Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Lagi dan lagi penguasa melakukan "prank" kepada masyarakat. Bagaimana tidak, saat 1 September 2022 pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga BBM subsidi. Malah tiga jenis BBM non subsidi diturunkan harganya. Ternyata per tanggal 3 September 2022 harga BBM bersubsidi yakni Pertalite dan bio solar naik drastis. Begitu juga dengan pertamax yang merupakan BBM non subsidi turut mengalami kenaikan harga.
Maju mundurnya kebijakan harga BBM tentu saja membuat masyarakat babak belur. "Prank" ala penguasa ini sama sekali tidak lucu. Sebaliknya, tindakan menaikkan harga BBM secara drastis dan mendadak sangat mengecewakan masyarakat. Sebab sebelum kenaikan harga BBM, masyarakat sudah dipusingkan dengan kenaikan harga berbagai bahan pangan, biaya selangit, biaya kesehatan yang tak terjangkau, dan lain-lain. Sekarang beban masyarakat kian bertambah dengan adanya kenaikan BBM. Lantas, cukupkah Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 150 ribu per bulannya mengcover semua kebutuhan masyarakat?
Tentu saja nominal BLT sebesar Rp 150 ribu per bulan tidaklah cukup untuk mengcover kebutuhan masyarakat saat harga BBM mengalami kenaikan drastis. Terlebih jika BBM naik maka akan berdampak besar pada berbagai sektor yang ada. Sehingga berbagai barang kebutuhan masyarakat juga mengalami kenaikan harga. Berbagai tarif transportasi, tarif ekspedisi, bahkan sampai tarif jasa juga mengalami kenaikan.
Jika harapan penguasa dengan memberikan BLT dapat menjaga daya beli masyarakat, kiranya sesuatu yang salah dan bisa dipastikan tidak berhasil. Pemberian BLT ini malah lebih mirip seperti memberikan permen kepada anak kecil yang menangis tanpa berusaha untuk mencari tahu penyebab anak tersebut menangis. Begitu juga dengan BLT, bantuan ini sebenarnya merupakan upaya penguasa untuk meredam kekecewaan masyarakat atas kenaikan harga BBM. Penguasa tidak ada upaya untuk menyelesaikan secara tuntas persoalan mahalnya harga BBM. Sebaliknya, solusi parsial dan tambal sulam senantiasa ditempuh yang tentu saja masyarakat yang akan senantiasa menjadi korban.
Sungguh miris tindakan penguasa yang minim empati terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Pemberian BLT dengan nominal kecil dianggap sudah menyelesaikan masalah karena menurut pemerintah subsidi menjadi tepat sasaran. Padahal pada kondisi saat ini, uang sebesar itu bisa habis dalam sekejap akibat harga-harga barang kebutuhan yang melambung tinggi. Selain itu, pemberian BLT selama ini justru menimbulkan masalah baru dengan tidak meratanya masyarakat yang mendapatkan BLT. Kerap kali dijumpai masyarakat terkategori miskin malah tidak mendapatkan bantuan sama sekali dari pemerintah.
Pemberian BLT merupakan solusi tambal sulam ala kapitalisme. Sampai kapanpun persoalan tidak akan selesai jika tidak menyelesaikan sampai pada akar permasalahan yang sebenarnya. Sistem ekonomi kapitalisme memang senantiasa mencetak penguasa yang tidak memiliki kepekaan terhadap kondisi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan penguasa lebih sering membuat masyarakat menjerit dan sakit hati. Derita masyarakat diabaikan dan hanya memikirkan keuntungan untuk kepentingan pribadi dan sekelompok kapital.
Semestinya sebagai penguasa harus mencari sistem lain yang benar-benar dapat menyelesaikan segala persoalan sampai pada akarnya. Tentu saja sistem yang dimaksud adalah sistem Islam yang secara menyeluruh menggunakan Islam sebagai peraturan dalam kehidupan pada sebuah negara yang disebut Khilafah. Termasuk juga diantaranya sistem ekonomi Islam dalam mengatur pengelolaan energi dan pemanfaatannya.
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Berdasarkan hadist tersebut api dalam hal ini barang tambang termasuk minyak merupakan kepemilikan umum. Artinya negara yang mengelola dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Selama menjadi warga negara Khilafah maka semua masyarakat berhak mendapatkan manfaat dari pengolahan energi atau sumber daya alam berupa tambang.
Hasil pemanfaatan dari pengelolaan bahan tambang dapat dinikmati masyarakat berupa energi yang didapatkan secara gratis atau murah. Energi ini diantaranya listrik, gas, termasuk juga BBM. Sehingga masyarakat tidak terbebani untuk mendapatkan energi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu, hasil pemanfaatan pengelolaan bahan tambang juga bisa berupa jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan untuk semua warga negara Khilafah. Sehingga tidak ada yang namanya istilah subsidi salah sasaran. Karena pemanfaatan bahan tambang merupakan kepemilikan umum yang hasilnya memang menjadi hak seluruh warga negara Khilafah.
Sehingga dengan pengaturan sistem ekonomi Islam, masyarakat dapat hidup dengan tenang karena penguasa dalam hal ini Khalifah melaksanakan amanah sebagai pelayan masyarakat. Tak ada pengambilan hak masyarakat. Khalifah benar-benar totalitas dalam meri'ayah masyarakat. Sebab Khalifah menyadari bahwa kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban atas semua rakyat yang dipimpinnya.
Wallahu a'lam bish showab.