Banyaknya Proyek Mangkrak, Beban APBN Kian Membengkak




Oleh : Eti Fairuzita
(Menulid Asyik Cilacap)


Kritik terhadap pembangunan light rail transit atau LRT di Palembang kian marak usai Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil blak-blakan menyebut proyek tersebut salah perencanaan.
Kang Emil, sapaan akrabnya sempat mengkritik bahwa ada kegagalan dalam mengambil keputusan dalam pembangunan LRT Palembang.

Menurutnya, kala itu dia sudah mengkritik pembangunan LRT karena belum dibutuhkan untuk masyarakat setempat. Hanya saja, kritiknya itu kalah dengan opini politik untuk menyukseskan Asian Games yang kuat.
"Nah, sekarang apa yang terjadi? Nggak ada penumpangnya, itu Rp 9 triliun," ujarnya.

Kritik tajam turut disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny K. Harman. Dia bertanya-tanya tentang efektivitas penggelontoran dana sebesar Rp 9,1 triliun tersebut.
“Kalau tidak ada penumpang, untuk apa dibangun? Bukan kah proyek itu dibuat untuk mengatasi masalah rakyat?” tanyanya lewat akun Twitter pribadi, Minggu (23/10).

Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu turun tangan mengatasi masalah ini. Sebab, proyek yang dibangun tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat
“Gatal di kaki, garuk di kepala? Jika lain gatal lain garuk, maka patut diduga ada unsur korupsi dalam pengerjaan proyek itu. Ayo KPK, datanglah!” tutupnya.

Di sisi lain, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terus mengejar pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang berkali-kali menuai persoalan. Salah satu masalah krusial yakni pembengkakan anggaran yang akhirnya memaksa pemerintah merogoh APBN untuk membiayainya.  Saat meninjau proyek di Tegalluar, Bandung pada 13 Oktober 2013 silam, Presiden Joko Widodo menyebut saat ini prosesnya sudah mencapai 88%. Ia pun berharap jalur kereta sepanjang 142 kilometer itu akan mulai beroperasi pada Juni 2023.  

Proyek kereta cepat ini, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), menjadi bagian tak terpisahkan dari gurita bisnis Tiongkok. Pelaksana proyek yakni KCIC merupakan konsorsium yang berisi empat BUMN dan perusahaan Cina. Selama beberapa tahun terakhir, otoritas Cina memang agresif mengembangkan banyak proyek di luar negeri melalui bendera Belt & Road Initiative (BRI), termasuk pembangunan kereta cepat di Indonesia.

Di sinilah kesalahan besar pembangunan infrastruktur dengan paradigma kapitalistik, pelaksanaan pelayanan publik dalam kapitalisme yang menerapkan prinsip, bahwa negara sebagai regulator yang melayani para korporasi maupun para investor bukan melayani rakyat. Maka tak heran, berbagai proyek infrastruktur selalu melibatkan pihak swasta. Efeknya, infrastruktur tersebut hanya menjadi ambisi para investor dan bukan merupakan kebutuhan rakyat. 

Kalau pun dibutuhkan rakyat, namun nyatanya rakyat harus membayar mahal untuk bisa menikmati pelayanan infrastruktur tersebut. Sebab tidak ada investor yang ingin rugi pada keterlibatannya dalam proyek-proyek infrastruktur. Sementara, negara tidak peduli apakah rakyat mampu mengakses infrastruktur tersebut atau tidak.

Pembangunan LRT dan Kereta Api Cepat, telah menambah deretan proyek yang tidak membawa manfaat optimal dan maksimal untuk rakyat. Dana infrastruktur yang dikeluarkan negara cukup besar, namun tidak membuat rakyat makin mudah dan nyaman hidupnya.
Proyek ambisius ini sejatinya hanya sekedar pencitraan yang menambah beban negara. Inilah realitas pembangunan infrastruktur dalam sistem sekuler-kapitalisme yang hanya menyengsarakan kehidupan rakyat. 

Berbeda dengan Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, penguasa wajib mengurusi seluruh kebutuhan umat, termasuk pembangunan infrastruktur. Pembangunannya akan berfokus pada kemaslahatan umat, dan memprioritaskan pada penjagaan atas jiwa manusia, bukan demi investor apalagi demi ambisi kekuasaan.
Infrastruktur adalah fasilitas umum yang dibutuhkan oleh seluruh manusia, dan termasuk dalam sektor publik. Oleh karena itu, negara wajib menyediakanya bagi seluruh rakyat secara gratis tanpa pungutan biaya. 

Adapun pembiayaan pembangunan infrastruktur karena membutuhkan biaya yang besar, maka semua pembiayaanya dikelola oleh negara, tidak diserahkan kepada swasta apalagi asing. Sebab hal tersebut bisa menyebabkan penguasaan pihak swasta terhadap sektor publik.

Pembangunan infrastruktur dalam Khilafah akan memperhatikan beberapa hal : pertama, apakah pembangunan infrastruktur tersebut benar-benar dibutuhkan masyarakat atau tidak. Jika terkatagori proyek yang jika tidak ada akan mendatangkan kerusakan bagi umat, maka hal tersebut perlu dikaji dulu.
Jika tidak ada dana Baitul Mal, sementara penundaan proyek akan mengakibatkan kerusakan pada umat Islam, maka pembangunan proyek ini menjadi tanggung jawab bagi kaum muslimin. 

Dalam kitab Al-Amwal fi dawlah al-Khilafah karya Shaykh Abd al-Qadim Zallum, menjelaskan bahwa ada tiga strategi yang dapat dilakukan oleh negara untuk membiayai proyek infrastruktur yang ketiadaanya akan membawa bahaya. Diantaranya yaitu pertama, memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum seperti, minyak, gas, dan tambang. Khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas, dan sumber tambang tertentu agar hasilnya dikhususkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Kedua, mengambil pajak atau dharibah dari umat (rakyat).
Cara ini hanya boleh dilakukan ketika Baitul Mal tidak memiliki kas yang bisa digunakan, itupun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital serta hanya diambil dari kaum muslim, laki-laki, dan mampu atau kaya.

Selain itu, negara Khilafah harus membangun infrastruktur dengan kualitas terbaik dan memadai, sehingga hajad hidup rakyat dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, Khilafah akan membangun infrastruktur dengan teknologi mutakhir, bukan pembangunan ala-kadarnya yang mengancam keselamatan nyawa manusia. Dalam sejarahnya, Khilafah telah melakukan pembangunan infrastruktur dengan sangat pesat.

Dr. Kasem Ajram (1992) dalam bukunya "The Miracle of Islam Science, 2nd Edition" memaparkan pesatnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan di zaman kekhilafahan Islam.
Hanya dengan Khilafah pembangunan infrastruktur bisa terjadi (berjalan) begitu pesat, dengan metode pembiayaan yang mandiri, bakhan hasilnya berkualitas level dunia, serta bisa dinikmati oleh rakyat secara cuma-cuma.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak