Oleh : Ummu Aqeela
Pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000. Selain itu, penyesuaian juga dilakukan Solar subsidi dari Rp5.150 per-liter menjadi Rp6.800 dan Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.
Lantas bagaimana dengan harga LPG 3 kilogram (kg)?
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya sempat memberi sinyal perihal penyesuaian harga LPG 3 kg secara bertahap akan dilakukan. Penyesuaian dilakukan setelah pemerintah melakukan perubahan harga terhadap BBM Pertalite.
"Overall akan terjadi (kenaikan) nanti Pertamax, Pertalite, kalau Premium belum. Juga gas yang 3 kg. Jadi bertahap, 1 April, nanti Juli, bulan September, itu nanti bertahap akan dilakukan oleh pemerintah," kata Luhut usai meninjau Depo LRT Jabodebek beberapa waktu lalu.
Sebagai badan usaha atau operator yang ditugaskan untuk menyalurkan BBM dan LPG Kg, Pertamina sendiri belum mengetahui rencana penyesuaian harga terhadap gas melon. Karena harga LPG sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
"Belum ada info terkait hal tersebut. Untuk harga LPG bersubsidi merupakan kewenangan dari pemerintah," kata Irto kepada Tirto, Senin (5/9/2022).
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani menilai keputusan pemerintah tetap menaikkan harga BBM Bersubsidi ini sama saja mencekik rakyatnya sendiri.
“Pemerintah benar-benar tidak memiliki empati. Kenaikan harga BBM Bersubsidi akan mencekik masyarakat miskin yang sudah terhimpit beban hidup akibat efek pandemi yang belum tuntas,” kata Netty merespon pengumuman kenaikan BBM oleh pemerintah, Sabtu sore (03/09/2022).
Menurut Netty, imbas kenaikan BBM memiliki efek domino terhadap kenaikan harga barang pokok dan berbagai komoditas sehingga keluarga pra sejahtera yang menjadi wajah ‘wong cilik’ makin sulit memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
“Selain itu, upaya pemerintah dalam berbagai program nasional, seperti, penurunan stunting, penurunan angka kematian ibu, terancam gagal karena rakyat tidak memiliki daya beli yang cukup,” kata Netty.
Lebih lanjut Netty mengatakan, pekerja sektor informal seperti petani, nelayan, UMKM, sopir angkutan, pedagang keliling akan semakin sulit bertahan hidup akibat kenaikan BBM bersubsidi ini.
Kebijakan pemerintah memberikan bantalan berupa bantuan subsidi upah atau pun BLT, kata Netty, tidak sebanding dengan dampak kenaikan BBM bersubsidi.
Carut marut pengelolaan BBM menunjukkan adanya problem krusial yang mendasari tata kelola ekonomi dan politik yang saat ini ditopang sistem kapitalisme sekulerisme di negeri ini. Dengan keputusan negara melepas harga BBM ke pasar internasional lalu mengembalikan ke dalam negeri dengan skema harga pasar tertinggi mengukuhkan dan membuktikan bahwa negara hanya sebagai regulatot hajat hidup rakyatnya. Kesalahan dalam mengadopsi sistem ekonomi kapitalism ini telah menghilangkan hal hal rakyat, bahkan menjerumuskan rakyat kejurang kesengsaraan.
Potret inilah yang pernah digambarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau banyak memperingatkan penguasa dan pemimpin yang tidak amanah/khianat dan zalim. Mereka adalah pemimpin jahat (HR at-Tirmidzi). Pemimpin yang dibenci oleh Allah Swt., dibenci oleh rakyat, dan membenci rakyatnya (HR Muslim).
Pemimpin yang bodoh (imâratu as-sufahâ’), yakni pemimpin yang tidak menggunakan petunjuk Rasul dan tidak mengikuti sunah beliau (HR Ahmad).
Penguasa al-huthamah, yakni yang jahat dan tidak memerhatikan kepentingan rakyatnya (HR Muslim). Penguasa yang menipu (ghâsyin) rakyat (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah amanah. Kaum muslimin pasti mengenal sosok Umar bin Abdul Aziz, Khalifah pada masa Umayyah yang cakap dan berhasil menyejahterakan rakyat. Adapun salah satu indikator makmurnya rakyat, terlihat ketika para amil zakat berkeliling kampung hingga ke Afrika untuk membagikan zakat, tetapi tak ditemukan satu orang pun yang mau menerima zakat. Padahal, kondisi keuangan negara surplus. Khalifah Umar bahkan memberikan subsidi bagi warganya yang membutuhkan biaya menikah serta menebus utang-piutang yang ada di tengah rakyat.
Hal ini bisa terjadi karena ia memang tidak pernah berniat menumpuk harta untuk kepentingan pribadi. Bahkan Justru menyerahkan hartanya untuk kas negara, menolak tinggal di istana, bahkan meminta istrinya, Fatimah binti Abdul Malik, menyerahkan perhiasannya ke kas negara. Seperti inilah sosok pejabat yang dirindukan rakyat, yang tidak gila harta.
Sosok pemimpin seperti inilah yang dalam masa tugasnya menerapkan syariat Islam secara kafah adalah untuk menyejahterakan rakyat. Sebagai waliyul amri (pemimpin) yang mengemban amanah. Sangat memahami bahwa amanah itu bagai pedang bermata dua Dan sadar akan tanggung jawab yang sangat besar di akhirat. Sebagaimana Nabi saw. bersabda,
“Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari)
Seorang Pemimpin amanah tentu akan menunaikan tugas ri’âyahnya, yakni dengan memelihara semua urusan rakyatnya seperti: menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan bagi tiap individu warga negara); menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma; serta melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman. Dalam memelihara urusan rakyat, penguasa hendaklah seperti pelayan terhadap tuannya. Sebabnya, “Sayyidu al-qawmi khâdimuhum (Pemimpin kaum itu laksana pelayan mereka).” (HR Abu Nu’aim).
Untuk itulah sudah saatnya umat menggeliat, membuka mata dan bangkit berjuang. Mendakwahkan dan menggaungkan bahwa tidak ada sistem yang benar dan adil selain kepemimpinan dibawah Islam Kaffah. Dan sudah terbukti nyata mampu meri'ayah selama 1300th lamanya dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam bishowab.