Oleh Auliya Khuzaimah
(Creator Konten Dakwah)
Di tengah kabar duka kematian Ratu Elizabeth II dan proklamasi Raja Charles III sebagai pemimpin baru monarki Inggris, media sosial juga sedang diramaikan oleh pembicaraan tentang sebuah akun YouTube bernama Zavilda TV. Berdasarkan berita yang beredar, akun Zavilda TV ternyata dijalankan oleh seorang perempuan bercadar yang menyajikan video-video eksperimen sosial dimana dia mengajak perempuan-perempuan seksi di Jalan Malioboro, Yogyakarta untuk mengenakan penutup aurat.
Akun ini sudah mengunggah lebih dari 170 video yang mana sebagian besarnya mempertontonkan aksinya mengajak perempuan berpakaian seksi untuk menutup auratnya. Jumlah pelanggannya juga tidak bisa disebut sedikit. Sekilas, dengan deskripsi tersebut bisa disimpulkan bahwa akun YouTube ini adalah akun dakwah potensial yang dikembangkan untuk mengajak dan menginspirasi perempuan untuk menutup aurat.
Sayangnya, kenyataan jauh panggang dari api. Alih-alih menginspirasi dan mendatangkan dampak positif, akun Zavilda TV ini justru menuai hujatan dari netizen. Caranya ‘berdakwah’ dinilai memaksa, konten-konten yang disajikannya pun terbukti hanya ‘setingan’. Bahkan, beberapa talent yang terlibat mengaku dirinya dimanipulasi dan dimanfaatkan oleh sang pemilik akun berpelanggan 210,000 orang itu.
Tidak hanya mendatangkan komentar pedas dari netizen, banyak juga kreator konten dakwah menyayangkan aksi Zavilda yang dinilai memberikan kesempatan bagi orang-orang yang membenci syariah Islam untuk semakin mendiskreditkan ajaran Islam. Singkatnya, aksi Zavilda menjadi bumerang bagi dakwah Islam.
Yang Salah itu Caranya, Bukan Dakwahnya
Aksi Zavilda TV yang viral juga menarik perhatian seorang youtuber Gita Savitri Devi. Dalam video reaksinya, youtuber yang dikenal lewat akun Instagram gitasav itu mengomentari gaya berdakwah Zavilda yang menurutnya sangat tidak sopan dan tidak beradab. Penulis sendiri sedikit banyak sepakat dengan komentar tersebut. Namun, komentar Gita yang cenderung menggeneralisir setiap kreator konten dakwah adalah pemaksa dan berperilaku sama dengan Zavilda adalah sesuatu yang harus dikoreksi. Terlebih, secara tidak langsung dia menyampaikan bahwa dakwah itu bukanlah suatu kewajiban sebab agama seharusnya menjadi urusan pribadi antara pemeluknya dengan tuhan saja, bukan hal yang harus diurusi orang lain.
Memang, jika melihat dari isi konten milik Zavilda ada beberapa hal yang tidak sejalan dengan bagaimana seharusnya dakwah Islam diemban. Terutama dakwah terkait penutup aurat.
Pertama, pendekatan yang digunakan Zavilda dalam kontennya terkesan ‘memaksa’. Dia mendekati target, menghampirinya, dan langsung mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dinilai terlalu sensitif. Pun sasarannya tak hanya muslimah yang tidak menutup aurat saja. Dia juga beberapa kali menyasar perempuan nonmuslim dalam eksperimennya yang baru-baru ini diketahui sebagai ‘setingan’ belaka.
Jika dibandingkan dengan beberapa konten bernuansa serupa di kanal YouTube dan menyadari bahwa pendekatan yang dilakukan Zavilda memang terkesan ‘menyerang’. Sebagian besar konten eksperimen sosial transformasi hijab yang ada di YouTube biasanya menampilkan kreator yang berdiri di tempat umum untuk menawarkan ‘jasa mencoba hijab’ bagi siapapun yang tertarik. Proses make over pun dilakukan pada orang-orang yang memang tertarik dan dengan kesadaran penuh setuju untuk mencoba. Ketertarikan dan keinginan inilah yang sejatinya memang harus dibangun ketika melakukan eksperimen sosial. Bukan malah membuat target dakwah menjadi tidak nyaman dan beakhir antipati terhadap hijab dan penggunanya.
Kedua, untuk ukuran akun dakwah kredibilitas Zavilda TV harus dipertanyakan. Bagaimana bisa akun dakwah yang bertujuan mengajak orang menutup aurat justru dengan terbuka dan terang-terangan memasang foto perempuan seksi yang mengumbar aurat di thumbnail videonya? Tidak bisakah menggunakan efek buram untuk menghindari tersebarnya aurat orang lain? Ditambah lagi dengan judul-judul yang terkesan dengan sengaja menjual ‘keseksian’ perempuan untuk menggaet penonton. Padahal jika memang ingin mengajak dan menginspirasi orang untuk menutup aurat dan menjaga dirinya, seharusnya tampilan seksi nan mengumbar aurat dari para perempuan ini tidak ditampilkan secara terbuka.
Dengan menampilkannya dan mengunggahkan ke akun YouTube yang bisa diakses banyak orang, bukankah sama dengan menyebarkan aurat sesama muslimah ke jangkauan yang lebih luas?
Ketiga, dakwah adalah sebuah proses untuk menyampaikan kebenaran. Tidak seharusnya dikemas dalam bentuk cerita bohong dan sebuah drama setingan. Seringkali judul video yang tertera pun hanya click bait, sangat berbeda dengan isi dari videonya. Meskipun apa yang disampaikan Zavilda dalam videonya mungkin saja kebenaran, tapi dengan konsep video drama setingan ini akan semakin menurunkan kredibilitas Zavilda sebagai kreator konten dakwah.
Apalagi, eksperimen sosial seharusnya dilakukan pada orang-orang yang betul-betul asing dan hanya bisa diunggah dengan persetujuan orang tersebut. Namun, faktanya hal itu tidak terjadi dalam proses produksi. Target eksperimen adalah talent yang sudah di briefing sebelumnya dan video tetap diunggah sekalipun talent tidak menyetujuinya.
Hal-hal tersebut jelas tidak hanya membawa citra buruk bagi Zavilda TV, tapi juga sebagian besar kreator konten dakwah. Hal ini dikarenakan banyak orang awam yang tidak paham tentang dakwah menganggap setiap pengemban dakwah itu sama. Buruk satu, buruk semua. Sama seperti pandangan Gita yang sempat penulis singgung sebelumnya. Konten Zavilda TV yang tidak sejalan dengan adab dakwah dan syariat Islam inilah yang akhirnya menjadi bumerang bagi dakwah Islam itu sendiri.
Pada faktanya, berdakwah memanglah kewajiban setiap Muslim. Suka atau tidak suka, setiap Muslim mengemban kewajiban menyebarkan ajaran Islam itu di bahunya. Sebab Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, jadi memang harus ada orang yang mengembannya ke seluruh alam raya.
Nah, yang harus digarisbawahi di sini adalah Islam rahmatan lil ‘alamin, alias kasih sayang Allah bagi seluruh alam. Sebab Islam adalah bentuk kasih sayang Allah, maka sudah seharusnya dakwah Islam juga diemban dengan penuh kasih sayang pula. Tanpa paksaan.
Jadi, tidak semua kreator konten dakwah sama dengan pemilik akun Zavilda TV. Pengemban dakwah yang memahami seni dan adab dalam berdakwah tidak akan bersikap gegabah dan memaksakan dakwahnya pada siapapun. Sebab hakikatnya, dakwah adalah seruan dan ajakan.
Kewajiban seorang Muslim adalah menyampaikan dan mengingkatkan dalam kebaikan, pun dengan cara yang baik dan dapat diterima oleh orang lain. Jika ada ‘pendakwah’ yang tidak merepresentasikan kasih sayang Islam, berarti yang mungkin keliru adalah caranya dalam mengemban dakwah tersebut. Bukan dakwah Islamnya yang salah.
Dakwah Ada Seninya
Islam adalah agama yang sempurna. Tidak hanya tentang hubungan manusia dengan Allah semata (habluminallah), tapi juga tentang hubungan manusia dengan dirinya sendiri (habluminannafs) serta hubungan manusia dengan manusia lain (hablumminannas). Seperti pernyataan Gita, perkara hubungan manusia dengan tuhannya memanglah menjadi urusan tiap individu. Juga perkara hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Sebab hubungan manusia dengan tuhannya yang ditandai ibadah juga hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang ditandai keimanan dan akhlak akan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing manusia tanpa campur tangan manusia lain.
Dakwah adalah salah satu kewajiban yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, dimana sesama Muslim memiliki kewajiban untuk saling mengingatkan. Hanya saja, Allah tidak serta merta menurunkan perintah untuk berdakwah tanpa menurunkan panduan dan tata cara dakwah yang sesuai dengan nilai Islam. Karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk berilmu sebelum beramal. Sebab amal tanpa ilmu akan menjadi hal yang sia-sia.
Begitupun dalam dakwah. Meski Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan kita untuk menyampaikan walau hanya satu ayat, bukan artinya kita tidak perlu persiapan yang matang sebelum menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Hadis tersebut justru merupakan penyemangat sekaligus pengingat untuk pengemban dakwah supaya tidak ragu menyampaikan apa yang diketahuinya dan supaya hanya menyampaikan perkara yang diketahuinya saja.
Kasus seperti ini dapat terjadi sebab kreator kekurangan ilmu terkait adab dan tata cara dakwah yang sesuai dengan syariat Islam. Kreator belum memahami tentang bagaimana dakwah seharusnya diemban, bagaimana perintah menutup aurat seharusnya disampaikan, dan lainnya. Memang, menerima atau tidak itu bukan ranah pengemban dakwah. Tapi, bukan artinya sebagai pengemban dakwah terutama kreator konten dakwah kita tidak pay attention ke hal-hal yang kiranya bisa membuat dakwah kita lebih mudah dipahami oleh target dakwah.
Tentu ada alasan di balik peran kita sebagai kreator konten dakwah, yaitu bagaimana kita mengemas dakwah secara kreatif agar lebih mudah dipahami dan diterima target dakwah. Tentunya, dengan tetap berada dalam koridor syariat.
Dakwah di industri kreatif memanglah suatu hal yang baru dan tidak mudah. Kreator konten dakwah harus bersaing dengan kreator konten lainnya dalam berbagai aspek supaya konten dakwah tidak tenggelam di antara konten-konten hiburan yang memang jauh lebih diminati. Apalagi, dunia industri kreatif saat ini sangat terikat dengan konten audio visual yang berisiko bersinggungan dengan beberapa hal yang belum jelas kehalalannya seperti musik. Dibutuhkan persiapan yang matang untuk bisa menyediakan konten yang bisa diterima publik dan tetap berpegang pada syariat.
Sayangnya, banyak kreator konten dakwah yang akhirnya terlena dan lupa dengan tujuan awal. Ketika seharusnya memanfaatkan popularitas dan perhatian untuk menyampaikan agama, justru sebaliknya. Kini semakin banyak orang yang menjual dan memanfaatkan agama demi menuai popularitas dan perhatian semata. Para kreator ini tidak lagi pay attention terhadap koridor syariat dan terus menabraknya dengan dalih ‘dakwah’.
Hijab atau jilbab adalah cara Allah menjaga izzah (kemuliaan), iffah (kesucian), dan muruah (kehormatan). Namun, saat ini banyak sekali perempuan yang kehilangan izzah, iffah, dan muruahnya sekalipun dia mengenakan hijab. Hijab di masa kini kehilangan tujuannya dan hanya selembar kain bagian dari fashion semata. Jadi, yang harus dilakukan pengemban dakwah saat berdakwah tentang hijab bukanlah menyampaikan kewajiban menutup aurat dan ancaman jika tidak melakukannya. Sebab hal ini hanya akan memancing pembenci Islam untuk semakin menyuarakan kebenciannya dan membuat sesama muslim antipati terhadap dakwah.
Justru, yang pertama kali harus dilakukan adalah membangun kesadaran dan keinginan dalam diri perempuan Muslim untuk menjalankan perintah Allah sebagai bentuk ketaatan. Memunculkan kerelaan dan bukan rasa terpaksa. Sebab, Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, kasih sayang bukan paksaan.
Seperti dalam sebuah hadits mutafaq ‘alaih dari Abu Musa al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
“Aku diutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama Muadz ke Yaman. Beliau bersabda, “Serulah manusia, berikanlah kabar gembira janganlah membuat mereka lari...”
Kenapa harus dakwah dengan kabar gembira? Sebab kabar gembira damage-nya lebih besar dan kuat ketimbang ancaman dan peringatan. Bukankah lebih baik membuat orang tergiur daripada membuat orang ketakutan?
Jilbab Bukan Paksaan
Allah tidak serta merta menurunkan perintah berjilbab untuk memaksa setiap muslimah untuk menaatinya begitu saja. Islam itu indah dan penuh kasih sayang, begitupun dengan perintah menutup aurat yang Allah turunkan sangat memperhatikan sisi sensitif dan perasa kaum hawa.
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Al-Azhab: 59)
Jika kita perhatikan kembali, ayat ini diturunkan sebagai perintah untuk Rasulullah saw. sebagai suami bagi istri-istrinya, ayah bagi anak-anak perempuannya, dan pemimpin bagi istri-istri orang mukmin. Allah tahu perempuan itu memiliki hati yang sensitif karena itu Allah memberikan tugas untuk menyampaikan kewajiban menutup aurat ini kepada sosok terdekat seperti suami dan ayah, serta sosok pemimpin yang bisa membuat kebijakan. Allah juga memberikan alasan yang mudah diterima di balik perintah menutup aurat ini. Hal ini supaya perempuan Muslim dapat lebih mudah menerimanya sebab disampaikan oleh orang yang mereka sayangi dan mereka hormati.
Wallahu a'lam bishawwab