Kala Penyuka Sesama Jenis Kian Eksis




Oleh: Nur Faktul (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Zaman dulu bendera berwarna-warni selalu mengingatkan pada bias cahaya yaitu pelangi. Namun, tampaknya hari ini warna pelangi justru menjadi simbol kaum tulang lunak atau biasanya disebut LaGiBeTe. Makin kesini kaum pelangi ini tampaknya memang makin eksis, tak malu-malu lagi untuk tampil di depan publik. Perizinan hukum pun ingin segera mereka kantongi agar kaumnya bisa terlindungi. Sebagaimana tampak di beberapa negara hari ini seperti Singapura, Vietnam, dan Thailand yang telah melegalkan eksistensi kaum ini. Dilansir dari BBC (Ahad, 21/8/2022). Singapura akan mencabut undang-undang yang melarang seks gay, yang secara efektif membuatnya legal untuk menjadi homoseksual di negara kota itu. Dari sini terlihat bahwasanya mereka akan terus mencari cara agar diakui keberadaannya bukanlah sebuah penyimpangan sosial.

Tentu saja hal ini mengusik Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenudin meminta kepada pemerintah Indonesia untuk tidak ikut melegalkan perilaku LGBT tersebut. “Kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki konstitusi berbeda dengan Vietnam dan Singapura, tentu saja tidak boleh latah ikut ikutan melegalkan perilaku LGBT yang terkutuk dalam pandangan semua agama yang dianut di Indonesia,” ujar Kiai Jeje saat dihubungi Republika.co.id, Senin (22/8/2022). Bukan tidak mungkin akan muncul upaya desakan di Indonesia untuk melegalkan penyimpangan mereka. Sebab pada faktanya di negeri ini keberadaan mereka seringkali dianggap lumrah oleh masyarakat. Maka bukan hal yang mustahil jika mereka mampu mendapat dukungan dari sebagian masyarakat. Apalagi adanya kebebasan bertingkah laku membuat mereka makin mendapat ruang untuk tampil di ranah publik tanpa ada sedikit pun rasa malu akan kemaksiatannya.

Adanya upaya legalisasi penyimpangan ini jika ditelusuri memang sistematis, sebab akar masalahnya adalah kebebasan yang berkedok HAM. Hal ini menjadi senjata ampuh untuk membungkam nalar kritis terhadap penyimpangan tersebut. Untuk menghentikan arus perilaku menyimpang ini tidak cukup hanya koar koar membuat wacana, melainkan butuh solusi konkrit dan nyata dalam kebijakan. Negara harus segera bertindak untuk menyelamatkan generasi, sebab bahaya penyimpangan ini bukan lagi isapan jempol semata. Selain melanggar syariat, perilaku ini juga mengancam kesehatan seperti HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.

Di dalam Islam, negara wajib memberikan edukasi masif mengenai cara menyalurkan naluri seksual ini agar sesuai syariat dan penciptaannya. Melarang secara tegas tingkah laku penyuka sesama jenis sebagai tontonan sekalipun hanya untuk hiburan. Negara juga wajib melindungi rakyat dari berbagai informasi dan konten yang beraroma L98T. Aktivitas preventif ini harus juga dibarengi dengan sejumlah sanksi atas perilaku penyimpangan ini oleh negara. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan nabi Luth as, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah). Islam dengan tegas menetapkan sanksi bagi pelaku homoseksual maupun lesbi dan sejenisnya adalah hukuman mati. Sanksi ini hanya boleh dilakukan oleh sebuah negara yang menerapkan sistem islam bukan individu maupun kelompok.

Ketegasan hukum dalam pemerintahan Islam akan membuat jera para pelaku penyimpangan ini, sekaligus mencegah orang orang yg mungkin terbersit keinginan untuk mengikuti. Suasana keimanan yang diciptakan sistem islam mendorong masyarakat untuk taat syariat apapun problem yang dihadapinya. Jadi sudah seharusnya pemerintah menolak tegas agar jangan sampai kaum ini terlegislasi di negeri ini. Tak hanya itu, sistem sekuler kapitalisme ini pun harusnya juga ditolak sebab ini adalah biang dari perilaku kebebasan yang kebablasan. Allah sudah memberikan seperangkat aturan untuk manusia, maka sudah seharusnya ia diterapkan bukan ditinggalkan. 

Wallahu a'lam bish showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak