Oleh:Ummu Faiha Hasna
Batu bara adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari manusia. Berkat batu bara yang kerap disebut sebagai emas hitam inilah manusia bisa menikmati aliran listrik di rumah, kantor, hingga pertokoan.
Pada perdagangan Senin, 5 September 2022, harga batu kontrak Oktober di pasar ICE Newcastle ditutup di USD463,75 per ton. Harganya terbang 5,18 persen dibandingkan perdagangan terakhir pada pekan lalu. Harga pada penutupan kemarin menjadi yang tertinggi dalam sejarah, sekaligus melewati rekor sebelumnya, yakni USD446 per ton yang tercatat pada 2 Maret 2022 atau hanya beberapa hari setelah perang Rusia-Ukraina meletus (welfare.id, 6/9/2022).
Tahun ini ternyata menjadi tahun buruk dalam sejarah batu bara. Pasalnya harga batu bara kian membara. Kenaikan harga itu jelas menimbulkan berkah bagi produsen batu bara di Indonesia, khususnya para eksportir batu bara. Namun, bagi rakyat malah harus kewaspadaan , sebab kenaikan batu bara berefek pada kenaikan harga tarif dasar listrik.
Melambungnya harga batu bara didorong oleh meningkatnya permintaan yang melonjak setelah negara-negara Eropa memutuskan untuk menggunakan kembali batu bara sebagai sumber pembangkit listrik mereka. Sementara pasokan batu bara secara global semakin menipis. Inilah sejatinya kesalahan paradigma berfikir kapitalis. Sebab, batu bara yang sejatinya milik rakyat dijadikan sebagai barang komoditas untuk meraup keuntungan.
Disamping itu, liberalisasi ekonomi yang dianut oleh sistem kapitalisme telah menjadikan batu bara legal dikuasai oleh korporasi atau pemilik modal. Prinsip kapitalisme, siapapun pemenang tender, dialah pemiliknya, meski kekayaan alam tersebut terkategori harta milik umum. Sementara, negara hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan kontrak kerja dengan para pemilik modal untuk mengelola SDA tersebut.
Penerapan kebijakan ini berefek pada kehidupan rakyat yang semakin sulit . Tanpa pelindung dan penjamin kebutuhan dasarnya. Sebab, rakyat harus merogoh kocek untuk membeli kebutuhan vital seperti listrik. Padahal, berdasarkan data terakhir dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan batubara Indonesia mencapai 26,2 miliar ton (esdm.go.id).
Artinya negeri ini berpotensi mengelola secara mandiri SDA-nya tanpa harus membeli kepada negara lain, kemudian mendistribusikannya kepada rakyat dalam bentuk listrik murah bahkan gratis. Akan tetapi, hal ini mustahil terjadi di dalam kehidupan yang diatur dalam sistem kapitalisme.
Sejatinya, negeri ini harus beralih pada kehidupan yang diatur dengan sistem Islam secara sempurna. sebab, Islam memiliki pengaturan yang sempurna termasuk ekonomi yang menjamin terwujudnya kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Imam Ibnu Qudaimah al Maqdisi dalam kitab besarnya al Mughni pada bab pembahasan tentang Ihya al Mawat, bahan-bahan galian tambang hasil usaha tambangan yang didambakan dan dimanfaatkan oleh manusia tanpa banyak biaya, seperti halnya garam , air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petrolium, intan dan lain - lain tidak boleh dipertahankan hak kepemilikan individualnya.
Bahkan bahan - bahan tersebut menjadi milik seluruh kaum muslimin. Yang demikian, akan merugikan kemaslahatan umat, jika dikuasai segelintir orang. Oleh karena itu, bahan galian tambang tersebut harus dikelola oleh negara atau pemerintah dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umum.
Sejatinya, bahan galian tambang adalah sumber bumi terpenting yang harus mendapatkan perhatian khusus. Karena begitu berharganya bahan tersebut di mata dunia. Al Quran dan hadis pun menunjukkan pentingnya membangun sebuah industri yang bisa menghasilkan dan mengelola kekayaan alam berupa bahan galian tambang di dalam perut bumi.
Maka, hasilnya harus diberikan kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah atau berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat semisal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum.
Inilah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi dari kerusakan pengelolaan tambang dari sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan.
Dalam sistem Islam, kepemilikan dibagi berdasarkan tiga bentuk yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang adalah merupakan hak kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu atau korporasi.
Dengan ketegasan batasan kepemilikan seperti ini, tidak ada ruang sedikit pun bagi para oligarki dan pemilik modal untuk merampas hak masyarakat atas tambang sumber daya alam. Pengaturan pembagian hak kepemilikan secara adil seperti ini mustahil diterapkan dalam sistem rusak saat ini sebab sudah dikuasai oleh para oligarki politik dan kapitalis.
Maka, sejatinya, tidak ada jalan lain selain jalan Islam yang diturunkan oleh zat yang Maha Sempurna. Jalan ini tidak dapat ditempuh kecuali dengan langkah-langkah sistematis untuk mengembalikan kembali institusi politik Islam. Institusi inilah yang menerapkan politik ekonomi Islam untuk mengatur secara langsung kepemilikan umum masyarakat. Wallahu A'lam bi Shawab.
Tags
Opini