Oleh: Tri S, S.Si
Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University Drajat Murtianto mengungkapkan bahwa 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi (hidden hunger). Hal itu disebabkan kekurangan zat gizi mikro berupa zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A dan zat gizi mikro lainnya.“Kualitas konsumsi pangan kita belum baik. Penelitian menunjukkan 1 dari 2 penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan hewani, buah dan sayuran yang mengandung zat gizi mikro. Mereka mengalami kelaparan tersembunyi. Disebut kelaparan tersembunyi karena seringkali tanda-tandanya tidak nampak, namun sesungguhnya dampaknya sangat besar. Zat gizi mikro telah terbukti sebagai unsur gizi penting untuk peningkatan produktivitas kerja, kecerdasan dan imunitas,” jelasnya dikutip dari laman resmi IPB University (mediaindonesia.com, 18/09/2022).
Dua milyar manusia di Bumi menderita kelaparan terselubung alias kurang gizi. Perang saudara, pengusiran dan pengungsian berdampak dramatis pada situasi pangan global. Sedikitnya 800 juta manusia di 16 negara menderita kelaparan serius. Tambahan lagi sekitar 2 milyar lainnya di seluruh dunia menderita kurang gizi, sebuah bentuk kelaparan yang tidak kasat mata. Demikian laporan indeks kelaparan tahun lalu dari organisasi bantuan pangan Jerman "Welthungerhilfe".
Parameter terpenting penentu indeks kelaparan adalah, tingkat kematian balita, jumlah balita kurang gizi dengan bobot kurang dari normal serta persentase orang yang kekurangan gizi dari seluruh populasi warga. Penyebab utama kelaparan adalah kemiskinan yang diperparah oleh konflik bersenjata lokal maupun regional.
"Konflik seperti di Suriah dan Irak serta Sudan Selatan makin memperparah situasi kurang pangan di negara-negara bersangkutan," ujar Bärbel Dieckmann, presiden Welthungerhilfe. Pengungsi menghadapi ancaman bahaya lebih tinggi untuk mengalami kekurangan pangan atau penyakit.
Irak yang dilanda konflik berkepanjangan menunjukkan penurunan kualitas drastis, menempati posisi kedua terbawah indeks kelaparan dunia.
Aksi kekerasan yang terus berlanjut, jumlah pengungsi domestik yang terus meningkat ditambah arus pengungsi dari Suriah, menyebabkan kuota warga kelaparan dan kurang gizi di Irak berlipat dua dibanding indeks tahun 1990. Wabah penyakit ebola yang melanda beberapa negara di Afrika Barat seperti Sierra Leone dan Liberia juga diramalkan akan memperburuk penyediaan pangan dan meningkatkan ancaman bahaya kelaparan di bulan-bulan mendatang.
Di Afrika kemiskinan dan kelaparan masih menjadi penderitaan tak berujung. Diprediksi kasus kelaparan atau malnutrisi atau gizi buruk masih akan membayangi negara-negara miskin di Afrika. Seperti yang dilansir National Geographic, UNICEF (U.N. Children’s Fund) memprediksi bahwa negara-negara di Afrika sebelah timur dan Afrika sebelah selatan masih akan menghadapi gejolak kelaparan dan penyakit yang menerpa jutaan jiwa anak-anak akibat kasus gizi buruk. Bahkan UNICEF memperingatkan bencana alam yang diakibatkan oleh anomali cuaca di tahun 2016 bisa jadi akan semakin memperburuk kondisi kelaparan dan risiko gizi buruk.
Kelaparan yang disebabkan kekeringan adalah merupakan kejadian alami di Indonesia, Afrika, dan seluruh dunia. Namun struktur politik-ekonomi kapitalistik dan campur tangan pihak asing telah memperparah masalah kemiskinan dan kelaparan di penjuru dunia.
Di Indonesia demokrasi selalu digembar-gemborkan. Setiap persoalan yang ada selalu saja penyelesaiannya didasarkan pada demokrasi. Bangsa ini sejatinya telah berganti-ganti pemimpin. Namun, kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat belum tercapai sebagaimana diharapkan. Mulai rezim Orde Lama disusul rezim Orde Baru sampai era reformasi, kemiskinan masih terus mendera rakyat banyak. Utang luar negeri terus menumpuk.
Ironisnya, semasa reformasi perilaku korupsi serta manipulasi anggaran terus berlangsung di kalangan pejabat publik. Padahal janji kesejahteraan dan perbaikan negara ke arah lebih baik dari para calon pemimpin saat kampanye, berlangsung secara masif. Namun setelah terpilih sebagai pemimpin nomor satu, janji kesejahteraan dan perbaikan negeri ini tinggal slogan kosong.
Demokrasi yang ditegakkan di manapun akan selalu mensyaratkan sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan, dan pemisahan agama dari pemerintahan. Semangat liberalisme juga mendorong lahirnya berbagai undang-undang yang berpihak pada berbagai kepentingan asing, termasuk perusahaan raksasa transnasional. Lolosnya UU Migas, UU Perbankan, UU Sumberdaya Air, dll adalah sekian bukti bahwa DPR memang mengusung semangat liberalisme, bukan membela kepentingan rakyat.
Di Afrika kemiskinan dan kelaparan masih menjadi penderitaan tak berujung. Diprediksi kasus kelaparan atau malnutrisi atau gizi buruk masih akan membayangi negara-negara miskin di Afrika. Seperti yang dilansir National Geographic, UNICEF (U.N. Children’s Fund) memprediksi bahwa negara-negara di Afrika sebelah timur dan Afrika sebelah selatan masih akan menghadapi gejolak kelaparan dan penyakit yang menerpa jutaan jiwa anak-anak akibat kasus gizi buruk. Bahkan UNICEF memperingatkan bencana alam yang diakibatkan oleh anomali cuaca di tahun 2016 bisa jadi akan semakin memperburuk kondisi kelaparan dan risiko gizi buruk.
Kelaparan yang disebabkan kekeringan adalah merupakan kejadian alami di Indonesia, Afrika, dan seluruh dunia. Namun struktur politik-ekonomi kapitalistik dan campur tangan pihak asing telah memperparah masalah kemiskinan dan kelaparan di penjuru dunia.
Di Indonesia demokrasi selalu digembar-gemborkan. Setiap persoalan yang ada selalu saja penyelesaiannya didasarkan pada demokrasi. Bangsa ini sejatinya telah berganti-ganti pemimpin. Namun, kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat belum tercapai sebagaimana diharapkan. Mulai rezim Orde Lama disusul rezim Orde Baru sampai era reformasi, kemiskinan masih terus mendera rakyat banyak. Utang luar negeri terus menumpuk.
Ironisnya, semasa reformasi perilaku korupsi serta manipulasi anggaran terus berlangsung di kalangan pejabat publik. Padahal janji kesejahteraan dan perbaikan negara ke arah lebih baik dari para calon pemimpin saat kampanye, berlangsung secara masif. Namun setelah terpilih sebagai pemimpin nomor satu, janji kesejahteraan dan perbaikan negeri ini tinggal slogan kosong.
Demokrasi yang ditegakkan di manapun akan selalu mensyaratkan sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan, dan pemisahan agama dari pemerintahan. Semangat liberalisme juga mendorong lahirnya berbagai undang-undang yang berpihak pada berbagai kepentingan asing, termasuk perusahaan raksasa transnasional. Lolosnya UU Migas, UU Perbankan, UU Sumberdaya Air, dll adalah sekian bukti bahwa DPR memang mengusung semangat liberalisme, bukan membela kepentingan rakyat.
Kelaparan di Indonesia dan seluruh dunia merupakan masalah bagi seluruh umat Islam di dunia. Solusi untuk masalah ini terletak pada Pemerintah. Reunifikasi negeri-negeri Muslim di bawah Pemerintah Khilafah Islam dibawah Syariah akan mengakhiri pemiskinan sistemik yang dilakukan kapitalisme demokrasi.