Tarif Ojek Online Naik, Konsumen dan Pelaku UMKM Panik




Oleh : Umi Hafizha

Kenaikan tarif ojek online hingga kini masih menjadi bahan perbincangan. Kebijakan kenaikan tarif ojek online yang seharusnya mulai berlaku tanggal 29 Agustus 2022 lalu resmi dibatalkan pemerintah. Menurut Juru Bicara Kementerian Perhubungan,  kembali menunda pemberlakuan tarif baru ojek online harus dilakukan demi mempertimbangkan berbagai situasi yang berkembang di masyarakat (Kompas. Com, 29/8/2022).

Sebagaimana diketahui sebelumnya, bahwa Kementerian Perhubungan memutuskan untuk menaikkan tarif ojek online antara 30% hingga 50%. Kenaikan tarif minimum dan tarif per kilometer di tiga zonasi tersebut dinilai konsumen terlalu tinggi.

Berdasarkan survei terbaru Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang berjudul Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia, menunjukkan,  mayoritas ( 73,8 %) konsumen meminta pemerintah mengkaji ulang tingkat kenaikan tarif ojek online yang dinilai sangat tinggi (Bisnis. Com,28/8/2022).

Kenaikan tarif ojek online yang cukup tinggi ini berdampak besar membebani  pengguna dan akan menurunkan omset UMKM yang mengandalkan penjualan online seperti ojol food dan ini dikhawatirkan akan mengurangi minat masyarakat menengah kebawah untuk menggunakan transportasi umum dan berbalik ke kendaraan pribadi. 

Meskipun demikian, hal ini menuai munculnya masalah baru seperti kemacetan, beban masyarakat bertambah untuk membeli BBM, ganti oli, servis dan sebagainya. Selain membebani masyarakat pengguna ojek online, kenaikan tarif ojek online ini tidak memberikan keuntungan bagi driver sebanyak perusahaan. Yang pasti jumlah pengguna yang berkurang akan mempengaruhi secara langsung pendapatan driver. Bahkan bisa berdampak pada kehilangan pekerjaan. 

Makin banyak masyarakat yang berprofesi menjadi driver ojek online dan makin besarnya pengguna ojek online baik untuk transportasi maupun distribusi produk, telah membuat kapitalisme pemilik perusahaan ojek online semaunya menaikkan tarif. Sementara negara hanya menjadi stempel melegalkan kerakusan kaum kapitalis. 

Harus diakui dan disadari bahwa ideologi kapitalisme dengan asas sekulerisme telah menjadi pangkal abainya rezim di negeri ini terhadap urusan rakyat. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan inilah yang melahirkan paham pelaku kapitalistik. Yang mengganggap bahwa transportasi adalah sebuah industri yang menghasilkan keuntungan materi. 

Paradigma ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum dikuasai oleh korporasi. Sehingga secara otomatis fasilitas umum mempunyai fungsi bisnis untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya bukan fungsi sebagai pelayanan. 

Cara pandang kapitalistik mengenai pelaksanaan pelayanan publik ini menerapkan prinsip bahwa negara berfungsi sebagai  regulator yang melayani para korporasi maupun investor, bukan melayani rakyat. Adapun pelaksanaan di lapangan adalah operator yang di serahkan korporasi yang bertujuan mencari keuntungan materi. 

Islam adalah satu-satunya solusi bagi semua persoalan kehidupan manusia tak terkecuali persoalan transportasi publik. Semua itu telah di buktikan sebagaimana sejarah peradaban Islam telah berlangsung selama ratusan tahun. 

Para Khalifah bertanggungjawab langsung sepenuhnya sehingga terjamin akses semua orang terhadap transportasi publik sekaligus dengan harga gratis. 

Mulai dari infrastruktur, moda transportasi dan para pengemudinya. Bahkan untuk kepentingan ini digunakan teknologi terkini dan terus diriset demi terwujudnya transportasi publik yang tak sekedar ada dan gratis, namun berkualitas terbaik. 

Islam memandang transportasi publik bukanlah jasa komersial akan tetapi hajat dasar keberlangsungan kehidupan setiap manusia. Baik yang bersifat rutin maupun insidental. Ketiadaannya akan berakibat penderitaan yang diharamkan Islam. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw yang artinya, "Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh di bahayakan". (HR.Ibnu Majah dan Ahmad). 

Negara Islam berfungsi sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya menjamin akses setiap individu publik terhadap transportasi publik murah atau gratis, namun aman dan nyaman. 

Maka dari itu haram hukumnya negara berfungsi sebagai regulator dan fasilitator sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Islam melarang keras transportasi dikuasai individu atau korporasi swasta maupun asing. Baik infrastruktur jalan raya, bandara, dan pelabuhan dengan segala kelengkapannya maupun sumber daya manusia transportasi berupa pengemudi angkutan, pilot, masinis, sopir, dan kapten. 

Oleh karena itu hanya dalam  Islam masyarakat dapat menikmati pelayanan transportasi publik dengan murah, nyaman dan aman. 
Wallahu'alam bishawab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak