Oleh :
Afrin Azizah
Teridentifikasi 414 mahasiswa bandung
positif HIV. “ Angka 400 itu akumulasi 30 tahun. Jadi seluruh provinsi ada,
bandung segitu dari tahun 1991-2021, jadi itu rentang akumulasi 1991-2021, “
“ Sudah kita berikan. Pendampingan
juga, penjauhan dari stereotyping dan pendamping lainnya, “ Imbuh Gubernur
Jabar Ridwan Kamil ( www.detik.com 29/08/2022 )
Data tersebut masih mengenai
mahasiswa, belum selainnya.
Dilansir dari ( cnnindonesia.com
23/08/2022 ). Tercatat per Desember 2021 ada 12.358 pengidap HIV AIDS yang
melakukan pelayanan kesehatan di Kota Bandung. Rinciannya, 5.943 diantaranya
merupakan warga Kota Bandung.
“ Paling banyak itu usia 20-29 tahun,
persentasenya 44.84 persen, usia produktif banget.” Kata Ketua Sekretariat KPA
Kota Bandung Sis Silvia Dewi.
Miris sekali, jika sampai saat ini HIV
masih merajalela. Meski sudah diketahui penyebab dan akibat nya, akan tetapi
tidak ada perubahan signifikan dari masyarakat yang positif HIV/AIDS.
Penyebab penularan HIV/AIDS semakin
meluas, mayoritas terjadi akibat seks bebas yang dilakukan baik dengan lawan
jenis maupun dengan sesama jenis.
Ditambah dengan adanya Kampanye Seks
Aman yang dianggap sebagai solusi. Seks bebas seakan dianggap sebagai hal
normal yang boleh dilakukan asal dengan cara yang “aman” tanda kutip.
Negara saat ini yang masih berprinsip
liberal, tidak salah jika warganya pun mempunyai prinsip yang sama. Dimana
masing-masing memiliki kebebasan dalam berfikir, maka muncullah prinsip my body
my authority “ Kan ini badan saya, kan nggak merugikan orang lain, kan suka
sama suka “ itulah pendapat mereka yang sudah tercemari oleh ide liberal.
Maka dari itu, bukan Kampanye Seks
Aman yang dijadikan solusi. Akan tetapi liberalisme nya lah yang harus dihapus
sebagai solusi.
Sehingga tidak ada lagi kebebasan
dalam berfikir, melainkan kembali dengan fitrah manusia yaitu aturan yang
sesuai dengan syariat Islam yang datangnya dari Allah ﷻ Sang Pencipta.
Bagaimana aturan yang sesuai dengan
Syariat Allah?
Dalam ranah negara, pola hidup setiap
masyarakat harus bisa diatur sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Dan hal yang
hanya bisa diatur oleh negara ialah yang bisa berdampak bagi seluruh
masyarakat, contohnya dari media sosial. Negara memfilter media sosial yang
menyimpang dari aturan syariat secara keseluruhan, tidak lagi beralih kepada
keuntungan beberapa pihak.
"Sesungguhnya kepemimpinan
merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan
kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik,
serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." ( HR. Muslim).
Dan dari ranah individu, perlu
disadari bahwa
seks bebas hukumnya haram dalam Islam,
sebagaimana firman Allah ﷻ :
“Dan orang-orang yang tidak menyembah
tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang
siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),
(yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal
dalam azab itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat.” (QS
Al-Furqan: 68)
Dalam Islam, untuk memenuhi gharizah
nau’ atau naluri kasih sayang memiliki 2 pilihan, jika mampu maka menikah lah
dan jika tidak mampu maka berpuasa lah.
"Wahai para pemuda, jika kalian
telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menentramkan pandangan
dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi
tameng baginya." (HR. Bukhari No. 4779)
Wallahua’alm bilshawab..