Oleh : Ane, Ciparay - Kab. Bandung
Tragedi berdarah persepakbolaan menohok hati rakyat, pasalnya telah kembali terjadi kericuhan yang pada kali ini terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang usai laga Arema FC dan Persebaya. Sejumlah kendaraan polisi tak luput dari amuk para suporter. Korban jiwanya cukup banyak. Jumlah korban jiwa menurut versi Wagub dari data dinkes adalah 131 orang, versi Kapolri 125 orang, 186 korban luka dan kini sedang dirawat.
Pemicunya adalah ada beberapa oknum suporter Arema yang turun di lapangan dan berbuat kerusuhan karena kecewa kesebelasan kesayangannya kalah. Mereka pun ditertibkan polisi, yang sayangnya caranya keliru karena terlalu berlebihan, dengan menembakkan gas air mata. Tidak hanya ke arah lapangan, tapi juga ke arah tribun. Sehingga memunculkan chaos suporter yang lain. Karena mata pedih dan pandangan buram, akhirnya mereka berebut lari keluar stadion. Akhirnya berdesakan dan saling menginjak, korban pun berjatuhan. Banyak korban tewas karena sesak napas akibat gas air mata.
Banyak yang mengkritik polisi karena menggunakan gas air mata untuk menertibkan, mengindikasikan pelanggaran HAM. Polisi pun berdalih bahwa suporter mulai anarkis sehingga terpaksa menembakkan gas air mata. Konyolnya ini malah menjadi penyebab banyak korban tewas karena sesak napas.
Kita patut bercermin dan merenung. Mengapa sekian kali anarkisme muncul pada even pertandingan sepakbola, tapi mengapa even ini tetap dipertahankan? Rupanya sepakbola menjadi komoditas bisnis yang menjanjikan. Sepakbola bukan lagi sebatas olahraga dan permainan yang menghibur, tapi bisa dieksploitasi untuk menghasilkan keuntungan materi. Inilah mindset sekuler kapitalistik yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga orientasinya materi. Beban hidup berat akibat "dipaksa" mengejar materi sebagai simbol kebahagiaan, sehingga hidupnya kering rohani dan butuh "healing" alias bersantai melepas penat. Nah sepakbola menjadi salah satu pilihan populer untuk healing,
Walaupun hukum daripada healing ini yakni makruh, atau permainan yang mubah yang mengakibatkan seseorang menjauh dari aktivitas melaksanakan perkara yang wajib dan sunah. Tentu ini sangat membahayakan akidah umat.
Olahraga sepakbola tentu boleh dilakukan, selama tujuannya untuk mendapatkan tubuh yang sehat. Terutama agar tubuh sehat yang didapat siap untuk melakukan aktivitas yang lebih bersifat menambah ketakwaan kepada Allah SWT., yang diwajibkan dalam Islam. Akan tetapi jika sepakbola menjadi permainan yang terorganisir, dimana ada menejer, pelatih, suporter, dan dilakukan berjenjang mulai tingkat kota, provinsi, nasional, lalu internasional, sehingga menihilkan rambu-rambu Syariat seperti waktu sholat, baju yang menutup aurat, tidak ikhtilat (campur baur pria dan wanita), tingkah laku, dan ucapan.
Kehidupan sia-sia karena dihabiskan untuk sesuatu yang mubah saja, karena baik dilakukan maupun tidak tetap tidak mendapat pahala. Bahaya lain dari permainan terorganisir sepakbola ini menimbulkan fanatisme berlebih pada tim favoritnya. Apa pun dilakukan demi kesebelasan kesayangan. Mau tiket mahal, diupayakan beli. Tempat bertanding jauh, diupayakan datang. Bertanding tengah malam tetap datang. Semua bersedia dikorbankan. Sehingga menghilangkan akal pikiran sehat dan mudah gelap mata kemudian melakukan anarkisme jika tim favoritnya kalah, seperti yang dilakukan para oknum suporter Arema pada tragedi Kanjuruhan ini. Mereka tersulut emosi, merusak apapun yang di depan mata. Padahal Islam memuliakan akal manusia, sehingga healing yang merusak akal harus dihapuskan.
Cukup sudah nyawa melayang karena pertandingan bola. Mari menata diri, menjadikan diri menjadi umat terbaik. Karena sebentar lagi momen Maulid, jadikan ini momentum untuk meneladani kembali Rasulullah sebagai manusia terbaik. Sesuai firman-Nya : "Kalian adalah umat yang terbaik yang hadir di tengah manusia, beramar ma'ruf nahi mungkar, dan beriman pada Allah" (Ali Imran : 110). Untuk menjadi manusia terbaik, umat terbaik, mari menyibukkan diri dengan ketakwaan dan berdakwah. Sebagai muslim yang baik, juga penting kembali meluruskan visi hidupnya agar sesuai dengan apa tujuan Allah SWT., menciptakan. Bahwa manusia diciptakan di dunia untuk ibadah. Seperti firman-Nya : "Tidak kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah pada-Ku" (Az-Zariyat : 56).
Dengan visi ibadah, manusia tidak akan mudah jatuh dalam jebakan healing yang membuat dia melenceng dari visi utama hidupnya. Tidak akan mudah berbuat anarkis, figuritas sempit, dan fanatisme yang membabi buta. Dengan tuntunan Islam, yaitu visi ibadah dan dakwah, akan mampu meneladani Rasul dan para sahabat menjadi umat terbaik. Yang akan mampu mengembalikan peradaban cemerlang Islam dengan kejayaannya selama 13 abad lamanya. Kejayaan yang lebih patut dan prioritas diperjuangkan, daripada sekedar kebahagiaan semu saat tim kesebelasan favoritnya menang.
Wallahu'alam bish shawab.
Tags
Opini