Oleh: Tri S, S.Si
Aqsa Working Group mengecam keras langkah Zionis Israel yang kembali membombardir Gaza. Setidaknya 13 orang syahid termasuk seorang gadis berusia lima tahun. Menurut AWG, klaim Zionis Israel bombardier Gaza sebagai upaya pencegahan, adalah alasan mengada-ada. Mereka seharusnya tidak boleh direspons dengan bombardir properti dan korban sipil dan anak-anak (Republika.co.id, 7/8/2022).
Kalau kita kembali kepada fakta sejarah terkait konflik yang terjadi di Palestina. Kita bisa menemukan keniscayaan bahwa itu akan terus berlanjut. Ada beberapa alasannya: Pertama, keberadaan Israel yang jelas-jelas menyerobot, merampok, dan menduduki Tanah Palestina dengan mengusir penduduk dan pemilik aslinya, dianggap hanya sebagai masalah tapal batas antara Israel dan negara-negara tetangga seperti Yordania, Suriah, Libanon. Dan penguasa Islam dibuat 'lupa' akan sejarah bagaimana keberadaan Israel sampai di Palestina. Bahkan hasil KTT luar biasa OKI tanggal 13 Desember 2017 di Istanbul Turki, yang dihadiri 55 negara OKI menyatakan seolah solusi dua negara diterima dan menjadi komitmen Dunia Islam dan seluruh kaum Muslim. Dalam artian, jelas hasil OKI ini memberi pengakuan terhadap keberadaan negara Israel.
Kedua, adanya nasionalisme dan nation state. Akibatnya, ukhuwah Islamiyah menghilang entah kemana. Masing-masing negeri Muslim, khususnya para penguasa mereka hanya mementingkan domestik dan internal mereka sendiri. Sehingga kepedulian terhadap penderitaan ikhwah di negara lain seperti Palestina, bukan prioritas bahkan tidak menjadi perhatian.
Ketiga, kebanyakan para penguasa Muslim dan Arab adalah bonekanya Barat. Jadi wajar jika mereka cenderung membiarkan(bahkan mendukung) kebijakan-kebijakan si dalangnya. Perjanjian-perjanjian, konferensi-konferensi, atau apapun namanya yang mengatasnamakan suara Islam adalah bullshit, justru dijadikan sarana untuk menghancurkan Islam.
Palestina adalah tanah kaum muslimin, bukan cuma Gaza. Israel-laknatullah alaihim-telah berhasil mencaploknya ketika Khilafah (negara Islam) runtuh di abad ke 20. Ketika institusi penegak hukum Islam itu eksis, tak sejengkal pun wilayah milik umat Islam dapat seenaknya dikuasai. Karena Rasul Saw bersabda : “ Imam(Khalifah) itu laksana perisai, kaum Muslim diperangi(oleh kaum kafir) di belakang dia dan dilindungi oleh dirinya “ (HR. Muslim).
Sebagai sebuah tanah yang ditaklukkan (tanpa perang) pada masa Khalifah Umar bin Khathab ra. (638 M) Palestina atau Al Quds termasuk tanah usyriyah, yang berbeda perlakuannya dengan tanah yang dikuasai dengan penaklukan (futuhat) atau yang disebut tanah kharajiyah. Pada waktu itu, orang-orang Nasrani sendiri yang menyerahkan tanah tsb kepada Shahabat Umar, sebagai penguasa Negara Islam. Sehingga sampai kapanpun statusnya akan tetap demikian, dia menjadi bagian dari milik seluruh kaum muslin di seluruh muka bumi.
Karena itu, masalah Palestina adalah masalah Islam dan seluruh muslim. Selain karena Al Quds adalah tanah milik umat, dalam Islam kaum Muslimin itu adalah satu tubuh. Jika salah satu bagian anggota tubuhnya kesakitan maka bagian lain akan ikut merasakan. Lalu berupaya untuk menyembuhkan dan mencarikan solusi bagi sakitnya tsb. "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling mencintai dan mengasihi diantara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR Muslim).
Sungguh solusi hakiki untuk masalah Palestina ini harus bersandar pada Islam, karena hanya dengan itu bisa tercapai solusi tuntas. Bukan kemerdekaan dan membagi wilayah dengan Sang Penjajah. Tapi menegmbalikan tanah itu kepada pemiliknya, yakni umat Islam. Negara harus mengusir penjajah dengan segenap kemampuan. Sampai imprealis betul-betul hengkang dari bumi Al Quds. Sebagaimana dulu Indonesia, mengusir penjajah dari nusantara. Dengan pekikan Takbir para ulama menggerakkan seluruh komponen umat dalam jihad fi sabilillah.
Allah SWT berfirman : “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan perantaraan tangan-tangan kalian, menghinakan mereka serta akan menolong kalian atas mereka sekaligus melegakan hati kaum Mukmin” (TQS. At Taubah ayat 14).
Juga firman-Nya yang lain, “Usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS. Al Baqarah :191).
Jelas sudah solusi bagi Palestina adalah memerangi dan mengusir Israel dari Tanah milik umat tersebut. Dan yang sangat penting adalah juga menghancurkan semua negara besar, backing Israel. Seperti Amerika Serikat dan semua sekutunya. Taklif ini dibebankan kepada seluruh kaum muslimin – tak hanya kaum Muslimin Palestina saja-di seluruh dunia. Dengan dipimpin penguasa (Amirul Jihad).
Tapi apakah mungkin hal itu terjadi? Karena Khalifah dan Amirul Jihad saat ini tak eksis. Sementara kebanyakan para penguasa Muslim – termasuk negri Arab dan sekitarnya- bukan lah pemimpin dalam sistem Khilafah. Semua negri muslim saat ini tidak menjadikan aqidah Islam sebagai asas negaranya. Karena sejak Khilafah runtuh 1924 M, praktis wilayah Negara Islam dikerat-kerat oleh para imprealis menjadi puluhan negri kecil, termasuk Palestina dan Indonesia.
Kemungkinan perlawanan sangat kecil bahkan mustahil terjadi. Ketika nation state telah membatasi banyak negeri muslim. Sehingga perlu adanya kekuatan besar yang menopang dalam wadah sebuah negara besar, dengan seorang pemimpin yang kuat dan memegang teguh aqidah. Allah berfirman dalam QS. Al Isra'. 4-8, yang intinya bahwa Yahudi hanya bisa dikalahkan dengan 'hamba-hamba Allah yang memiliki kekuatan besar'.
Ini adalah firman Allah yang disampaikan kepada Rasulullah SAW, apakah kita sebagai hamba-Nya tidak akan meyakini solusi yang diberikan Sang Pemilik alam semesta? Maka sungguh mewujudkan dan mengembalikan sistem yang menjadi junnah (pelindung) bagi umat adalah kewajiban yang tak bisa ditawar lagi. Pemimpin Islam (khilafah) harus menjadi prioritas perjuangan saat ini kalau kita mencintai dan sedih melihat kondisi ikhwah seiman di Gaza. Gaza sangat butuh Pelindung, bukan “kemerdekaan palsu”. Wallahu a'lam bishshowwab.