Atasi Stanting, Kerja Sama Dengan Asing. Solusi Kah?




Oleh : Venti Budhi Hartanti, S. Pd.I



     Ironis memang Indonesia yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Bahkan sering digaungkan negeri yang gemah ripah lok jinawi. Lumbungnya pangan..tapi sayang masih banyak anak-anak yang mengalami stunting. Masih banyak anak-anak mengalami gizi buruk. Ini diperkuat dengan data-data yang baru saja terjadi hampir tujuh juta anak dan 180 ribu di antaranya terancam meninggal akibat stunting. Angka stunting masih berada pada persentase 24,4%.

Oleh karenanya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun menggandeng sejumlah mitra swasta dan asing untuk memperkuat penanganan penurunan prevalensi stunting. (Antara News, 23/09/2022).

Salah satunya, BKKBN bekerja sama dengan National Food Agency (NFA) yang diwujudkan dengan kegiatan “Gerakan Makan Telur Bersama” di Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. (Republika, 25/9/2022). Sebanyak 15.077 butir telur dimakan bersama dengan masyarakat Kendal. Ini dianggap ide inovatif dan luar biasa, meski patut dipertanyakan, apakah memanfaatkan telur yang melimpah bisa mencegah stunting?

Tampaknya memang menjadi kebiasaan pemerintah untuk menggandeng mitra swasta atau asing pada setiap kesempatan. Kebijakan di negeri ini hampir tidak pernah luput dari bayang-bayang swasta dan asing.

Muncul dugaan bahwa ada kepentingan terselubung dari kerja sama mengatasi stunting ini. Publik juga mengira kuat bahwa program-program swasta dan asing yang hendak dijalankan adalah untuk menguntungkan swasta/asing semata.
Karena negeri ini sebenarnya sangat kaya SDA, namun angka kemiskinan dan Stanting pada anak terus saja meningkat.l Sebenarnya, publik tidak perlu heran dengan melimpahnya SDA, tetapi entah ke mana itu. Sudah rahasia umum bahwa SDA negeri ini menjadi bancakan negara-negara penjajah tanpa meninggalkan apa pun untuk rakyat. Yang tersisa hanya penderitaan dan kemiskinan.

Guru Besar Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Purwiyatno Haryadi, M.Sc. pernah mengatakan, “Dari sisi kesehatan, bagaimana bisa mengatasi stunting melalui bidang keamanan pangan, seperti kurangnya infrastruktur air bersih? Produksi pangan yang tidak sesuai kaidah cara produksi pangan yang baik (CPBB) menjadi tantangan keamanan pangan di Indonesia.” (Republika).

Pemerintah juga tidak memastikan perlindungan kesehatan publik dengan membenahi standar keamanan pangan nasional. Padahal, butuh keterlibatan banyak kementerian, bukan hanya kementerian bidang kesehatan dan pangan. 

Selain itu, butuh untuk merevitalisasi posyandu dan penyuluhan untuk pemberian makanan pada ibu hamil agar terpenuhi. Tidak kalah penting ialah memastikan terpenuhinya makanan setiap individu rakyat. Mustahil stunting bisa teratasi apabila terus melakukan penyuluhan untuk mengonsumsi makanan sehat, sedangkan ketersediaan makanannya sendiri tidak mencukupi.

Dan sekarang penguasa justru menggandeng asing untuk menangani masalah stanting itu sendiri. Untuk apa? Masalah yang itu bersumber dari dalam negeri sendiri justru meminta asing untuk menanganinya. Bukannya selesai tapi justru akan timbul permasalahan baru. Sudah menjadi watak negara dalam kapitalisme bahwa setiap urusan rakyat tidak lepas dari kerja sama dengan para kapitalis. Pemerintah menganggap tidak akan mampu bekerja sendiri tanpa dukungan kapitalis untuk menjalankan setiap kebijakan yang tentunya butuh biaya yang tidak sedikit.

Sebelumnya, pemerintah meluncurkan Gerakan Pengurangan Stunting Nasional yang bersifat multisektoral yang menjadikan penanganan stunting selama 1.000 hari pertama kehidupan sebagai prioritas nasional. 

Kini, pemerintah menggandeng sejumlah mitra swasta dan asing dengan menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) bersama Tanoto Foundation, Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk., serta United States Agency for International  Development/USAID dari AS. (Antara News).

Tanoto Foundation melakukan penelitian untuk menemukan rekomendasi praktis komunikasi perubahan perilaku tentang pemberian makanan bagi bayi dan anak. Studi penelitian dilakukan di Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, NTT, Maluku, Sumatra Barat, dan Jawa Barat.

Yayasan Bakti Barito membantu dalam penyediaan nutrisi anak. Bank Central Asia dan USAID bisa jadi membantu dalam memenuhi pembiayaan atau berupa bantuan teknis karena dana yang dibutuhkan pemerintah untuk memerangi stunting pastinya tidaklah sedikit. Lagi-lagi dana yang harusnya cukup untuk mengatasi stunting justru akan membengkak dengan peran asing didalamnya. Ingat dalam neraca para kapitalis, semua tidak ada yg gratis. Semuanya perlu dana dan pastinya untung. 
Publik patut mencurigai segala bentuk kerja sama dengan asing. Ini karena ada potensi untuk menjadi pintu masuk berbagai program asing guna mengeksploitasi potensi generasi, kemudian mengarahkan pembangunan SDM sesuai kepentingan mereka.

Contohnya, Mantan Menkes Terawan yang dua tahun lalu bekerja sama dengan Roche Indonesia meresmikan Stunting Center of Excellence (CoE) di Labuan Bajo, NTT. Roche Indonesia yang mendanai CoE merupakan perusahaan farmasi dan diagnostik berbasis di Swiss. Mereka merancang CoE untuk menjadi pusat pelatihan dan inovasi untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. 

Semua ini makin memastikan bahwa pemerintah berlepas tangan menyejahterakan rakyat dan menyerahkan pengurusan rakyat pada swasta dan asing. Memerangi stunting dengan menggandeng asing bukanlah solusi bagi negeri. Seharusnya, negara tampil dan benar-benar mengurusi masalah anak kurang gizi. Apabila kapitalisme tidak bisa menyolusi, terapkanlah sistem Islam yang menjamin kesejahteraan dan ketersediaan pangan.

Penyebab stunting adalah karena minimnya kesejahteraan rakyat. Dalam sistem Islam (Khilafah), kesejahteraan rakyat akan terjamin melalui beberapa mekanisme.

Pertama, Khilafah menetapkan bahwa setiap muslim laki-laki, khususnya kepala rumah tangga, bertanggung jawab bekerja untuk menafkahi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini akan didukung dengan lapangan pekerjaan memadai yang disediakan negara.

Kedua, Khilafah mendorong masyarakat untuk saling tolong-menolong jika terjadi kesulitan atau kemiskinan yang menimpa individu masyarakat. Keluarga dan tetangga akan turut membantu mereka yang dalam kondisi kekurangan dengan berbagai macam aturan Islam, semisal zakat, sedekah, dan lainnya.

Ketiga, Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam. Dalam hal kepemilikan, baik individu, umum, dan negara, semua diatur untuk kemakmuran rakyat. Negara juga menjamin kehidupan setiap individu masyarakat agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan, dan papan yang layak.

Khalifah pun mengupayakan agar pertanian dapat ditingkatkan untuk memproduksi kebutuhan pangan. Tidak akan ada impor pangan yang justru mematikan harga jual masyarakat. Kebijakan khalifah dalam ketahanan pangan negara dipastikan untuk memenuhi gizi masyarakat.

Khatimah
Kebijakan Khilafah ialah politik pelayanan untuk rakyat, bukan kapitalisasi kepentingan atau keberpihakan pada korporasi. Khalifah memahami bahwa ia adalah pengurus dan bertanggung jawab atas rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad dan Bukhari)

Kehadiran pemerintah dan negara adalah pengurus pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu publik. Setiap kebutuhan individu masyarakat akan terpenuhi secara makruf. Demikian pula, Khilafah tidak akan melakukan kerja sama dengan asing untuk mengatasi stunting karena berpotensi masuk ke dalam perangkap kepentingan mereka. Wallahualam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak