemaksiatan kepada Allah SWT selain syari’at islam dalam bingkai khilafah sebagai ajaran islam tentunya. Walllahu 'alam.
Tags
Opini