Oleh : Anis,
Ibu Rumah Tangga, Pacet - Kab. Bandung.
Pemerintah telah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 03/09/2022 lalu. Adapun BBM yang secara mendadak pukul 14.30 WIB itu adalah jenis Pertalite, solar, dan Pertamax dengan kenaikan rata-rata di atas 30%. Harga BBM jenis Pertalite naik dari Rp. 7.650,00 per liter menjadi Rp.10.000,00 per liter. Lalu, harga BBM jenis solar dari Rp. 5.150,00 per liter menjadi Rp. 6.800,00 per liter, dan BBM jenis Pertamax yang naik dari Rp. 12.500,00 per liter menjadi Rp.14.500,00 per liter.
Pemerintah mengatakan terpaksa mengambil kebijakan menaikkan BBM karena APBN sudah terlalu berat menanggung biaya subsidi yang konon mencapai Rp. 502,4 triliun. Bahkan, Menkeu Sri Mulyani berkelakar APBN akan terbebani subsidi BBM hingga Rp. 600 triliun jika harga minyak mentah dunia masih tinggi.
Pemerintah pun beralasan beban subsidi BBM terus membengkak karena kenaikan harga minyak mentah dunia yang kali ini akibat perang Rusia-Ukraina, serta nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika.
Selain itu, Pemerintah juga menganggap subsidi BBM yang besar tersebut tidak tepat sasaran karena sebagian besar dinikmati oleh orang-orang kaya, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah pun memutuskan subsidi BBM dicabut, dan sebagian dananya akan dialihkan untuk bantuan sosial yang terus dipropagandakan sebagai “subsidi tepat sasaran”.
Untuk mengantisipasi efek kenaikan harga BBM terhadap rakyat miskin, pemerintah memberikan bantuan sosial (Bansos) Rp. 600 ribu untuk 4 bulan (Rp.150 ribu per bulan) kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) senilai Rp12,4 triliun.
Persoalannya, banyak pihak yang meragukan kebijakan ini akan membawa kemaslahatan bagi kondisi perekonomian masyarakat banyak. Selain karena bersifat tambal sulam, efek domino yang dipastikan akan menyertai kenaikan harga BBM tidak bisa ditutup oleh efek bantuan sosial yang disiapkan. Apalagi, bansos tersebut hanya bersifat temporal dan dengan sasaran yang sangat terbatas.
Bansos dari Pemerintah tersebut jelas tidak akan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi ke depannya, sebaliknya, dapat dipastikan kehidupan mereka makin terpuruk. BLT Rp150 ribu/bulan tidak akan sebanding dengan berbagai kenaikan harga barang akibat kenaikan BBM yang akan rakyat hadapi beberapa tahun mendatang. Inilah dampak jangka panjang yang membuat kesejahteraan rakyat makin jauh.
Kenaikan BBM ini jelas akan berdampak besar bagi masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. BLT hanya sebagai pengalihan saja. karena Akibat kapitalisasi, negara perlahan melepas tanggung jawabnya sebagai pengelola migas ini sudah qmengalami liberalisasi. Tidak heran jika rakyat sebagai pemilik sah kehilangan kedaulatannya atas SDA yang dimiliki. Migas menjadi barang publik yang dibisniskan mengikuti prinsip pasar bebas. .
BBM adalah kebutuhan vital masyarakat. Dalam Islam, BBM termasuk dalam kepemilikan umum yang pengelolaannya ada di tangan negara Untuk kemakmuran rakyatnya. Islam memandang rakyat adalah pihak yang wajib dilayani dan dipenuhi kebutuhannya. Sementara itu, penguasa bertindak sebagai pelayan, pengelola, dan penjamin kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Islam menempatkan kedudukan penguasa di hadapan rakyat ibarat penggembala. “Ia harus mengurus hewan gembalaannya dengan sebaik-baiknya. Bahkan, Nabi saw. menegur penguasa yang bersikap kasar dan zalim kepada rakyatnya sebagaimana hadis riwayat muslim, sungguh sejelek-jelek penggembala adalah yang kasar terhadap hewan gembalaannya.”
Wallahu a'lam bish shawab.