Oleh : Afrin Azizah
Tepat pada tanggal 06 September 2022,
sebanyak 23 narapidana kasus korupsi dalam negeri bebas bersyarat secara
bersamaan.
23 Narapidana kasus korupsi tersebut diberi
hak bebas bersyarat, mengacu pada Pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor
22 Tahun 2022 tentang Kemasyarakatan.
Beberapa persyaratan tertentu dalam UU
tersebut menyebutkan para narapidana yang berkelakuan baik, aktif mengikuti
program pembinaan dan telah menunjukkan penurunan risiko, berhak mendapat
haknya sebagai narapidana.
Antara lain remisi, asimilasi, cuti
mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas,
pembebasan bersyarat dan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan. Ungkap Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti ( www.pikiran-rakyat.com 07/09/22 )
Seakan pemerintah menunjukkan bahwa ada hak
dari narapidana yang harus direalisasikan. Tapi bagaimana dengan hak rakyat ?
Bukankah uang yang dikorupsi adalah uang
rakyat dan seharusnya menjadi hak rakyat ?
Masih belum hilang ingatan mengenai korupsi
bansos covid-19 yang meraup uang milyaran rupiah. Sampai kapan tindak korupsi
ini akan berlanjut di negeri yang sudah dikatakan merdeka ini?
Bukankah para pejabat yang melakukan korupsi
sudah berjanji untuk bersedia melaksanakan amanah dengan jujur demi kepentingan
negara ?
Sungguh mustahil korupsi akan tuntas jika ide
sekuler yang masih diterapkan. Baik dilingkungan negara, masyarakat, sekolah
bahkan individu. Dimana ide sekuler memisahkan antara seluruh aktivitas yang
dilakukan dengan agama yaitu pengawasan Allah SWT.
Karena dari situlah muncul standar
kebahagiaan manusia yang dinilai dari tahta, harta dan jabatan. Yang menjadikan
para pejabat tidak segan-segan untuk menerima uang yang seharusnya bukan
haknya. Satu kali aman, dua kali kurang, tiga kali ketagihan. Astaghfirullah..
Sangat berbeda jika kesadaran akan adanya
Allah Sang Pecipta sebagai Pengawas. Karena itu menjadi benteng pertahanan
untuk mencegah harta-harta yang bukan menjadi haknya dan melaksanakan amanah sesuai
dengan yang diamanahkan.
Maka setiap aktivitas tidak lagi dinilai
untuk mendapatkan harta dan apapun yang ada di dunia, melainkan pahala sebagai
bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :
“ Sehari seorang pemimpin yang adil lebih
utama daripada beribadah 60 tahun, dan satu hukum ditegakkan di bumi akan
dijumpainya lebih bersih daripada hujan 40 hari .” ( HR. Thabrani, Bukhari, Muslim
dan Imam Ishaq )
Dalam Islam, bagi para pejabat atau pemilik
kuasa yang sudah diberi amanah haram hukumnya menerima suap atau hadiah sebagai
bentuk imbalan dari apa yang sudah dilakukan. Rasulullah SAW bersabda :
“ Laknat Allah atas penyuap dan penerima suap
.” ( HR. Abu Dawud )
Namun bukan juga menjadi hal yang mustahil,
ketika manusia terjerumus dengan hasutan setan untuk melakukan tindak korupsi.
Maka dari itu, Islam hadir dengan sanksi yang
tidak hanya memberikan efek jera melainkan juga sebagai bentuk pelajaran agar
tidak ada lagi yang melakukan hal serupa.
Dalam Islam, Khalifah memberikan sanksi
sesuai dengan pertimbangan harta yang dikorupsi. Mulai dari peringatan,
penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati bagi para pelaku.
Dan pada saat pejabat di berikan amanah untuk
menjabat, Khalifah akan melakukan perhitungan harta pada saat sebelum menjabat
dan setelah menjabat. Jika ada penambahan harta, negara akan melakukan
verifikasi apakah harta tersebut bersifat syar’i atau tidak. Jika tidak, maka
berlakulah hukum sanksi sesuai dengan aturan syariat.
Dengan demikianlah, Islam menjaga agar setiap
individu menjalankan amanah berjalan sesuai dengan syariat dan rakyat pun
mendapatkan hak nya tanpa ada rasa khawatir.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap
pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Wallahua’lam..