Banjir Berulang, Upaya Pencegahan Diabaikan



Penulis : Ami Amara



Berdasarkan data BPBD DKI Juga, hujan yang terjadi pada Kamis 6 Oktober 2022, ada sejumlah wilayah yang terdampak banjir dan pada Jumat (7/10/2022) sudah ada yang surut.

Adapun di Jaksel ada 111 RT yang sempat banjir kemudian airnya surut. Di Jakpus 4 RT, Jaktim 2, Jakbar 8 RT.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya sudah memprediksi hujan ekstrem yang terjadi tak hanya di Jakarta tapi di seluruh wilayah Indonesia.

"Prakiraan Musim di mana terjadi peningkatan curah hujan sudah disampaikan sejak bulan Agustus yang lalu. Kemudian tiap sepekan sebelum kejadian, dan diulang 2 hari hingga 1 hari sebelum kejadian. Dan akhirnya peringatan dini diberikan 3 jam hingga 30 menit sebelum kondisi ekstrem terjadi," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/10/2022).

Berdasarkan data BMKG, diprakirakan, awal musim hujan di Indonesia akan terjadi di bulan September hingga November 2022 dengan puncak musim penghujan diprakirakan terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023. Sedangkan, Fenomena La Nina diprakirakan akan terus melemah dan menuju netral pada periode Desember 2022-Januari 2023. Dan, Fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) diprakirakan akan tetap negatif hingga November 2022.

"Kombinasi dari kedua fenomena tersebut (La Nina dan IOD Negatif) diprakirakan akan berkontribusi pada meningkatnya curah hujan di Indonesia," jelas Dwikorita.

BMKG juga menyebut, mayoritas wilayah kondisi musim hujan mengalami normal. Namun memang ada juga yang mengalami hujan atas normal (lebih basah atau lebih tinggi) dan bawah normal (lebih kering atau rendah).

Dwikorita menyebut, prakiraan musim hujan yang dikeluarkan BMKG ini dapat dimanfaatkan oleh stakeholder di pusat maupun daerah sebagai pedoman perencanaan kegiatan di berbagai sektor, seperti awal musim tanam, termasuk antisipasi potensi kebencanaan. Bahkan, dapat menyiapkan penanganan dan mitigasi kemungkinan terjadinya bencana, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana banjir.

Untuk DKI Jakarta, lanjut dia, sebenarnya sudah diberi peringatan dini. Dia pun memberikan contoh terhadap hujan yang terjadi pada 1 Oktober 2022, di mana saat itu BMKG sudah memprediksi Jakarta dengan Banten, Jabar, dan sejumlah wilayah lainnya masuk dalam daerah yang berpotensi mengalami hujan lebat disertai angin kencang disertai petir.

"Peringatan dini disampaikan 29 September 2022, disampaikan potensi cuaca ekstrem di DKI mulai 1 Oktober 2022. Peringatan dini diulang untuk tanggal 2, 3 dan 4 Oktober," jelas Dwikorita.

"Diulang peringatan dininya tiap hari," sambungnya.

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini juga menegaskan, intensitas curah hujan hanya pemicu banjir, bukan faktor utamanya.

"Intensitas curah hujan sebagai faktor pemicu saja. Kondisi lahan, saluran air dan kerusakan lahan dapat berpengaruh signifikan terhadap kejadian banjir," 'kata Dwikorita.

Jika ditelaah, memang semua pihak harus intropeksi diri bahwa banjir yang tak terhindarkan itu tetap disebabkan karena kesalahan manusia. Masih banyak dijumpai di tengah masyarakat bagaimana kebiasaan membuang sampah sembarangan, beralihnya tanah untuk resapan air menjadi rimba beton, serta penanganan untuk memperbaiki sungai yang masih belum maksimal.

Banjir merupakan fenomena yang kerap terjadi di negeri ini, tak terkecuali daerah Bandung. Setiap musim penghujan datang, daerah Bandung tak luput dari terjangan banjir. Untuk mengantisipasi terjadinya banjir, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, baik kota maupun kabupaten. Seperti yang dilansir oleh TRIBUNJABAR.ID, Pemerintah Kabupaten Bandung telah membangun kolam retensi Situ Bugel dan rumah pompa untuk menangani banjir di Kompleks Bumi Harapan, Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.

Menurut Bupati Bandung, Dadang M. Naser, kolam retensi dan rumah pompa di Bumi Harapan atas kesepahaman fasilitas sosial dan umum yang sudah diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Bandung. Di Bumi Harapan ini ada fasilitas sosial dan umumnya 11 hektar.

Dengan dibangunnya kolam retensi, diklaim mampu mengurangi debit air yang beberapa tahun ini sering merendam rumah warga. Seperti yang dialami salah seorang warga Toto Suharto. Ia menuturkan bahwa perumahan tempat ia tinggal sudah mulai terendam sejak tahun 2007, bahkan tingginya sempat mencapai 1,5 meter. (Detiknews, 26/11/2020)

Pembangunan kolam retensi selalu dijadikan sebagai solusi andalan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah banjir. Namun, berdasarkan pengalaman kolam retensi tidak memberikan solusi tuntas. Kolam retensi yang sudah ada sebelumnya tidak berfungsi dengan baik dan belum mampu mengatasi banjir. Seperti beberapa kolam retensi yang dibangun di kota Bandung. Dilansir JabarEkspres.com, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung Didin Ruswadi mengakui, saat ini masih ada genangan air di jalanan Kota Bandung meski sudah dibangun kolam retensi di beberapa titik, antara lain kolam retensi Sinaraga, Taman Lansia, Wetland, Bima, dan Rancabolang.

Dari sini, pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman dan lebih serius dalam menangani persoalan banjir. Jika kita perhatikan dengan seksama, banjir menjadi fenomena yang dianggap biasa terjadi bahkan semakin parah setiap tahunnya. Sayangnya, meskipun banjir sudah berulang kali melanda negeri ini namun bencana ini masih belum bisa teratasi hingga kini. Oleh karena itu, untuk bisa menemukan solusi tuntas mengatasi fenomena banjir ini, kita harus menelaah terlebih dahulu apa saja yang bisa menyebabkan banjir.

Banjir bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi dan tidak terserapnya air oleh tanah dengan baik. Curah hujan merupakan siklus alami, namun ia bisa dimodifikasi dan direkayasa dengan teknologi. Adapun tidak terserapnya air oleh tanah, hal ini diakibatkan karena sedikit bahkan tidak adanya tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut. Selain itu, jenis tanaman yang tumbuh di tanah ikut mempengaruhi penyerapan air. Sayangnya, saat ini sebagian besar lahan yang digunakan sebagai daerah resapan justru dijadikan sebagai perumahan dan semakin banyak tanah yang tertutup semen atau aspal.

Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan turut andil menjadi penyebab banjir. Tak sedikit masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Akibatnya, sungai menjadi penuh sesak dengan sampah dan meluap karena tidak mampu lagi menampung volume air hujan. Sungai pun yang sedianya membawa berkah dan manfaat, sering berubah menjadi malapetaka.

Buruknya sistem drainase dan umur bangunan pun menjadi penyebab terjadinya banjir. Infrastuktur yang telah melewati masa guna dan sistem konstruksi yang tidak memprediksikan percepatan volume aliran sungai yang melebihi batas normal menyebabkan air sungai meluap ketika musim penghujan dan merusak bangunan seperti saluran drainase, jembatan, serta waduk.

Semua itu terjadi karena sistem kapitalisme yang telah mempengaruhi pemikiran, baik masyarakat maupun pemerintah. Sistem kapitalisme yang meranggas jauh ke seluruh sendi-sendi kehidupan telah menumbuh suburkan prilaku konsumtif. Meningkatnya taraf hidup masyarakat kelas menengah menaikkan tingkat konsumsi barang dan makanan. Gaya hidup masyakarat modern yang hedonis menimbulkan persoalan sampah semakin parah.

Adapun pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan tidak berpihak pada pencegahan bencana banjir bahkan terkesan abai akan dampak yang ditimbulkan. Kebijakan yang dibuat pemerintah lebih pada mempertimbangkan ada tidaknya pemasukan bagi kas negara bukan karena kondisi lingkungan. Padahal banjir sendiri tidak bisa dianggap remeh, sebab dampak yang ditimbulkan bisa merugikan masyarakat dan pemerintah sendiri, bahkan bisa merenggut nyawa. Inilah pemikiran kapitalis sekuler yang menjadikan manfaat sebagai standar perbuatan. Tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi. Sistem kapitalisme sekuler membebaskan kepemilikan, lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan pun malah dialihfungsikan demi keuntungan semata.

Solusi Islam

Berbeda hal nya dengan Islam. Islam sebagai agama yang sempurna serta sebagai ideologi yang di dalamnya memuat seperangkat aturan. Islam mampu memberikan solusi setiap problematika kehidupan, termasuk bagaimana mengatasi masalah banjir dan bencana lain.

Allah Swt. berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Artinya : “Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan, disebabkan perbuatan tangan-tangan manusia, Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)

Mengenai ayat tersebut, sebagian manusia menafsirkan bahwa perbuatan manusia hanya terbatas pada sikap manusia yang tidak ramah terhadap alam. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa longsor, banjir, dan bencana alam lainnya disebabkan oleh sikap manusia yang tidak benar dalam mengelola lingkungan. Padahal ada penyebab lain yang belum dipahami oleh masyarakat luas, yaitu perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia dan ketidakpatuhannya kepada Sang Pencipta seperti tidak menjadikan aturan Allah sebagai aturan hidup.

Sistem Islam memperhatikan kepentingan umat secara detail. Solusi Islam dalam upaya mengatasi banjir di antaranya dengan membangun sungai buatan dan kanal untuk mengurangi penumpukan volume air dan mengalihkan aliran air, membangun bendungan-bendungan untuk menampung tumpahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya, membangun sumur-sumur resapan di daerah tertentu. Memetakan daerah mana yang termasuk rawan banjir dan melarang penduduk mendirikan bangunan di daerah tersebut.

Selain itu, pembentukan badan khusus pun diperlukan untuk penanganan bencana alam, persiapan wilayah-wilayah tertentu untuk cagar alam. Sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kewajiban memelihara lingkungan, persyaratan tentang izin pendirian bangunan dan pembukaan pemukiman baru. Penyediaan daerah serapan air hujan, penggunaan tanah, dan sebagainya.

Tak hanya itu, sistem Islam pun memberikan solusi dalam menangani korban banjir, seperti penyediaan tenda, makanan, obat-obatan dan pakaian, serta adanya keterlibatan masyarakat sekita yang berada di dekat wilayah yang terkena bencana banjir.

Itulah berbagai solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi permasalahan banjir. Hanya Islam yang memberi aturan secara sempurna dalam mengatasi berbagai problematika, termasuk banjir.

Oleh karena itu, sudah saatnya sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan agar keberkahan menaungi negeri ini.

Wallahu a’lam bi ash-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak