Oleh Siti Aisah, S. Pd.
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)
“Sekambing-kambingnya, kambing jantan akan suka kepada kambing betina”. Pernyataan ini mungkin tidak asing lagi di telinga. Tapi, lain halnya dengan pengikut nabi Luth AS, yaitu kaum sodom laknatullah yang menyukai sesama jenis.
Tak bisa dipungkiri, eksistensi kaum pelangi ini menyebar bak virus. Beberapa negara Asean seperti Singapura, Vietnam dan Thailand telah resmi mempublikasikan keberadaannya. Mirisnya, di negeri Gajah putih itu dalam menentukan gender (baca: jenis kelamin) bukan hanya dua yang biasa pada umumnya, tapi ada 13 gender. Bingung, kan?
Legalisasi eksistensi kaum pelangi di ASEAN ini sejatinya seperti membawa angin segar. Pasalnya hal ini akan membuka lebar pintu kemaksiatan di negeri +62 ini untuk melegalkan hal yang sama. Selanjutnya, dimungkinkan pula mempermudah kaum pelangi dalam melakukan pernikahan sejenis di negeri tetangga.
Pemerintah Indonesia diminta untuk tidak turut serta meneken legalisasi kaum pelangi, pasalnya menurut KH Jeje Zaenudin. Indonesia memiliki konstitusi berbeda dengan negara Singapura dan Vietnam, hingga tidak boleh ikut-ikutan dan latah dalam melegalkan perilaku L967 yang terkutuk itu. Tak hanya itu Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) ini pun menegaskan bahwa semua agama yang dianut di Indonesia melarangnya dan diharapkan pula organisasi kemasyarakatan serta keagamaan bisa memberikan edukasi tentang larangan seks di luar pernikahan dan bahaya perilaku bejat L967. (republik.co.id, 22/08/2022)
Sepatutnya yang jika sudah ditakdirkan untuk menjadi laki-laki. Yah, jadilah laki-laki. Begitu juga sebaliknya. Jadi tidak ada istilah no gender atau tengah-tengah. Nafsu terhadap lawan jenis adalah sebuah fitrah, jadi jika sebaliknya maka itu adalah penyimpangan fitrah manusia dan merusak.
Istilah kaum pelangi bagi para pelaku kemaksiatan dirasa terlalu indah untuk disematkan. Homo, lesbi, banci, bencong atau apapun namanya adalah sesuatu penyakit yang bisa ditularkan melalui kebiasaan yang tidak manusiawi. Bahkan bisa pula ada pengkaderan yang nyatanya berbahaya. Sebut saja perkumpulan anak-anak remaja di media online seperti Facebook yang bisa mencapai jutaan pengikut.
Kesimpulan yang sangat prematur saat menilai perilaku maksiat ini sebagai sebuah gen yang diturunkan. Namun, perilaku tersebut adalah penyimpangan fitrah, yang lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan.
Inilah buah dari liberalisasi dan seks bebas yang di anut oleh sebagian remaja saat ini. Dengan dalih ‘open mind’ atas semua tindakan tercela kaum pelangi ini, kaum liberal dan perusak umat berupaya untuk melegitimasi segala tindak-tanduknya. Hingga akhirnya mereka mencari pembenaran atas kesalahan menyimpangnya.
Sebagai kelompok terkecil dari masyarakat, keluarga adalah perisai remaja dalam menekan arus penyebarannya. Peranan orang tua yang sangat penting bagi tumbuh kembang mental remaja yang terus dijejali dengan ide-ide liberalisme. Ide tentang kebebasan tanpa batas dan ajaran yang selalu memisahkan agama dalam kehidupan selalu dipermanis hingga tak luput remaja ingin menjajaki semua aktivitas tersebut.
Berikut ini adalah upaya yang dilakukan orang tua agar remaja tidak terbawa arus sesat liberalisasi kaum pelangi, yaitu. Pertama, melakukan komunikasi yang intensif antara orang tua dan remaja. Hal ini dimaksudkan agar remaja tidak canggung bercerita. Sehingga bisa membangun kedekatan dan perhatian keduanya. Mereka akan lebih terbuka dalam setiap persoalan. Tentunya, tidak merasa tergurui sehingga mereka tidak risih dan terganggu akan komunikasi yang terjalin.
Kedua, dorongan dan dukungan kepada remaja dalam mengkaji Islam. Aktivitas padat remaja memang banyak pilihan. Seperti kegiatan lapangan berupa kepramukaan, paskibra, atau saintis yang menyita waktu. Namun, tak hanya itu, mereka pun harus diikutsertakan dan dilibatkan dalam berbagai kajian keislaman rutin. Upaya ini dimaksudkan agar anak terkondisikan dalam lingkungan yang memfasilitasi mereka untuk bertakwa kepada Allah Swt.
Sehingga mereka akan lebih memahami tentang hak dan kewajibannya sebagai hamba Allah. Karena dengan benteng terkuat untuk membendung arus liberalisasi ini adalah dengan kajian Islam kafah ideologis.
Ketiga, tidak membebaskan remaja dalam pergaulannya. Hal ini adalah bentuk pencegahan orang tua, baik di dunia maya ataupun nyata. Interaksi terlarang bisa saja terjadi diantara mereka secara online. Hingga pantauan terhadap teman-teman anak remaja perlu dilakukan.
Keempat, selalu menjaga asupan makanan yang halal dan thayib. Salah satu kontribusi dalam pembentukan karakter remaja adalah dengan memantau makanan yang masuk dalam perutnya. Hal ini dimaksudkan agar anak bisa terbiasa dengan makanan yang tidak halal yang selalu dipropagandakan oleh para idol. Sehingga dalam pikiran mereka tentang makanan enak adalah makanan yang halal dantThayib, bukan makanan ekstrim atau aneh yang terkadang menggugah air liur.
Kelima, bacaan dan tontonan yang menuntun. Seringkali ada dalam tayangan di televisi yang ditandai SU artinya bahwa tayangan tersebut bebas semua umur. Atau hanya untuk orang dewasa dan lainnya. Tapi itu tidak membuat anak paham akan arti tersebut. Sehingga keberadaan orang tua dalam mendampingi tontonan anak pun perlu dilakukan. Tak sedikit kartun yang selayaknya bisa dikonsumsi oleh anak-anak, ternyata mengandung ide menyesatkan. Sebut saja kartun yang berbentuk kotak kuning yang dalam pernah menayangkan scene sebagai seorang ibu, padahal ia adalah karakteristik kartun laki-laki.
Selainnya, penyediaan buku-buku berkualitas dan bermutu di rumah adalah sesuatu yang tidak kalah pentingnya. Literasi membaca yang rendah membuat remaja, seakan tidak peduli dan ketidaksukaan dalam membaca kerap menjadikan remaja terbelakang dalam saintis.
Motivasi dan panutan lingkungan terutama orang tua agar remaja bisa terinspirasi menjadi pribadi yang pintar. Bacaan atau tontonan yang sekiranya merusak seperti pornografi dan pornoaksi aksi memang tidak bisa dibendung seluruh oleh orang tua.
Sehingga bukan tanggung jawab orang tua saja atau masyarakat sekitar tapi lebih luas lagi adalah tugas negara dalam memblokir situs porno dan penyebaran buku tidak bermutu. Baik itu berisi pornografi ataupun penyebaran ide sesat.
Dengan demikian arus sesat penyimpangan kaum pelangi ini hanya bisa diblokir oleh negara. Tapi, institusi negara seperti apa yang mampu mencegah dan memberangus kaum pelangi ini. Hanya negara yang menerapkan Islam secara kafah lah, yang mampu melindungi remaja yang akan menjadi penerus peradaban.
Wallahu a’lam bishshawab
Tags
Opini