Oleh : Ummu Aqeela
Sebagai seseorang yang mengatur sebagian besar keuangan rumah tangga, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) harus dapat diantisipasi oleh ibu-ibu agar pengeluaran dapat teratur untuk menjamin kebutuhan keluarga. Menurut Perencana keuangan sekaligus pendiri dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini Sutikno mengatakan bilamana harga BBM naik, ibu-ibu rumah tangga akan langsung merasakan dampaknya karena merupakan subyek yang mengelola keuangan rumah tangga.
"Kalau BBM naik pasti transportasi naik, ibu-ibu yang punya aktivitas di luar rumah pasti biaya untuk transportasimya akan naik, yang biasanya antar-jemput anak, kemudian bisa jadi kalau misal ada kegiatan seperti belanja bulanan maupun harian yang memerlukan keluar rumah," ujar Mike saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Selasa (30/8/2022).
Pengelolaan keuangan rumah tangga sangatlah penting bagi pelaksanaan operasional rumah tangga. Mengelola keuangan tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, namun juga bukan hal yang sulit dan tidak terpecahkan. Mengelola keuangan rumah tangga memerlukan fokus dan ketelitian saja, tentu ditambah dengan kecerdikan dalam mengelolanya. Seperti kebutuhan kesehatan, kebutuhan pendidikan anak, dan sebagainya. Keuangan ini pula tentunya yang dapat mempengaruhi terciptanya rumah tangga harmonis, sakinah, mawaddah, warahmah menurut Islam. Hal ini dikarenakan tidak jarang konflik dalam keluarga muncul karena permasalahan ekonomi atau finansial di dalamnya.
Ketika kita membincang tentang kegiatan perencanaan keuangan, sebetulnya tidak lepas dari fenomena social yang menggejala di tengah masyarakat saat ini, yakni berkaitan erat dengan arus pola kehidupan yang menjiwainya. Gempuran gaya hidup hedonisme, tekanan system ekonomi kapitalis, menyebabkan kegagalan system pengelolaan dan perencanaan keuangan sebagian besar masyarakat. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil dari sebuah Negara tak mampu membendung kuatnya factor eksternal dalam mempengaruhi perencanaan keuangan pribadi mereka. Sehingga mereka terbawa arus mengikuti tarikan dari sebuah system global terhadap ekonomi masyarakat. Peran negara sendiri untuk melindungi warga negaranya pun seakan hilang dan bahkan melepaskan masyarakat ke ranah ekonomi pasar yang berpihak pada kaum kapitalis. Disitulah yang akhirnya menjelaskan, mengapa indeks ketimpangan social ekonomi suatu masyarakat cenderung naik, dimana kelas atas makin kaya dan kelas bawah makin miskin.
Gaya hidup hedonisme tak lebih menjadi semacam ideology yang bersifat menekan bahwa keinginan hidup manusia wajib untuk dipenuhi. Padahal hukum ekonomi mengatakan bahwa keinginan manusia tidak terbatas sedangkan alat pemuas keinginan manusia terbatas sekali. Parahnya lagi produksi yang didominasi oleh kaum pemilik modal atau kapitalis akhir-akhir ini berusaha semasif mungkin untuk mengubah mode ekonomi masyarakat dari produktif ke budaya komsumtif. Penjajahan abad modern mereka lakukan guna mendapatkan pasar yang potensial yakni masyarakat umum, dan meraih keuntungan sebesar-besarnya hanya untuk pemuasan materi belaka.
Sungguh bertolak belakang dengan Islam. Islam mengajarkan seluruh aspek kehidupan kita termasuk dalam keuangan. Islam mengajarkan agar pengeluaran rumah tangga muslim lebih mengutamakan pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Islam mengharamkan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan karena dapat mengundang kerusakan dan kebinasaan.
Allah berfirman: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (suatu mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra’:16).
Islam mengajarkan sikap pertengahan dalam segala hal termasuk dalam manajemen pembelanjaan, yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kikir atau terlalu ketat. Sikap berlebihan adalah sikap hidup yang dapat merusak jiwa,
harta dan masyarakat, sementara kikir adalah sikap hidup yang dapat menimbun, memonopoli dan menganggurkan harta. Kedua pola ekstrim dalam konsumsi itu memiliki mendekati sifat mubadzir. Firman Allah:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqon :67)
Jika pembelanjaan kita telah sesuai dengan aturan-aturan Islam, Allah akan memajukan usaha kita serta melipatgandakan pahala dan berkah-Nya. Untuk itu menjadi ibu haruslah tangguh, tidak hanya secara mental namun juga kuat secara Iman dan pemahaman. Karena ditengah gempuran sistem yang tidak bersahabat ini, diperlukan pegangan kuat untuk melawannya. Dan satu-satunya yang mampu dijadikan pegangan hanyalah jika kita kembalikan segalanya kepada syari'at yang benar, yaitu syari'at kaffah.
Wallahu'alam bishowab