Pensiunan Ku Sayang, Pensiunan Ku Malang




Oleh Firda Umayah

Upaya pemangkasan biaya pengeluaran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) rupanya terus di upayakan pemerintah.  Kali ini, pemerintah berencana merombak kembali pemberian pesangon pensiunan yang dinilai sebagai beban negara. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa beban negara mencapai Rp2.800 triliun dari skema pensiunan. Sehingga dirinya mengajukan adanya perubahan signifikan.

Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan menyesalkan anggapan pemerintah yang menyebut dana pensiunan PNS membebani negara. Menurutnya, hal ini sangat janggal dan terkesan tidak menghargai pengabdian PNS untuk negara (finance.detik.com/28/08/2022).

Reaksi marah mendominasi kalangan publik. Rakyat merasa tersinggung, lantaran dana pensiunan berasal dari potongan upah PNS setiap bulan (pikiran-rakyat.com/30/08/2022).

Adanya rencana pengaturan ulang dana pensiunan menunjukkan bahwa pemerintah seakan-akan ingin berlepas diri dari tanggung jawabnya dalam mengurusi para pensiunan. Hal ini tak lepas hasil dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalistik dimana negara hanya berperan sebagai regulator bukan sebagai pengurus dan pemenuh segala kehidupan mendasar masyarakat. 

Bagi sistem kapitalisme dimana keuntungan dijadikan segalanya. Memberikan pesangon rutin kepada pensiunan jelas dianggap merugikan. Karena dianggap sebagai beban. Padahal, tak selamanya gaji pensiunan yang diberikan merupakan hasil dari pemberian pemerintah. Sebagian merupakan hasil simpanan dari pemotongan gaji saat seseorang masih bekerja.

Pandangan terhadap pensiunan ini nyatanya justru dianggap berbeda di dalam pandangan Islam. Islam memandang bahwa negara yakni pemerintah merupakan penanggung jawab atas semua urusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Imam (pemimpin masyarakat) adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya" (HR al-Bukhari dan Muslim).

Negara wajib memfasilitasi semua warga negara dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Jika ada warga negara yang fakir miskin atau tidak memiliki kemampuan untuk bekerja dan memenuhi kebutuhannya, maka negaralah yang menanggungnya. Bahkan ketika seseorang yang tak mampu seperti pensiunan memiliki tanggungan maka negara harus membantu menyokongnya. Jika pensiunan tersebut meninggal dan memiliki hutang sedangkan ia tidak memiliki ahli waris, maka negara harus menunaikannya.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, "Demi dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak ada seorang mukmin di muka bumi ini, kecuali akulah orang yang berhak atas diri mereka dari diri mereka sendiri, maka siapa saja yang mati meninggalkan hutang atau anak yang butuh santunan maka akulah walinya. Dan siapa saja dari kalian yang meninggalkan harta, maka (harta tersebut) untuk ahli waris yang tersisa" (HR. Muslim).

Alhasil, Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang menyeluruh akan dapat menyelesaikan permasalahan manusia termasuk dalam kehidupan bernegara. Semua ini tentu tak akan bisa terlaksana tanpa adanya institusi negara penerap hukum-hukum Islam. Sebab keadilan sistem Islam hanya akan nampak ketika Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak