SENYUM MANIS PARA KAPITALIS




Oleh : Ummu Aqeela

Pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax pada Sabtu (3/9/2022).
Adanya kenaikan itu membuat harga sejumlah kebutuhan pokok seperti cabai hingga bawang merah ikut merangkak naik. Tak hanya itu, tarif moda transportasi salah satunya bus antar kota antar provinsi atau AKAP pun mengalami kenaikan.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, kenaikan harga BBM yang diikuti naiknya harga kebutuhan pokok disebut sebagai multiplier effect atau efek berganda.
"Jadi secara teoritis disebut sebagai multiplier effect, suatu kenaikan barang atau komoditas itu akan mempengaruhi juga harga-harga kebutuhan yang lain," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/9/2022).
Ia menjelaskan, kenaikan harga BBM sudah pasti menyulut inflasi, terlebih pada Solar yang disebutnya bisa menyebabkan double impact.
"Kenaikan harga Solar itu memicu inflasi, kemudian Solar tadi itu kan banyak digunakan truk pengangkut logistik, maka harga-harga kebutuhan pokok jadi naik juga," imbuh Fahmy.

Tidak dapat dipungkiri bahwa rentetan sejarah, krisis BBM dan krisis ekonomi secara keseluruhan tidak bisa dilepaskan dari kapitalisme global yang semakin mencengkeramkan kakinya di Indonesia. Cengkeraman tersebut antara lain melalui lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia yang terus memaksakan kehendaknya terhadap Indonesia, khususnya melalui beragam UU dan berbagai macam kebijakan ekonomi pemerintah maupun melalui perusahaan-perusahaan asing yang terus menghisap habis kekayaan alam Indonesia. Dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak terhadap mereka membuat mereka tersenyum manis, meski harus melihat jutaan nyawa menangis.

Dalam tinjauan syariat Islam, BBM adalah salah satu sumber daya alam milik umum karena jumlahnya yang terhitung masih melimpah dan masyarakat membutuhkannya. Dengan kata lain BBM adalah barang publik yang harus dikelola Negara demi maslahatan rakyat. Dengan demikian, Islam melarang pengelolaannya diserahkan kepada swasta atau asing. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Berserikatnya manusia dalam ketiga hal tersebut bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai suatu yang dibutuhkan orang banyak (komunitas) yang jika tidak ada, mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Artinya, berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput, dan api sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas. (Al-Waie, 2019)

Dengan demikian, apapun yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum dan masyarakat membutuhkan dan memanfaatkannya secara bersama, pengelolaannya tidak boleh dikuasai individu, swasta, ataupun asing. Negaralah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta milik umum tersebut.

Dalam hal minyak bumi, negara berkewajiban mengelola dan mendistribusikan hasilnya kepada masyarakat secara adil dan merata, serta tidak mengambil keuntungan dengan memperjualbelikannya kepada rakyat secara komersial. Kalaupun negara mengambil keuntungan, itu untuk menggantikan biaya produksi yang layak dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat dalam berbagai bentuk.

Dengan tata kelola minyak yang berlandaskan pada syariat Islam, negara akan mampu memenuhi bahan bakar dalam negeri untuk rakyat. Negara juga memberikan harga yang murah bahkan gratis. Dalam Islam, minyak bumi dan gas alam adalah harta milik umum yang pengelolaan dan ketersediaannya dikelola langsung oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Untuk mewujudkan hal itu, jelas diperlukan seorang pemimpin yang berani dan memperjuangkan yang haq untuk keluar dari jeratan kapitalisme global ini. Dan itu hanya bisa terjadi ketika Islam sudah menjadi pondasi. Sehingga kita mampu membuat keadaan terbalik, yaitu jeritan tangis para kapitalis.

Wallahu'alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak