Oleh: Hamnah B. Lin
Kenaikan harga BBM tanggal 6/9/2022 lalu telah menambah beban berat rakyat. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi beban berat kenaikan harga BBM adalah dengan meemberikan BLT BBM (Bantuan Langsung Tunai). Benarkah kebijakan ini efektif dan tepat, mengingat data penerima BLT senantiasa tidak valid, tidak tepat sasaran dan seabrek masalah ikutan lainnya. Juga klaim pemerintah bahwa BLT BBM bisa menurunkan angka kemiskinan rakyat Indonesia. Benarkah demikian?
Sebagaimana berita yang dilansir oleh CNN Indonesia, 7/9/2022, Kementerian Sosial (Kemensos) pede bantuan langsung tunai (BLT) bahan bakar minyak (BBM) yang digelontorkan pemerintah demi membantu masyarakat miskin menghadapi tekanan kenaikan harga pertalite dan solar bisa mengurangi angka kemiskinan hingga 1 persen.
"Jadi, pola pikirnya, kalau perhitungan Kemenkeu dari bantalan bansos itu bisa mengurangi kemiskinan sampai 1 persen. Kalau BLT BBM ya mungkin hanya terbatas hitungannya, tapi, kalau digabung dengan BLT yang lain, sudah tentu ini akan mempengaruhi dan paling tidak menjaga rate kemiskinan tidak sampai meningkat kembali," kata Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat dalam keterangan tertulis, Selasa (6/9).
Harry mengatakan BLT BBM merupakan 'bantalan' sosial bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di seluruh Indonesia sehingga mereka dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk harga pertalite dan solar.
Pemerintah menggelontorkan BLT untuk membantu 20,65 juta rumah tangga miskin menghadapi dampak kenaikan harga pertalite dan solar. Bantuan digelontorkan selama 4 bulan dengan besaran Rp150 ribu per keluarga miskin per bulan. Dengan kata lain total bantuan mencapai Rp600 ribu.
BLT dianggap dapat menjadi solusi. Namun, dalam jangka panjang, BLT ini bagai obat bius yang hanya menghilangkan rasa sakit sementara. Bukan solusi jangka panjang. Dan artinya, pengadaan BLT untuk mengantisipasi kenaikan BBM bukanlah solusi efektif. Ditengok dari pengalaman-pengalaman yang lalu, justru beragam kasus timbul karena adanya program BLT. Seperti BLT yang tak tepat sasaran karena kurang telitinya pemutakhiran data penduduk. Selain itu, parahnya lagi, program BLT menjadi sasaran empuk para "koruptor".
Sungguh pemikiran yang amat aneh, penguasa atau pejabat yang seharusnya pemikirannya adalah meringankan rakyat justru hitung-hitungan. Hanya penguasa dalam sistem kapitalislah yang demikian, yang tega menjadikan rakyatnya sebagai mitra bisnis. Yang difikirkan bagaimana penguasa untung, bagaimana bisa mengambil manfaat dari semua kebijakannya. Sungguh dzalim dan kejam.
Sungguh, pengurusan segala urusan umat adalah kewajiban negara. Sistem ini hanya menjadikan negara sebagai pencipta regulasi. Bukan sebagai penjamin kebutuhan seluruh rakyat. Termasuk dalam pengadaan subsidi BBM. Pengelolaan BBM yang karut marut seperti yang terlihat saat ini, tak lain karena liberalisasi migas, walhasil ladang migas yang dicaplok oleh korporasi. Sebetulnya pengelolaan migas, wajib diatur negara. Bukan diserahkan pada swasta, apalagi pihak asing.
Solusi Islam dalam kondisi seperti ini sangat berbeda jauh dengan sistem yang diterapkan Islam tegak di atas landasan Iman dan mengajarkan tentang segala kebaikan. Walhasil aturan Islam benar-benar menjamin kemaslahatan bagi seluruh alam, terkait energi, Islam menerapkan sumber energi sebagai milik umat, seperti sumber energi, air dan padang gembala termasuk sumber daya hutan. Adapun pengaturannya dalam Islam memasukannya dalam kerangka kewajiban negara pengurus urusan umat.
Prinsip pengelolaannya juga tidak boleh bertabrakan dengan amanah penciptataan manusia dibuka bumi ini sebagai khalifah, yang wajib melestarikan dan menjaga bumi dari kerusakan dan kebinasaan. Negara dalam Islam pun akan menyediakan semua hal yang dibutuhkan rakyat termasuk ketahanan dan kedaulatan energi.
Dengan demikian negara Islam akan terhindar dari ketergantungan kepada negara-negara asing dan tidak bisa didikte dengan isu energi. Dan menjamin tersedianya tenaga ahli dengan sistem pendidikan yang mempuni. Juga menyediakan infrastruktur dan teknologi canggih beserta lembaga riset dan yang produktif dan inovatif, sehingga sumber-sumber energi yang lebih beragam bisa terus dikembangkan.
Oleh karena itu negara akan memiliki sumber-sumber pemasukan, yang demikian beragam sehingga negara punya banyak modal untuk mensejahterakan rakyatnya, dan melakukan apapun demi merealisasikan kedaulatan energi.
Harga BBM yang dijual ke rakyat hanya sebesar biaya produksinya, negara tidak mengambil untung dan tidak juga mengacu pada harga pasar dunia. Kalau pun negara mengambil keuntungan, maka keuntungan tersebut akan dialokasikan untuk kepentingan rakyat, seperti biaya pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Apabila kebutuhan BBM rakyat terpenuhi dengan harga terjangkau, kegiatan ekonomi rakyat dan dunia usaha berjalan lancar, maka terwujud lah kesejahteraan bagi rakyat.
Apalagi ditopang dengan sistem moneter berbasis emas dan perak yang anti inflasi dan kuat, termasuk di hadapan mata uang asing. Saatnya kita umat Islam ini beralih ke sistem Islam yang bisa mengatasi solusi problematika seluruh kehidupan, perbaikan kehidupan dan menjadi tolak ukur dari segala perbuatan termasuk bagaimana cara mengelola sumber energi yang ada di muka bumi ini.
Wallahu a'lam.