Kenaikan harga BBM dan Lemahnya Kepemimpinan Negara




Oleh Maftucha 
Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam 


Entah harus berapa kali lagi pemerintah memberi kado pahit untuk rakyat Indonesia. Setelah harga minyak goreng yang melambung gila-gilaan hingga berbulan-bulan, disusul dengan kenaikan cabe, bawang merah, telur dan mie instan, kini pemerintah menaikkan harga BBM pula.


Naiknya harga BBM ini tentu akan semakin membuat rakyat jelata tercekik, karena sudah menjadi rahasia umum jika harga BBM naik maka siap-siap harga barang-barang akan naik juga.


Pemerintah beralibi bahwa anggaran untuk subsidi BBM akan terus naik karena harga minyak dunia yang sedang naik. Sedangkan penikmat subsidi bukan rakyat tidak mampu, maka untuk menyeimbangkannya harus ada penyesuaian harga dengan menaikkan harga BBM. 

Benarkah subsidi selama ini tidak tepat sasaran? 


Alasan tidak tepat sasaran selalu saja digunakan oleh pemerintah jika hendak menaikkan harga. Menurut Menkeu Sri Mulyani, dari Rp93,5 triliun subsidi yang dikeluarkan, 80 persen dinikmati oleh rumah tangga, itupun hanya 20 persen yang dikonsumsi oleh rumah tangga miskin. 


Jika demikian seharusnya pemerintah memiliki kesimpulan bahwa banyak dari rakyat Indonesia ini yang sangat miskin, sehingga tidak mampu untuk membeli BBM walaupun katanya telah disubsidi. Selama ini solusi yang diberikan pemerintah justru tidak berpihak kepada rakyat tidak mampu, seperti kebijakan my pertamina, dimana mayoritas penggunanya justru kalangan yang mampu. 


Setali tiga uang dengan kebijakan Bansos yang jumlahnya tidak seberapa, itupun diberikan secara berkala. Belum lagi tidak valid nya data bagi yang berhak menerima. Defisitnya APBN seharusnya membuat pemerintah mengkaji ulang bagaimana agar pemasukan negara bisa lebih besar tanpa memalak rakyat dengan pajak. 

Kepemimpinan negara yang lemah, salah siapa? 


Sebagai rakyat yang hidup di tanah yang katanya "Gemah Ripah Loh Jinawi" memiliki tanah yang luas dan subur, pasti menginginkan hidupnya sejahtera. Karena suburnya sampai-sampai kayu saja jika ditanam akan tumbuh. Rakyat di negeri ini pasti juga berharap bahwa harga-harga kebutuhan pokok mereka senantiasa bersahabat dengan kantong mereka. 


Wajar saja, bukankah semua kekayaan yang ada di negeri ini milik rakyat? Bukan milik penguasa yang dipilih ketika pemilu, atau milik cukong-cukong berduit yang selalu mampu membeli setiap kebijakan di negeri ini. 


Penguasa negeri ini selalu berlepas tangan dengan kesejahteraan rakyat, Bahkan mengatakan rakyat manja dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Meminta rakyatnya berhemat padahal mereka sendiri selalu minta tunjangan ini dan itu. 


Liberalisme yang diterapkan di negeri ini membuat penguasa melepaskan satu persatu tanggung jawabnya kepada rakyat. Penguasa hanya sebagai wasit bagi siapa saja yang ingin berinvestasi, bahkan selalu memanjakan mereka walaupun harus mengorbankan rakyatnya. 


Liberalisme ekonomi membuat kekayaan milik rakyat dikuasai konglomerat. Maka itu wajar jika pengusaha menaikkan harga sesuka hati mereka, karena penguasa dan pengusaha akan selalu menghitung dengan kacamata untung dan rugi jika berkaitan dengan kebijakan publik.

Islam dan Pemimpin pengayom 


Islam memandang bahwa alam semesta beserta isinya adalah milik Allah, siapapun tidak boleh memiliki atau memanfaatkannya kecuali atas izinNya. Maka itu hukum syara telah menentukan bagaimana mekanisme memiliki dan memanfaatkan kekayaan yang ada. 


Maka itu Islam telah mengatur kepemilikan, ada kepemilikan individu, umum dan negara. Masing-masing kepemilikan ini tidak boleh salah dalam pengaturannya. Kepemilikan individu bisa diperoleh melalui bekerja, waris, hadiah dlsb. 


Sedangkan kepemilikan umum adalah kepemilikan yang pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada individu atau korporasi. 
Karena sifatnya yang umum maka segala hasil yang diperoleh melalui kepemilikan umum ini semisal tambang, emas, hutan dlsb tidak boleh diperjualbelikan kepada rakyat apalagi dengan pertimbangan untung dan rugi. 

Karena statusnya sebagai kepemilikan umum maka Islam pun mengharamkan adanya privatisasi di sektor ini.
Hal ini sebagaimana Hadits dari Rasulullah saw "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yakni air, padang rumput dan api." (HR. Abu Dawud) 


Maka sebagai pemimpin seharusnya pola berfikirnya adalah melayani bukan memperkaya diri. Tugasnya adalah bagaimana agar setiap urusan rakyat apalagi yang berkaitan dengan kebutuhan hidup mereka bisa terpenuhi dengan mudah. Karena setiap kepemimpinan akan di mintai pertanggungjawaban

 
Hal ini sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
“Kalian semua adalah pemimpin dan masing-masing dari kalian akan diminta (pertanggungjawaban) atas orang yang berada di bawah pimpinan kalian."


Untuk itu sebagai bagian dari umat Islam kita harus senantiasa mengkoreksi setiap kebijakan yang bertentangan dengan Islam. Memberikan solusi menurut pandangan Islam, dengan cara melakukan amar makruf di tengah-tengah masyarakat dengan mendakwahkan Islam secara sempurna. Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak