Oleh Sinta Nur Safitri Ramli
(Pegiat Literasi)
Kehamilan di luar nikah di kalangan remaja begitu marak. Hal ini terjadi karena free seks telah menjadi gaya hidup dan dianggap sebagai hal yang lumrah. begitu juga jika harus menempuh jalur pernikahan dini atau bahkan melakukan tindakan aborsi sebagai akibat perbuatannya.
Tanpa disadari, kelonggaran aturan dengan memberikan dispensasi nikah bagi pasangan muda-mudi yang hamil di luar nikah merupakan cela yang semestinya tidak boleh dianggap sesuatu hal yang lumrah.
Dilansir dari Kompas.com, Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jumapolo, Karanganyar yang mengalami kontaksi saat jam pelajaran, akhirnya melahirkan bayi dan nikahkan.
Kapolsek Jumapolo AKP Hermawan menjelaskan pihaknya turut mendampingi kasus siswi tersebut. Berdasarkan pengakuan siswi tersebut, dirinya dihamili oleh pacarnya dari SMA yang berbeda. Perkara tersebut kemudian diselesaikan secara kekeluargaan.
"Kedua pihak menyepakati keduanya dinikahkan, usia keduanya belum genap 19 tahun sehingga harus menempuh dispensasi nikah dari PA Karanganyar," kata Hermawan, dikutip (Tribun Solo, 9/9/2022).
Sekularisme Melonggarkan Perbuatan Zina
Kondisi pergaulan muda-mudi saat ini memang semakin tak terkendali. Sekularisme yang menjadi imabs sistem kapitalis, membuka peluang bagi remaja agar bisa terus bermaksiat. Banyak kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja putri adalah akibat dari pergaulan yang memberikan kebebasan dalam mengekspresikan rasa suka tanpa lagi memperhatikan rambu-rambu aturan agama.
Dalam sistem kapitalis yang menjunjung tinggi kebebasan, naluri seksual tidak diatur sehingga mereka melampiaskan syahwat dengan bebas. Maka muncul pergaulan bebas. Ketika terjadi kehamilan, maka aborsi menjadi pilihan.
Sungguh hal ini gambaran betapa rusaknya muda-mudi saat ini. Akibat pergaulan bebas yang meninggalkan segores noda hitam. Sistem pendidikan pun gagal dalam mencetak kepribadian unggul generasi. Kepribadian yang rapuh dan tidak mampu dalam memecahkan masalah membuat tidak sedikit remaja berakhir dengan aborsi/bunuh diri.
Pemahaman liberal yang lahir dari sekularisme telah merusak pola pikir dan pola sikap yang membentuk kepribadian remaja. Sekularisme kapitalisme hanya mengenalkan konsep bahwa kebahagiaan hidup adalah tercapainya kepuasan bersifat materi. Hasilnya, generasi hanya mengejar kepuasan biologis dan meraih nilai materi (finansial) dalam hidup. Generasi tidak mengenal nilai maknawi tentang kehormatan dan kemuliaan seorang perempuan. Generasi juga gagal paham tentang nilai ruhiah bahwa ada perhitungan dosa dan pahala saat di akhirat kelak.
Rusaknya pergaulan bebas menunjukkan inilah peran penting khususnya keluarga yang sangat dibutuhkan peranannya. Keluarga merupakan benteng utama dan terakhir yang dapat menjaga anak-anak dari serangan yang bisa menghancurkan kepribadian Islamnya.
Anak adalah tanggung jawab orangtua. Di antara bentuk tanggung jawab yang dipikul orangtua terhadap anak-anak mereka adalah mencegah dari segala sesuatu yang dapat merusak atau memberi pengaruh negatif. Termasuk melindungi mereka dari kejahatan seksual.
Keluarga merupakan benteng utama dalam melindungi anak. Akan tetapi, negara pun ikut terlibat dalam perlindungan anak dari segala pengaruh buruk lingkungannya. Sebab, anak adalah generasi masa depan bangsa yang seharusnya memiliki masa depan yang gemilang.
Berbicara tindak asusila, mestinya tidak hanya menyelesaikan kasus per kasus. Sebab, kasus yang sama selalu berulang dari tahun ke tahun.
Pemerintah melakukan beragam upaya untuk meminimalisasi dan mencegah tindak asusila ataupun kekerasan seksual. Namun, sejumlah regulasi rupanya belum cukup menangkal hal ini. Itu artinya, terdapat kesalahan dalam merumuskan akar permasalahan sehingga regulasi yang ada, gagal memberi solusi pelecehan seksual pada anak yang semakin gawat darurat.
Kasus pada pelecehan anak adalah buah penerapan sistem sekuler liberal. Sistem ini mengikis fondasi paling mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu keimanan serta pemberlakuan syariat Islam.
Akibat sekularisme, kaum Muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Islam hanya terbatas pada ibadah ritual semata. Aturan Islam tergantikan dengan hukum sekuler buatan manusia. Aturan inilah yang mendominasi tata pergaulan sosial di masyarakat. Padahal, Islam sesungguhnya sudah memiliki solusi tepat dalam mengatasi maraknya perbuatan asusila dan kekerasan seksual.
Islam Melindungi Generasi
Saat ini kita tidak bisa lagi menemukan gambaran generasi rabbani dalam wadah masyarakat yang Islami. Yang ada justru masyarakat “tanpa bentuk” dengan anak-anak yang mayoritas terdidik oleh para ibu yang hedonis dan materialistis. Yakni para ibu, yang sekalipun tak sedikit dari mereka sempat mengenyam pendidikan tinggi, tapi tak cukup cerdas untuk mengerti makna hidup dan tujuan sesungguhnya dari keberadaan mereka di dunia ini.
Mereka juga tak mampu memahami apa yang dipahami para ibu terdahulu, bahwa anak adalah amanah yang harus mereka didik sesuai dengan kehendak pemberi amanah, yakni Allah Swt. sebagai al-Khaliq al-Mudabbir. Yang justru mereka pahami hanyalah, bahwa anak adalah semata aset ekonomi yang harus mereka didik demi dan untuk tujuan-tujuan materi.
Sehingga tak sedikit dari mereka yang dengan ringan hati menyerahkan peran dan tanggung jawab keibuannya kepada orang lain, pembantu rumah tangga, lembaga-lembaga pendidikan, bahkan televisi
Sebagaimana layaknya sebuah tiang, wanita diibaratkan sebagai penyangga bagi tegaknya sebuah masyarakat/negara. Ini berarti keberadaan kaum wanita baik dan buruknya, sangat menentukan eksis tidaknya sebuah masyarakat atau negara, mengingat bahwa wanita, terutama dalam kedudukannya sebagai ibu berperan sangat penting dalam membentuk dan membangun sosok suatu generasi. Wajar jika dalam pandangan Islam, sosok Ibu diposisikan sebagai figur sentral pendidikan dengan menjadikannya sebagai madrasah pertama (madrâsat al-ûlâ) bagi anak.
Orangtua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam keluarga. Dari orangtua, anak-anak mendapatkan sentuhan kasih sayang dan pendidikan yang baik. Semenjak anak lahir sampai menginjak usia remaja, orangtua berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dalam kehidupan anaknya.
Warna-warni kehidupan anak sangat ditentukan oleh kedua orangtuanya. Maka pendidikan dalam keluarga sangat menentukan kepribadian anak sampai usia remaja.
Mendidik remaja bukanlah perkara mudah. Banyak kendala dan masalah yang akan dihadapi orangtua dalam melaksanakan perannya itu. Apalagi bagi orangtua yang tidak mempunyai modal yang jelas dan bekal yang banyak dalam mendidik anak-anaknya. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini, anak mengalami perubahan yang signifikan dalam dirinya baik secara fisik maupun secara psikis.
Selama ibu masih tidak memahami pendidikan anak akibat para ibu terdidik dengan pendidikan sekuler, selama itu pula generasi unggul tidak akan lahir. Bangsa kita akan terus terpuruk tidak mampu bangkit.
Tugas pemerintah adalah menerapkan aturan atau sistem hidup yang menjamin perlindungan bagi anak dari pengaruh buruk pergaulan bebas serta bius ide-ide liberal sistem sekularisme yang menjerat muda-mudi baik dari berbagai tonton, fashion dan lainnya sebagainya yang dapat merangsang syahwat. Maka dari itu, Islam menjaga generasi kita dari perbuatan zina baik, dari sisi perlindungan keluarga, masyarakat bahkan negara.
Dalam Islam, negara akan mencegah masuknya ide-ide liberal yang merusak generasi dan menghadirkan lingkungan islami dengan memperhatikan rambu-rambu pergaulan. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam syariat dan tidak memberi toleransi pelaku maksiat dengan jalan pernikahan. Melainkan, terlebih dahulu diberi sanksi sebagai efek jera. Dengan demikian, generasi akan terjaga, baik secara naluri maupun moral. Semuanya terwujud jika menjadikan Islam sebagai aturan dalam lini kehidupan.
Wallahu a'lam bishawwab