Oleh : Nabila Sinatrya
Covid-19 yang telah menggemparkan dunia tempo lalu, kini telah melandai kasusnya. Belum sepenuhnya usai, kembali meluas wabah penyakit lama seperti cacar monyet (monkeypox) yang sedang diresahkan negeri ini dan dunia.
Dilansir dari cnbcindonesia.com/22/08/22 bahwa Kementerian Kesehatan mengkonfirmasi 1 kasus positif cacar monyet (monkeypox) di Indonesia pada 20 Agustus 2022. Cacar monyet merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus monkeypox. Berdasarkan data dari WHO, penyakit cacar monyet pertama kali diidentifikasi pada 1970 di wilayah Afrika Tengah dan Afrika Barat.
WHO telah memberi status darurat karena penyebaran kasus-kasus monkepox meluas secara global dengan total 75 negara. dr. Adityo Susilo dari Perhimpunan Dokter Spesial Penyakit Dalam Indonesia mengatakan bahwa Penularan penyakit ini dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung, melalui paparan terhadap sekresi saluran pernafasan, kontak dengan lesi kulit, dan juga bisa secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasenta.
Vaksin cacar monyet telah diberhentikan hampir 40 tahun karena dianggap penyakit sudah musnah, namun nyatanya kasus ini mencuat kembali. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan tercatat 7500 kasus baru dan melonjak sebanyak 20% dengan 12 kematian dari virus yang menyebar.
Masuknya cacar monyet membuktikan tidak adanya proteksi serius atas penyakit menular. Dalam kapitalisme tingkat kedaruratan suatu penyakit dinilai dari presentase, penyakit tidak dianggap berbahaya selama kematian masih di bawah 1%. Wajar jika negara tidak langsung tanggap dalam mengatasi virus cacar monyet, sebagaimana sebelumnya ketidakseriusan dalam menangani Covid-19.
Dalam pandangan kapitalisme, kepentingan materi diatas pemeliharaan jiwa manusia, asas untung rugi yang masih dijadikan pertimbangannya. Kebijakan lockdown tidak lagi menjadi pilihan, karena akan menghambat laju distribusi barang dan jasa yang akan berdampak pada kepentingan para pemilik modal. Alhasil Kesehatan dan keselamatan jiwa manusia yang menjadi taruhannya.
Sangat berbeda dengan pandangan sistem islam yang diterapkan secara kaffah dalam khilafah. Islam akan memfokuskan penyelesaian dengan prioritas keselamatan jiwa. Salah satu tujuan penerapan syariat islam adalah penjagaan jiwa manusia, sehingga ketika ditemukan satu saja kasus pasien yang telah terinfeksi penyakit menular, maka khilafah akan mengambil tindakan pencegahan penularan.
Penanganan terhadap wabah pernah dicontohkan oleh Rasulullah dengan mengisolasi daerah yang terkena wabah. Rasulullah SAW “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasukii tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar dari tempat itu.” (HR. Muslim)
Ketika wabah sudah melanda suatu wilayah, maka negara akan segera memisahkan antara yang sehat dengan yang sakit. Hal ini dapat diidentifikasi dengan proses tracing atau menelusuri masyarakat agar diketahui apakah terjangkit penyakit menular. Jika ditemukan ada yang terjangkit maka negara akan melakukan proses treatment atau melakukan perawatan terhadap pasien penderita wabah dengan professional.
Kesehatan dalam konsep islam adalah hak seluruh rakyat yang harus difasilitas dengan optimal oleh negara. Sebagaimana pada Khalifahan Umayyah Walid bin Abdul Malik. belaiu mendirikan Bimaristan (rumah sakit) dari kas negara dengan pengobatan gratis, pada saat itu terjadi wabah lepra dan dengan cepat penderita langsung di isolasi sehingga tidak menyebar ke orang lain dan juga para penderita diberi uang sebagai pegangan.
Negara harus fokus pada keselamatan manusia diatas kepentingan ekonomi, juga memberikan fasilitas yang menunjang terlaksananya proses tracing dan treatment agar yang sakit segera tertangani dan yang sehat tetap menjalankan aktivitas biasa. Inilah strategi terbaik yang akan dilakukan oleh Negara yang berasaskan islam, sehingga akan nampak arah perubahan mengakhiri dalam mengakhiri suatu wabah. Wallahu’alam bishowab.