Oleh Wulansari Rahayu
(penulis dan penggiat dakwah)
Presiden Joko Widodo menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite, solar dan pertamax yang ditetapkan pada Sabtu (3/9/2022), menyebabkan banyak gejolak dan polemik di tengah masyarakat. Pro dan kontra tak bisa di elakkan.
Pemerintah beralasan bahwa kebijakan naiknya harga BBM, adalah karena pengalihan anggaran subsidi agar tersalurkan secara tepat sasaran, namun berbagai bentuk penolakan muncul dari sebagian besar kalangan masyarakat malah semakin besar. rakyat tak bisa percaya begitu saja. Hal ini dapat dilihat dari besarnya aksi massa dan demonstrasi di berbagai daerah.
Dan tak sedikit yang menimbulkan keributan.
Politikus PKS berpendapat , bahwa kebijakan tersebut menggambarkan betapa kacaunya pola pikir pemerintah. Bukan tanpa alasan, Nurhasan menyebut, kenaikan ini bukan hanya berdampak pada inflasi yang akan bergerak naik dan terus meninggi.
Jika kita perhatikan kenaikan harga BBM pada masa presiden sekarang sudah 7 kali mengalami kenaikan. Bahkan pahitnya, kenaikan BBM yang saat ini bahwa masyarakat baru akan bangkit dari imbas pandemi dan ancaman inflasi sedang menghantui. Ditambah dengan kebijakan kenaikan BBM ini sungguh sangat Zalim.
Kenaikan BBM yang saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat dinilai Peneliti Forum Kajian dan Kebijakan Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak sebenarnya bisa diminimalkan jika pengelolaannya mengadopsi sistem yang benar.
Langkah-langkah yang harus dicapai oleh pemerintah. Pertama , pengelolaan minyak dan gas (migas) di Indonesia harus dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pihak swasta hanya dimanfaatkan jasanya.
Kedua , minyak yang diproduksi kemudian diolah di kilang Pertamina dan dipatok dengan biaya produksi plus margin tertentu. Sehingga, perhitungan harga BBM tidak mengacu pada harga internasional, yang harganya sangat fluktuatif.
Ketiga, menghapus komponen pajak, seperti PPN 11%, Pajak Daerah untuk BBM sebesar 5%. Keempat, menggunakan standar emas dan perak dalam melakukan transaksi perdagangan internasional.
Mahalnya biaya subsidi menurut formula pemerintah di samping dipengaruhi harga minyak juga dipengaruhi oleh kurs rupiah yang melemah terhadap dolar. Dengan kurs yang stabil maka harga pembelian juga akan lebih rendah.
Kelima, memanfaatkan windfall (durian runtuh) pendapatan dari sektor pertambangan migas, mineral dan batu bara untuk meningkatkan investasi di sektor energi, seperti peningkatan investasi eksplorasi migas, kilang, dan infrastruktur sambungan rumah tangga dan industri, dan pengembangan energi terbarukan.
Keenam, pembangunan berbasis utang ribawi, yang telah menyedot anggaran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan alokasi subsidi.
Namun, semua konsep tersebut akan dapat diwujudkan ketika negara ini mengadopsi sistem Islam. Bukan dengan menerapkan sistem kapitalisme sekular seperti saat ini.
kenaikan BBM ini akan berdampak pada seluruh masyarakat dan dampak terbesar adalah menengah bawah karena memicu inflasi. Meskipun pemerintah memberikan BLT, namun itu hanya berlangsung 4 bulan dengan nilai yang relatif kecil. Sementara harga BBM pasca kenaikan tidak akan turun dalam waktu yang lebih lama.
Namun masalah sesungguhnya, karena sebagian besar masyarakat masih berpendapat rendah. Padahal Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Sayangnya, pemerintah yang ditugaskan mengelola potensi tersebut tidak mampu melakukannya.
Sebagai refleksi, dalam Islam, Khalifah dan para pejabat negara membatasi jaminan hidup mereka demi mendahulukan kesejahteraan rakyat.
Diriwayatkan, Khalifah Umar ra. pernah menolak kenaikan tunjangan hidup dari Baitulmal untuk keluarganya karena malu dan ingin mencontoh Rasulullah saw.. Beliau saw. mengingatkan para penguasa agar tidak memiliki kehidupan yang lebih mewah dibandingkan rakyatnya.
Beliau bersabda, “Tidak halal Khalifah memiliki harta dari Allah, kecuali dua piring saja. Satu piring untuk kebutuhan makannya bersama keluarganya dan satu piring lagi untuk ia berikan kepada rakyatnya.” (HR Ahmad) Wallahualam bissawab.
Tags
Opini