Seberapa Terwakili Kondisi Rakyat atas Keberadaan Wakil Rakyat?



Oleh: Rahmawati, S. Pd

Warga digegerkan dengan temuan seorang ibu rumah tangga, warga Desa Mandiangin Timur, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar yang tewas karena gantung diri (pojokbanua.com). Korban berinisial MV berusia 33 tahun ditemukan pertama kali oleh anaknya yang pergi ke dapur dan menemui ibunya telah tergantung di kasau dapur dan telah tidak bernyawa.

Penelusuran fakta dilapangan, peristiwa ini terjadi lantaran ibu tersebut telah menanggung beratnya beban kehidupan. Memiliki anak yang masih kecil, merawat orangtua yang tengah stroke dan menanggung beban pinjaman harian menjadi latar belakang kejadiian ini. Intinya berada dalam masalah ekonomi dan beban kehidupan.

Sederet beban berat pun telah ditanggung banyak rakyat di negeri ‘jamrud khatulistiwa’ ini. Belum kembali normalnya harga minyak goreng, telah diikuti dengan naiknya harga BBM ditengah anjloknya harga minyak dunia. Hal ini tentu menjadi perhatian internasional mengapa hal ini bisa terjadi. Kenaikan harga BBM tentu menjadi start untuk kenaikan harga kebutuhan lainnya.

Menyikapi hal ini, beberapa aliansi mahasiswa tidak tinggal diam untuk mengutarakan aspirasi mereka. Ribuan mahasiswa pun turun ke jalan mendatangi rumah wakil mereka, yaitu gedung wakil rakyat. Alih-alih tuntutan mahasiswa untuk turunnya harga BBM diterima, justru mereka menemui kemeriahan dan sukacita atas kumandang lagu ‘selamat ulang tahun’ dan tepukan tangan untuk ketua DRR-RI, Puan Maharani. Tidak ada satu pun jajaran pimpinan DPR-RI yang keluar untuk menemui para mahasiswa yang beraspirasi.

Kondisi yang sangat kontras memperlihatkan fakta sebenarnya antara wakil rakyat dengan rakyat yang diwakili. Di luar menjerit, di dalam bersuka cita. Apa yang sebenarnya terjadi dari kondisi ini?. Mahasiswa terbakar panas matahari, sementara wakil rakyat sejuk ber-AC. Ini menunjukkan telah matinya nurani wakil rakyat kepada rakyat yang diwakili.

Stetmen kalau harga beras naik, masyarakat sebaiknya diet; Naiknya harga BBM, pindah ke mobil listrik saja; Minyak goreng mahal, masyarakat bisa merebus dan mengukus; Daging mahal, makan keong sawah saja; Cabe mahal, bisa tanam sendiri. Dan sederet pernyataan yang tidak menjadi solusi bagi rakyat.

Ditambah lagi dengan menyusulnya kenaikan tarif dasar listrik dan air, pajak sembako dan pulsa, otak atik skema dana pensiun PNS dan tunjangan guru, dan sebagainya. Sungguh sebuah ketidak berpihakan dan tidak terwakilinya suara rakyat oleh wakil rakyat. Lenyap sudah empati ini.

Jika kita cermati, ada hal yang menyebabkan hilangnya empati penguasa terhadap rakyat. Pertama, hubungan yang terbentuk antara penguasa dan rakyat dalam sistem demokrasi kapitalistik adalah hubungan bisnis antara penjual dan pembeli. Negara menjual kebutuhan rakyat dengan pandangan rakyat harus membeli dengan seberapapun harga yang telah ditetapkan negara. Dengan konsep perdagangan, negara akan mencari keuntungan dari pembelinya.

Kedua, pada sistem demokrasi kapitalistik, kedaulatan berada di tangan pemilik modal. Sehingga penguasa yang terpilih adalah hasil dorongan pemilik modal. Konsekuensinya, pemilik modallah yang akan mengatur segala kebijakan yang diiyakan penguasa dan mustahil berpihak kepada kepentingan rakyat.

Ketiga, sistem demokrasi kapitalistik adalah sistem yang cacat dari lahir, yaitu memisahkan antara agama dan kehidupan. Kebijakan yang tidak pernah melibatkan Allah SWT, sehingga liberalisasi terjadi di semua sektor kehidupan. Ketimpangan dan kesenjangan menjadi buah diterapkannya liberalisasi disemua bidang. Kekayaan hanya dimiliki orang tertentu, sementara mayoritas rakyat berada di bawah garis kemiskinan.
Sungguh, sistem demokrasi kapitalistik telah mematikan nurani dan empati terhadap rakyat. Penguasa tidak mampu menjadi mata, telinga dan hati rakyat. Karena tujuan penguasa tidak untuk kepentingan rakyat, tetapi mengutamakan kepentingan pribadi dan golonganlah yang lebih menggiurkan.
Hai ini sangat berbanding terbalik dengan kekuasaan dalam sistem Islam. Penguasa selalu mengazamkan dirinya untuk melayani rakyat, berniat mengabdi kepada Allah SWT sebagai pemilik kehidupan ini. Akidah Islam menjadi landasan dalam mengambil setiap kebijakan. Wakil rakyat hanya akan diambil oleh orang-orang yang benar-benar amanah dan piawai dalam mengurus negara.

Pemimpin benar-benar mengacu pada pilihan ganjaran surga atau neraka. Sehingga penguasa benar-benar menjalankan amanah dan menghindari kelalaian. Sistem Islam lah yang akhirnya mampu melahirkan penguasa yang amanah, kapabel, empati dan memprioritaskan segala kepentingan rakyat. Diantara keduanya akan saling mendoakan dan saling mencintai karena Allah SWT.
“ Sebaik-baik pejabat negara kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk-buruk pejabat negara kalian adalah mereka yang kalian benci dan mereka membenci kalian. Kalian melknat mereka dan mereka juga melaknat kalian.” HR. Muslim.

Dari akidah Islam yang terpancar sederet peraturan yang mengatur kehidupan, maka tidak mustahil negara mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Sistem ekonomi Islam akan mengembalikan hak rakyat berupa jaminan kebutuhan hidup menjadi tanggung jawab negara. Negara berusaha menggartiskan kebutuhan pokok rakyat seperti jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Bahkan kebutuhan lainnya.

Tidak ada alasan dan keraguan bagi kita untuk ridho diatur oleh sistem yang berasal dari Sang Pencipta Pengatur Kehidupan ini, yaitu sistem kehidupan Islam dalam bingkai Negara Khilafah. Allahu’alambishowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak