Oleh Qonitta Al-Mujadillaa
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Bak bola salju, di tengah himpitan hidup yang sulit dengan kenaikan harga barang-barang dan BBM, penguasa malah sibuk pertemuan untuk koalisi. Sungguh begitu miris, hal ini menjadi bukti bahwa kurangnya empati terhadap persoalan umat yang kompleks saat ini.
Pertemuan antara Ketua DPP PDIP Puan Maharani dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto pada Ahad, 4 September 2022, dinilai bisa mengancam ambisi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar untuk menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2024. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro menyatakan bahwa PDIP tak mungkin melepas kursi presiden atau wakil presiden jika mereka jadi bergabung dengan koalisi Gerindra dan PKB. Gerindra sebelumnya telah resmi membingkai koalisi pra-pilpres bersama dengan PKB dalam wadah Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR). (www.tempo.com, 4/9/2022).
Bawono mengatakan, Prabowo Subianto sebagai tiga besar kandidat capres dengan elektabilitas baik mengharapkan agar calon pendampingnya di pemilihan presiden mendatang juga punya modal mumpuni. "Selain memiliki basis partai politik sangat kuat, juga bisa memiliki prospek elektabilitas baik agar dapat juga berkontribusi bagi pemenangan apabila nanti berpasangan calon," ucap Bawono.
Di sisi lain, Bawono meragukan apakah Puan bersedia menjadi pendamping Prabowo jika Partai Gerindra dan PDI-P sepakat berkoalisi dalam Pilpres 2024. Sebab, kata Bawono, PDI-P merupakan partai pemenang Pemilu dengan dan mempunyai jumlah kursi terbesar dari hasil Pemilu 2019. Dari hasil Pemilu 2019, PDI-P berada pada posisi teratas dengan mendapatkan 128 kursi di DPR. Sedangkan Partai Gerindra berada pada posisi ketiga dengan 78 kursi di DPR. (Www.kompas.com, 5/9/2022).
Sungguh miris, banyaknya pemimpin hari ini hanya bisa membangun elektabilitas tapi disisi lain kebijakan-kebijakannya sungguh memberikan beban pada umat. Maka, wajar jika umat bertanya, apakah dengan hadirnya solusi melalui parlemen demokrasi kapitalisme mampu mengatasi persoalan ini?
Saat rakyat sedang kelimpungan mengatasi dampak domino kenaikan BBM, para petinggi negara termasuk ketua wakil rakyat sibuk mematut diri mencari pasangan kontestasi dan juga memake up diri agar nampak layak kembali mendapat kepercayaan. Padahal realitanya para petinggi negara hanyalah mengumbar iming-iming dalam mematut diri demi raih kekuasaan yang nyatanya nyaris tidak dipergunakan dengan baik, malah banyak kezaliman yang diperlihatkan.
Realita para pemimpin seperti ini mestinya membuat rakyat sadar akan kondisi. Ini adalah watak asli sistem demokrasi. Sistem yang hanya melahirkan sosok pengabdi kursi bukan pelayan rakyat yang merasakan penderitaan mereka. Tak ayal mereka senantiasa memanfaatkan kondisi terpuruk rakyat demi kepentingan politik.
Namun, jika menelusuri konsep pemerintahan demokrasi, maka kejadian ini bukan hal tabu sebab asas politik demokrasi adalah manfaat dan kepentingan. Maka, wajar rakyat hanya dibutuhkan saat kompetensi pemilu untuk meraih kekuasaan. Selebihnya peran dan suara rakyat diabaikan. Inilah watak sistem demokrasi yang hanya menghasilkan pemimpin tak amanah dan aktivitasnya jauh dari pengurusan urusan umat. Namun, hanya mengurusi kepentingan pemilik modal.
Adapun jika penguasa dan partai tak bisa lagi diharapkan dalam mengurus urusan rakyat. Maka, rakyatlah yang harus menghadang kuatnya kekuasaan. Kala melawan kemungkaran, maka dibutuhkan kesadaran memahami politik dengan benar. Umat tidak boleh alergi dengan politik. Umat harus memahami bahwa politik dalam Islam bukanlah sebatas kekuasaan. Sebab, politik Islam adalah ri'ayah su'un maal al-ummah, yaitu mengurusi urusan umat.
Salah satu aktivitas politik adalah meluruskan penguasa yang zalim, mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan Islam dan menasehati penguasa. Sedangkan, politik pragmatis yang ada dalam sistem sekuler. Hal ini tidak akan melahirkan pemimpin, negarawan, dan politisi sejati sebab para penguasa di sistem kapitalisme demokrasi hanya untuk meraih kekuasaan dan mempertahankannya, serta menghalalkan segala cara dalam memenangkan kekuasaan.
Dalam Islam, politik mendapat tempat dan hukum bisa menjadi wajib karena mengurus dan memelihara urusan kaum muslimin bagian kewajiban syariah Islam. Pentingnya politik dalam Islam tercermin dalam ungkapan Imam Al-Ghazali, "Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan". Sejak awal turunnya Islam, kaum muslimin sudah berpolitik yaitu menghukumi persoalan dengan syariah Islam, ikut dalam kegiatan bernegara seperti berjihad, mengirim utusan ke penguasa nonmuslim bahkan mendirikan negara. Contohnya negarawan terbaik ada dalam diri Rasulullah Saw, Khulafaur Rasyidin, serta para pemimpin Islam terdahulu.
Orientasi politik dalam Islam bukan meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kekuasaan hanyalah jalan menegakkan syariah Islam sebagai hukum Allah Ta’ala. Tujuan politik dalam Islam ialah menerapkan syariah Islam sebagai solusi fundamental dalam permasalahan manusia, termasuk dalam hal jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan.
Politik Islam seharusnya diperjuangkan oleh umat saat ini, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. di Madinah. Yang selanjutnya dikenal dengan istilah Khilafah. Sifat dan karakter para pemimpin pada masa khilafah sangatlah berbeda. Mereka terbukti punya nilai lebih di atas rata-rata, jika dibandingkan para pemimpin atau pejabat sekarang. Sebab, mereka bukan sekedar basa basi pemanis kampanye dan sumpah jabatan tetapi ketika memimpin malah membuat kezaliman dan menyengsarakan rakyat. Namun, para khalifah terbukti dalam langkah nyata saat proses jabatannya dengan tidak beda yang disampaikan ketika kampanye dan sumpah jabatan dengan realitas ketika menjabat.
Maka, itulah para penjabat dalam masa Khilafah sangat memegang syariah Islam baik dalam hal keimanan maupun syariah dalam muamalah. Para pejabat yakin setiap kebijakan yang diambil akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat, dengan balasan surga atau neraka.
Maka dengan kekuatan iman yang menjadi pegangan pertama sehingga tidak mau dan tidak melakukan kemaksiatan walaupun dengan imbalan dan janji palsu yang dikeluarkan. Maka, dengan panduan syariah Islam maka para pejabat Khalifah mempunyai sifat dan karakter baik, diantaranya memberikan ras aman pada masyarakat.
Adapun khilafah juga memiliki komitmen mencukupi kebutuhan masyarakat. Maka inilah yang menjadi hal terpenting dan menjadi fokus tugas khalifah dan seluruh pejabatnya. Maka inilah wujud esensi adanya negara jadi pelayan bagi rakyatnya, artinya negara hadir memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, per individu. Hingga dengan begitu tak ada lagi kemiskinan di seluruh wilayah Khilafah. Oleh karenanya, komitmen hal ini bukan hanya janji atau sumpah jabatan yang minim realisasi atau omong kosong namun dijalankan dan diwujudkan menjadi kenyataan.
Demikianlah gambaran sistem politik Islam yang hanya bisa di wujudkan dengan sistem Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bishawwab