G20 Peduli Isu Lingkungan, Khilafah Menjawab Dengan Aksi Nyata Dalam Sejarah Peradaban





Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga

Salah satu isu prioritas Presidensi Indonesia melalui Climate Sustainability Working Group (CSWG) G20 adalah peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim (enhancing land- and sea-based actions to support environment protection and climate objectives). Indonesia didukung oleh seluruh negara anggota G20 mendorong isu ini agar dibahas mengingat pentingnya peran lautan di dalam peningkatan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Menandai proses awal dari kerjasama CSWG G20, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan GIZ dan German Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation, Nuclear Safety and Consumer Protection (BMUV), menggelar Workshop mengenai “G20 Partnership for Ocean-based Actions for Climate Mitigation and Adaptation” pada Kamis, 1 September 2022 di Nusa Dua Bali yang merupakan side event pertemuan CSWG.

Hanya saja sungguh disayangkan. Perubahan iklim adalah realitas nyata kan akan kita hadapi di depan. Tapi, semua solusi yang ditawarkan tidak lebih hanya sekedar bagaimana bersiap menghadapi. Jarang membahas mendalam tentang sumber penyebab utama, yakni kerakusan kapitalisme. Dan lebih dari itu, negara – negara penyumbang besar dampak rumah kaca, justru tidak mau mengurangi emisi nya, karena merasa memiliki kuasa. 

Lihat saja China, dia menyumbang sepertiga emisi karbon global (9,9 miliar metrik ton emisi karbon dioksida) dan enggan untuk meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kacanya. Padahal dampak rumah kaca, akan diterima oleh negara – negara di dunia. Baik negara maju, yang telah mengeruk kekayaan negara – negara berkembang dan miskin, maupun negara berkembang dan miskin itu sendiri. 

Sementara itu, Pakistan, kontribusi emisi gas rumah kacanya secara global tidak mencapai 1 persen. Tetapi Pakistan merupakan negara ke-8 dengan risiko krisis iklim tertinggi. Kondisi geografis, ekonomi, dan sosial Pakistan membuatnya menjadi salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak dari krisis iklim, Sungguh ini adalah bentuk ketidakadilan yang nyata. 

Sikap negara-negara maju itu yang sungguh berbeda dengan Khilafah Ustmaniyyah terhadap bencana banjir yang terjadi di Amerika Serikat pada 1889.

Dokumen Belgelerle 1889/1894 Afetlerinde Osmanli-Amerika, Yardimlasmalari (Gotong Royong Ottoman-Amerika, berdasarkan dokumen Bencana 1889/1894) menjadi bukti bahwa Sultan Abdul Hamid ll memberikan bantuan senilai US$1.000 untuk korban banjir. Khilafah Utsmaniyyah bahkan menjadi negara pertama yang membantu Amerika sebelum negara-negara lain. Bahkan, pada 1894, Khilafah Utsmaniyyah juga mengirim bantuan untuk korban kebakaran Amerika dan ditulis di surat kabar Amerika dengan judul Sultan Turki Mengirimkan 300 Lira ke Minnesota dan Wisconsin. 

Nyata, kemuliaan dan kepedulian Khilafah Islamiah yang tercermin dari aksi kemanusiaannya, berbanding terbalik dengan negara-negara maju saat ini yang justru mengelak dari tanggung jawabnya menyelamatkan dunia yang rusak akibat keserakahannya. Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak