Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM, Perjuangan Untuk Rakyat




Oleh : Mauli Azzura

Hari ini, 2 September 2022, ditengah panas terik matahari usai sholat jum'at, telah nampak para pengikut aksi tolak harga BBM di depan gedung DPRD Surabaya.

Bukanya mereka yang datang tidak memiliki pekerjaan, namun mereka adalah orang-orang yang memperjuangkan atas hak-hak rakyat yang sedang terdzolimi oleh penguasa dan pengusaha.

Adapun inti orasi yang dituangkan dalam aksi hari ini, adalah

1. Bagian hulu dari sektor tambang minyak telah dikuasai oleh swata ( oligarchy ) sebanyak lebih dari 60%  setelah sebelumnya negara hanya memiliki 4 % ditambah habisnya kontrak daerah tambang di lampung 40 %.

2. Sistem kapitalisme  terus menggerus sektor produktif BBM dengan mengincar hilir dari sumber minyak tersebut. Lalu setelah swasta ( oligarki ) berhasil menguasai sektor hulu BBM, selanjutnya sistem kapitalis beserta pemilik modal ( swasta) akan mengincar sektor lain. Kapitalisme akan terus menggerus sektor produktif yang masih terkait BBM dengan menguasai hilirnya.

3. Penguasa yang abai dan lalai sebagai pelayan rakyat bukan sebagai penggembala dengan dombanya, melainkan menjadikan semua sektor ekonomi kapitalis seperti penjual dan pembeli. kewajiban negara meriayah rakyatnya, salah satunya dengan memelihara SDA dan manfaatnya dikembalikan kepada rakyatnya secara cuma- cuma atau dengan harga yang ekonomis.

4. Indonesia sudah menjadi kapitalis sekali, melebihi negara-negara kapitalis lainnya yang masih mensubsidi BBM bagi rakyatnya.

5. Alasan memangkas subsidi bahkan menghilangkan subsidi BBM terhadap rakyatnya adalah akal-akalan oligarki untuk menuai keuntungan pribadi yang menjadi kebohongan besar bila pertamina merugi bahkan dengan menaikkan harga sekalipun. Naiknya harga minyak dunia atau situasi perang antara rusia dengan ukraina, itu tidak mempengaruhi naik turunnya harga BBM.

6. Masalah sebenarnya adalah pembayaran hutang yang pertahunnya mencapai 400T ( belum pokoknya ) membuktikan negara telah  mengalami inflasi dari APBN tahunan  ( artinya terjadi pembengkakan anggaran ). Pembengkakan hutang beserta bunganya itulah yang menyebabkan negara rugi bahkan bisa bangkrut atau resesi . Inilah salah satu bentuk dari imperialisme modern.

7. Ekonomi kapitalis tidak pernah mensejahterakan rakyatnya dan pasti hanya membuat untung atau dinikmati segelintir orang saja. Karena pada dasarnya hanya pemilik modal dan penguasa-lah pihak yang diuntungkan. Alih-alih membuat kebijakan pencabutan sibsidi demi menutupi hutang, namun sejatinya hanya trik sulap mereka untuk mengalihkan sektor SDA ke swasta.

Disinilah terjadi melonjaknya  kemiskinan ditambah kedzaliman pemimpin yang tak bertanggung jawab atas regulasi pemerintahannya yang identik dengan korupsi dan menghambur-hamburkan anggaran disektor yang tak penting. 

Seperti beredar kabar terbaru yang menyatakan bahwa DPR menganggarkan biaya pembuatan kalender 2023 sebesar 995juta ditengah-tengah perekonomian rakyat yang memburuk akibat kenaikan bahan pokok. (MMC 01/09/2022 terbit pukul 06.00 WIB)

Tragisnya, jika transparasi pemerintah kepada rakyat tentang adanya wacana kenaikan harga BBM, seharusnya bisa terungkap para pelaku swastanisasi di sektor hulu yang sama halnya seperti kasus CPO, yang ternyata banyak oligarchy yang bermain api dengan BUMN, sehingga kelangkaan migor terjadi.

Dan harusnya negara ini memberikan harga BBM yang sangat murah, karena negri ini salah satu importir terbesar bahan minyak mentah. Sama halnya seperti sawit , negri ini importir terbesar. Tapi kenyataan nya salahnya pengelolaan negara terhadap pos-pos penting yang menjadi kebutuhan rakyatnya, beralih tangan ke swasta. 

Inilah kapitalis didalam penggolahan bahan mentah dengan SDA yang melimpah, namun menjadi boomerang bagi rakyat. Dengan wacana kenaikan harga BBM saja, sudah terlihat kelangkaan yang tersedia, padahal negri ini kaya akan bahan mentah. Kepemilikan SDA melimpah yang seharusnya dikelola demi kepentingan rakyat, telah memudar bahkan menghilang ditangan penguasa.

Wallahu A'lam Bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak