Oleh : Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) musim hujan 2022/2023 akan terjadi sekitar bulan September hingga November 2022 dan puncak sekitar bulan Desember 2022 dan Januari 2023 (bmkg.go.id). Biasanya musim hujan tiba sudah menjadi tradisi beberapa wilayah terjadi banjir.
Mengutip dari kompas.tv, Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari merinci dari 70 kejadian diantaranya 36 kejadian banjir, 18 longsor, dan 15 cuaca ekstrem. Distribusi dampaknya kejadian banjir dan lain-lainnya 150.322 jiwa terdampak (10/10/2022).
Akibat cuaca yang tidak menentu dan berubah secara ekstrem menyebabkan bencana banjir datang lebih cepat dari biasanya. Korban akibat bencana banjir tidak bisa dibilang sedikit. Untuk satu daerah saja, sebanyak 52.499 jiwa dari 15.499 kepala keluarga terdampak banjir di Aceh Utara dan menyebabkan 11.645 kepala keluarga atau 39.957 jiwa mengungsi, menurut data BNPB (bbcindonesia.com 10/10/22)
Masyarakat yang terdampak banjir, ironisnya tidak mendapat bantuan secara merata. Bahkan ada yang tidak tersentuh sama sekali. Mereka tidak bisa beraktivitas seperti biasa, putaran ekonomi terhenti seketika dan tempat tinggal pun terendah air puluhan centimeter.
BMKG juga memperingati curah hujan potensi sedang hingga lebat sekitar periode 9-15 Oktober. Sehingga di beberapa wilayah dalam kategori siaga banjir. Seperti sebagian wilayah Aceh, Banten, Jakarta, Kalimantan dan Sulawesi. Maka, setiap pemerintah daerah diingatkan untuk kesiapannya menghadapi bencana.
Untuk mengatasi banjir musiman, pemerintah baik daerah maupun pusat melakukan pencegahan. Mereka memperbaiki dan memelihara tali air agar tidak tersumbat, upaya reboisasi dan pembersihan di hilir. Selain itu, membangun waduk untuk menampung air dari hulu. Sayangnya, sejumlah pencegahan preventif pemerintah tidak mampu menuntaskan masalah. Seolah banjir menjadi bencana rutin.
Perlu disadari, penyebab banjir bukan semata curah hujan yang tinggi. Melainkan ulah tangan manusia akibat keserakahan. Kasus penebangan pohon secara besar-besaran (deforestasi), eksploitasi alam, alih fungsi lahan, pendangkalan sungai dan lainnya.
Mirisnya kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh izin investasi lahan yang mengganggu keseimbangan alam. Para korporasi dengan mudah mengeksploitasi dan merusak alam demi materi. Sedangkan, pemerintah tidak bisa bertindak tegas akibat regulasi yang mereka keluarkan sendiri. UU Omnibus Law merupakan fasilitas wahid untuk korporasi.
Keberpihakan pemerintah pada para korporat akibat sistem demokrasi kapitalisme. Sistem rusak ini menjadikan pemerintah sekadar regulator. Hilang perannya secara hakiki, membuat pemerintah tidak mampu berbuat banyak. Pemerintah hanya mampu mengurangi risiko dengan berbagai upaya. Strategi yang dicanangkan mengatasi bencana belum menyentuh akar persoalan.
Hal ini tentu bertentangan dengan Islam. Manusia wajib menjaga dan mengelola alam sesuai kebutuhan bukan hawa nafsu. Segala sesuatu aktivitasnya terkait pengelolaan akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Allah SWT berfirman :
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS al-A’raaf : 56)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ada larangan untuk merusak lingkungan dan perintah untuk mengelola dengan baik. Terlebih lagi, Islam memiliki seperangkat aturan untuk individu, masyarakat dan negara untuk mengelola SDA dengan baik.
Penanganan bencana karena faktor cuaca ekstrem dengan menetapkan kebijakan menjaga dan memelihara lingkungan. Contohnya, larangan penebangan pohon atau deforestasi yang menjadi penyebab utama terjadinya bencana alam seperti banjir bandang dan longsor. Maka, privatisasi SDA yang berujung eksploitasi dilarang keras dan diberi sanksi tegas. Negara memberikan izin memanfaatkan SDA untuk kemaslahatan umat.
Negara dengan tegas melarang para investor mengubah lahan hijau menjadi pemukiman warga. Oleh karena itu, pembangunan akan memperhatikan daerah resapan. Prioritas pembangunan infrastruktur akan fokus dalam mencegah bencana, seperti waduk, bendungan, kanal, tanggul dan lainnya. Negara wajib memberikan penyuluhan terkait menjaga kebersihan lingkungan, memelihara dari kerusakan dan sanksi tegas yang mencemari lingkungan.
Dalam mengatasi bencana banjir akan terselesaikan tuntas dengan solusi yang tepat. Mengganti sistem demokrasi yang menjadi akar masalah dengan sistem alternatif yaitu Islam. Jalan terbaik dengan menerapkan Islam sebagai sistem kehidupan dalam bingkai Khilafah.
Hanya Khilafah satu-satunya institusi pemerintahan yang mampu menerapkan syariat Islam secara sempurna. Tentunya, Khilafah Islamiyah akan merancang strategi yang komprehensif agar segala bencana tidak terjadi. Waallahu a'lam bis shawwab.
Tags
Opini