Oleh: Khamimah
Beberapa waktu lalu cukup viral video berisi mahasiswa yang diusir oleh dosen di acara pengenalan kampus mahasiswa baru Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas). Di hadapan publik, mahasiswa tersebut sempat mengaku dirinya bukan laki-laki maupun perempuan. Kejadian tersebut bermula saat
kampus tersebit sedang mengadakan acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PPKMB). Ditengah acara, dosen memanggil pria yang bernama Nabil untuk memperkenalkan diri. Saat itu, Nabil ditegur dosen lantaran Nabil tidak menyebutkan jenis kelamin yang jelas, ia mengaku sebagai nonbiner. (Times.id 22 agustus2022)
Saat ditanya, nantinya mau jadi perempuan atau jadi laki-laki, jawaban mahasiswa itu aneh. “(Saya) tidak (memilih) keduanya. Ya tengah-tengah, makanya gender netral, Pak. Karena saya mengidentifikasi diri saya seperti itu, pak,” ujar mahasiswa baru. (Detik.com 22 Agustus 2022). Sementara, mebanggapi peristiwa itu
Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan pihak kampus harus bertindak tegas mengenai jika adanya indikasi LGBT. (Fajar.co.id 21 Agustus 22)
*Buah dari Sistem Liberal*
Non-biner, secara umum merupakan orientasi seksual di mana seseorang menganggap dirinya bukanlah kelompok gender wanita maupun pria. Jenis ini lebih dikenal sebagai genderqueer atau non-biner.
Dunia kian liberal, kebebasan semakin kebablasan. Hal tabu seperti masalah seksual, penyimpangan orientasi seksual, termasuk LGBT kini seolah sudah menjadi bagian kehidupan yang normal di berbagai negara. Umumnya mereka beralasan, itu termasuk dalam pilihan hidup seseorang yang mengatasnamakan hak asazi manusia (HAM).
Demokrasi dengan sistem liberalnya menjadikan hak asasi sebagai senjata kebebasannya. Oleh karenanya seseorang menganggap bebas untuk mengungkapkan pendapat dan berperilaku semaunya. Menurut kaum liberal, menjadi lesbian, gay, biseks maupun transgender termasuk non biner adalah sebuah pilihan sebagai bagian dari hak asasi. Kalau pun kemudian muncul masalah, mereka mengklaim karena kurangnya pengaturan baik dari masyarakat maupun negara, bukan karena salahnya pilihan mereka.
Pendapat itu jelas pandangan yang salah. LGBT bukan pilihan bagi orang normal, tapi pilihan bagi orang abnormal. LGBT merupakan penyimpangan dari fitrah manusia normal. Sayangnya, kerusakan ini didukung adanya legalitas negara yang menerapkan aturan liberal.
Tak heran jika kaum pelangi mendapatkan penghargaan Tasrif Award 2016 oleh Aliansi Jurnalis Independen. Ironisnya, penghargaan tersebut langsung diberikan oleh Menteri Agama pada saat itu, Lukman Hakim Saifuddin. Selang beberapa tahun kemudian, muncul pernyataan Lukman Hakim Saifuddin meminta masyarakat untuk tidak menghakimi seseorang yang berorientasi seksual LGBT dan mendampingi pelakunya secara empati agar tak lagi melakukannya. (suara.com, 17/10/2018).
Eksisnya kaum menyimpang ini terjadi karena liberalisme telah menguasai dunia. Adanya kampanye HAM secara global menjadikan seruan penerimaan atas komunitas serupa -yang sejak masa Nabi Luth as. sudah dilaknat Allah ini- makin gencar dan terus disuarakan berbagai pihak. Diabaikannya aturan agama dalam kehidupan membuat manusia menetapkan aturan mengikuti hawa nafsunya.
Ditambah lagi pengaruh liar dari media sosial yang menjadikan perilaku LGBT menjadi rujukan bagi kaum menyimpang ini. Sebagaimana kasus Nabil, dia sendiri mengaku bahwa dirinya sudah lama belajar soal gender, termasuk LGBT dari internet.
Hal ini mengakibatkan LGBT sebagai gaya hidup di sebagian penduduk negeri ini. Dalam laporan akhir tahun 2017 Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), kampanye LGBT yang berorientasi pada seksual menyimpang dilakukan secara masif dan terorganisasi. Gerakan berskala global ini sudah mengintai anak-anak Indonesia sebagai sasaran untuk memperluas jumlah komunitas mereka. Bahkan, tidak sedikit yang menyasar anak-anak sebagai korban. (inews.id, 28/2/2017)
*LGBT Perilaku Menyimpang dari Fitrah*
Fenomena non biner dan LGBT sama sekali tidak dibenarkan dalam Islam, sekalipun komunitas mereka telah berkembang di masyarakat. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa manusia diciptakan secara berpasang-pasang. Sebagaimana yang disebut dalam QS. An-Najm: 54 yang artinya:
“Dan bahwasannya Dia-lah menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan.”
Ayat tersebut memiliki makna bahwa manusia hidup harus sesuai fitrahnya sebagai seorang perempuan atau laki laki. Islam juga melarang bagi seseorang yang menyerupai atau berpenampilan seperti suatu kaum. Misalnya seorang perempuan berpenampilan laki-laki dan sebaliknya.
Dalam slam, seorang wanita yang berperilaku seperti pria akan tetap dianggap sebagai wanita. Begitu juga dengan pria yang berperilaku seperti wanita. Oleh karenanya biner jelaslah tidak sesuai dengan fitrahnya, dan sama saja dengan menyimpang ajaran Islam, Rasulullah melaknat perbuatan seperti itu. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاتِ مِنَ النِّسَاءِ
"Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannats (berperilaku seperti wanita) dan para perempuan yang mutarajjilat (berperilaku seperti lelaki)," (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).
Islam sebagai aturan kehidupan yang lengkap dan sempurna menjadikan Alquran dan Sunah sebagai sumber hukum seluruh permasalahan manusia, termasuk dalam memandang LGBT. Allah menegaskan haramnya perilaku LGBT dengan melaknat dan mengazab kaum Nabi Luth yang memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Sesuatu yang telah Allah haramkan harus kita sikapi sebagai sesuatu yang ditinggalkan, sekaligus mencegah kondisi yang kondusif terhadap perkara itu.
*Perlunya Solusi Sistemis*
Pemberantasan LGBT harus bersifat sistemis. Artinya bahwa peran negara menjadi sangat penting. Solusi bagi masalah LGBT tidak lain kecuali dengan pebeapan Islam sebagai sistem. Syariat Islam mengharuskan negara untuk menanamkan akidah Islam dan membangun ketakwaan pada diri rakyat. Hal itu ditempuh melalui semua sistem, terutama sistem pendidikan baik formal maupun nonformal melalui beragam institusi, saluran, dan sarana. Sehingga rakyat bisa menyaring informasi, pemikiran, dan budaya yang merusak termasuk LGBT.
Penanaman keimanan dan ketakwaan juga akan membuat masyarakat tidak didominasi sikap hedonis yang mengejar kepuasan hawa nafsu. Di samping itu, negara juga tidak akan membiarkan penyebaran pornografi dan pornoaksi lewat berbagai media.
Sistem Islam pun dengan tegas menghukum pelakunya. Karena seluruh jalan dan celah sudah ditutup rapat, maka mereka yang menyimpang dalam kondisi seperti itu dianggap nekat.
Haram hukumnya menjadikan HAM sebagai landasan dalam menentukan hukum sesuatu. Allah mewajibkan kaum muslim untuk menentukan hukum berdasarkan apa yang telah diturunkan Allah SWT dan Rasulullah Saw. Siapa saja yang tidak menentukan hukum berdasarkan hukum yang telah ditetapkan Allah, maka ia akan menjadi seorang yang dzalim, fasik bahkan kafir. Karena itu penegakan hukum Allah secara kafahlah yang dapat memberantas tuntas LGBT.
Islam juga memberikan sanksi tegas bagi penyebar propaganda pemikiran sesat ini dan juga individu pelakunya. Semua mekanisme ini secara terpadu hanya dapat dilaksanakan dalam wadah Daulah Khilafah Islamiyah. Khilafah Islamiyah juga akan menjadi kekuatan politik yang dahsyat yang mampu menyingkirkan tekanan global melalui berbagai lembaga dan badan dunia, yang sesungguhnya menjadi alat orang kafir untuk menghancurkan Islam.
_Wallahu a’lam bish showab._
Terapkan Islam, kemuliaan insan akan terpelihara
BalasHapus