Oleh Irma Dharmayanti
Ibu Rumah Tangga
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bandung, dari 5.943 kasus positif HIV di Bandung selama periode 1991-2021, sebanyak 11 persen di antaranya adalah ibu rumah tangga (IRT). Salah satu pemicunya adalah karena suami yang melakukan hubungan seksual tanpa pengaman dengan pekerja seks. Selain IRT, 6,9 persen atau 414 kasus lainnya terjadi pada mahasiswa.
Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum beberapa waktu lalu sempat menjadi bahan perbincangan karena menyebut poligami sebagai solusi menekan kasus HIV/AIDS. Ia berpandangan bahwa memiliki istri lebih dari satu bisa menjadi cara untuk mencegah terjadinya perbuatan menyimpang tersebut. Wagub mengungkapkan bahwa dengan menikah lagi kaum pria akan dapat menyalurkan pada istrinya, sehingga tidak rentan terkena penyakit. Apalagi agama memberikan lampu hijau atas kebolehan poligami ini. Lebih lanjut Uu menyatakan bahwa perzinaan hanya akan membawa banyak mudarat, mulai dari penyakit kelamin menular hingga paling parah terjangkit penyakit HIV/AIDS. (Kompas.com, 30/8/2022)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar pun mengkritik pernyataan Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum yang menyebut poligami sebagai solusi. Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei, mengatakan poligami bukan jaminan orang tidak terkena HIV/AIDS. Rahmat juga menegaskan untuk lebih fokus pada pendampingan pada para pengidap HIV/AIDS serta mengedukasi masyarakat tentang bahaya dan medium penyebaran virus ini.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan melawan infeksi dan penyakit. Penyebarannya bisa melalui produk darah (jarum yang tidak steril atau darah yang tidak disaring), penularan ibu ke bayi dalam proses mengandung, persalinan, menyusui, dan yang lebih sering terjadi adalah melalui hubungan seks bebas, homoseksual dan lesbian atau perbuatan zina.
Penyakit HIV/AIDS salah satunya disebabkan karena perbuatan zina yang menurut ajaran Islam merupakan perbuatan yang diharamkan dan dilaknat oleh Allah Swt. Tidak hanya pelakunya yang dikenai sanksi hukuman yang berat, tetapi seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan perzinaan.
HIV/AIDS ini sebenarnya bukan sekadar masalah kesehatan, namun juga masalah perilaku. Karena telah terbukti penyebab terbesar penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas, seperti zina dan homoseksual. Islam memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, karena penyakit AIDS memang berbahaya (dharar) karena dapat menyebabkan lumpuhnya sistem kekebalan tubuh. Berbagai penyakit akan mudah menjangkiti penderitanya yang bisa berujung kematian. Syariat sendiri dengan tegas melarang terjadinya bahaya (dharar) pada umat manusia. Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan juga bahaya bagi orang lain dalam Islam." (HR Ibnu Majah no 2340, Ahmad 1/133; hadits sahih).
Karena sebagian besar kasus HIV-AIDS berawal dari penyimpangan perilaku, seperti homo, lesbian dan perzinaan maka semua ini merupakan tindakan kriminal yang layak mendapatkan hukuman tegas.
Dan solusi Islam sudah sangat tegas menindak kasus seperti ini, berbeda dengan solusi model sekuler dan liberal yang hanya memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, bukan masalah perilaku. Solusinya hanya terkait dengan persoalan kesehatan semata, misalnya kondomisasi, pembagian jarum suntik steril, kampanye bahaya AIDS, dan yang semisalnya. Sedang perilaku seks bebas seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender dianggap biasa dan tidak diberi sanksi, bahkan tidak sedikit yang menganggap tak ada hubungannya dengan penanggulangan penyakit ini. Jelas solusi yang sangat dangkal.
Padahal semua perilaku sampah itu hakikatnya adalah mempertuhankan hawa nafsu dan membunuh akal sehat.
Islam memandang bahwa penyebaran HIV ini tergolong sangat bahaya yang dapat mengancam siapa saja. Agar virus HIV ini tidak terus-menurus menjaring di masyarakat seharusnya negara menutup segala akses yang bisa mengakibatkan munculnya segala perilaku seks bebas. Negara wajib melarang pornografi-pornoaksi, prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Begitu juga dengan narkoba, hal-hal yang dapat membuat peredaran dan penggunanya semakin luas akan ditutup. Selain itu pemberian sanksi tegas yang dapat memberi efek jera akan diberlakukan kepada pelaku.
Untuk itu, masyarakat harus memiliki bekal akidah yang kuat, agar tercermin nilai-nilai ketakwaan dalam dirinya sehingga terpancar kepribadian Islam. Setiap muslim akan senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan di tengah masyarakat pun terjalin amar makruf nahi mungkar untuk saling mengingatkan saat berbuat hal yang melanggar aturan Allah.
Maka, untuk memberantas permasalahan HIV-AIDS hingga ke akar-akarnya, kita harus kembali hukum Allah, melalui penerapan Islam secara sempurna dalam naungan kepemimpinan Islam. Sudah selayaknya kaum Muslim memperjuangkannya agar syariat bisa dilaksanakan di setiap aspek kehidupan.
Wallahu a'lam Bishawwab